Senin, 21 Mei 2018

(Buku of the Day) Bunga Rampai dari Tremas


Pendiri NU dan Muhammadiyah Berguru ke Tremas


Judul                : Bunga Rampai dari Tremas; Dari Catatan Sejarah, Kisah Penuh Hikmah hingga Anekdot dan Cerita Khas yang Tak Terlupakan 
Penulis             : Ahmad Muhammad
Penerbit            : Phoenix Publisher
Cetakan            : Pertama, 2017
ISBN                 : 978-602-5416-12-5
Peresensi          : Abdullah Alawi

Kalangan pesantren pasti mengenal Pondok Pesantren Tremas. Paling tidak, ingat kepada sosok ulama Nusantara kaliber internasional yang bermukim dan wafat di Makkah, Syekh Mahfuzh Tremas. Namun, mungkin hanya sebagian orang yang mengetahui seluk-beluk, kisah-kisah, dan sepak terjang para kiainya yang lain. 

Kisah-kisah itu, itu kini didokumentasikan dalam Bunga Rampai dari Tremas; Dari Catatan Sejarah, Kisah Penuh Hikmah hingga Anekdot dan Cerita Khas yang Tak Terlupakan, buah karya Ahmad Muhammad. 

Buku itu ditulis dengan cuplikan-cuplikan dimulai dari riwayat singkat mencari ilmu hingga pendirian pesantren oleh Bagus Darso atau kemudian dikenal KH Abdul Manan hingga riwayat-riwayat para santri pesantren terkini, misalnya kesurupan jin. 

Kiai Abdul Manan merupakan generasi awal orang Nusantara yang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Salah seorang gurunya pada waktu itu adalah Syekh Ibrahim Al-Bajuri. Sebelumnya, ketika di Nusantara, ia pernah nyantri di Pondok Pesantren Tegalsari, Ponorogo, semasa dengan Ronggo Warsito III. 

Kemudian setelah berguru ke berbagai tempat, Kiai Abdul Manan mendirikan pondok pesantren di Tremas. Di situlah ia mulai mengkader putra-putranya menjadi pemuka agama pilihan serta menggembleng para santri yang berdatangan. 

Buah dari kaderisasi itu, di kemudian hari, salah seorang cucu KH Abdul Manan, yaitu KH Mahfuzh Tremas, menjadi salah seorang ulama terkemuka di Makkah, menjadi guru pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Cucunya yang lain, KH Ahmad Dahlan menjadi guru pendiri Muhammadiyah yang memiliki nama kecil Muhammad Darwis, yang kemudian mengubah namanya menjadi KH Ahmad Dahlan.

KH Ahmad Dahlan memiliki murid KH Ahmad Dahlan ketika ia menjadi menantu KH Saleh Darat. Di pesantren itu pula KH Hasyim Asy’ari pernah menjadi santri.      

Tremas sebagai pusat 
Kiai Abdul Manan memiliki putra yaitu KH Abdullah yang menimba ilmu di Makkah. Kiai Abdullah memiliki putra empat yakni Syekh Mahfuzh Tremas, KH Ahmad Dahlan, KH Dimyathi, dan KH Abdurrazaq. Syekh Mahfuhz Tremas memiliki keturunan yang mendirikan pesantren Busytanu Usyaqil Qur’an di Betengan, Demak, Jawa Tengah. 

Sementara KH Ahmad Dahlan memilliki putra KH Ahmad Al-Hadi yang mendirikan Pondok Pesantren di Loloan, Jembrana, Bali, sekitar tahun 1930. Pesantren itu kemudian menjadi pelopor NU Bali sejak tahun 1934 (hal 17). 

Masa keemasan pondok Pesantren Tremas terjadi pada masa KH Dimyathi Abdullah 1894-1934. Dalam catatan KH Wahid Hasyim yang ditulis Abubakar Aceh pada buku Sejarah Hidup K.H.A.Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar, KH Dimyathi hadir pada Muktamar NU kelima di Pekalongan pada 1930. 

Pada masa KH Dimyathi, santri Pondok Pesantren Tremas pernah mencapai 2000 orang lebih. Mereka berasal dari penjuru Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura (hal 27). 

Menurut buku itu, ada dua faktor yang menyebabkan Tremas pada masa KH Dimyathi disebut sebagai masa keemasan, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor yang pertama adalah keberhasilan kaderisasi dari dalam pesantren itu sendiri. Empat putra Kiai Abdullah saat itu menjadi ulama jempolan sehingga Tremas menjadi pusat tujuan para pecinta ilmu.  

Kedua, lahirnya Politik Etis penjajah Belanda. Saat itu, Belanda membuka sekolah-sekolah yang menerima murid dari pribumi. Namun, sekolah itu hanya menerima murid dari kalangan bangsawan. Sehingga anak-anak rakyat biasa menyalurkan pendidikan di pondok pesantren (hal 24-25). 

Karya Tulis
Karya tulis yang dilahirkan kiai-kiai Tremas menunjukkan penguasaan ilmu mereka yang luas dan mendalam. Contohnya Syekh Mahfuzh Tremas. Karyanya yang terdokumentasi ada sekitar 20 kitab. Kitab-kitab itu menjadi rujukan di Timur Tengah dan Afrika Utara. 

Kiai lain yang memiliki karya tulis adalah adiknya Syekh Mahafudz Tremas, KH Ahmad Dahlan. Ia dikenal ahli falak sehingga hal itu melekat menjadi nama belakangnya. 

Dan tentu saja ada karya-karya lain, termasuk buku ini yang merupakan cucu dari KH Abddurozaq, serta kisah yang layak dibaca oleh kalangan pesantren untuk berkaca dengan kisahnya sendiri di pesantren masing-masing. Selamat membaca. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar