Senin, 21 Mei 2018

Zuhairi: ISIS Mengancam NKRI


ISIS Mengancam NKRI
Oleh: Zuhairi Misrawi

Rentetan serangan dan bom bunuh diri yang dilakukan oleh para teroris di Rutan Mako Brimob-Depok, Surabaya, dan Riau beberapa hari ini merupakan ujian yang mahaberat bagi negeri ini. Peristiwa yang tidak biasa itu mengisahkan banyak hal. Salah satunya yang perlu digarisbawahi adalah eksistensi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di negeri kita.

Ada beberapa pihak yang menyangkal peran dan kehadiran ISIS di negeri ini. Tapi, semua itu dengan mudah dibantah dari beberapa sumber otoritatif yang membuktikan betapa ISIS sudah lama ingin menjadikan Indonesia sebagai salah satu basis jaringan mereka di kawasan Asia Tenggara, bahkan Asia.

Yang paling mutakhir adalah beredarnya tabloid Al-Fatihin, tabloid mingguan yang dikelola langsung oleh ISIS. Di dalam tabloid ini secara eksplisit dijelaskan secara panjang lebar perihal latar belakang ideologis dan teologis di balik serangan yang dilakukan ISIS dalam beberapa hari belakangan ini. Intinya, kita tidak bisa lagi lalai dan menganggap sepele manuver yang dilakukan ISIS untuk memperluas cengkeramannya di negeri ini.

Apalagi di zaman digital, di mana media sosial mempunyai peran dan peranan yang sangat signifikan memperluas dan memperbesar indoktrinisasi plus rekruitmen keanggotaan baru. Fakta tersebut juga sejalan dengan tumbuhnya religiusitas dan komodifikasi agama. Seseorang tidak hanya ingin haus terhadap khazanah keagamaan, tapi lebih dari itu ia ingin "diketahui" benar-benar beragama.

Maka dari itu, ketika di dalam sebuah grup media sosial yang ditengarai merupakan grup yang berafiliasi dengan ISIS mengajukan pertanyaan, "Siapakah di antara kalian yang siap menjadi "pengantin" atau pelaku bom bunuh diri?", maka tidak lama setelah itu bermunculan beberapa orang yang siap melakukan aksi itu. Itu maknanya, mereka yang terpapar secara ideologi ekstremis sudah semakin masif.

Al-Fatihin yang berafiliasi dengan ISIS pertama kali terbit pada 2016. Setelah dua tahun vakum, majalah ini terbit kembali dalam bahasa Indonesia. Majalah ini berisi aktivitas ISIS di seluruh dunia, perihal aksi penyerangan dan aksi bom bunuh yang mereka lakukan di seantero dunia, termasuk di Eropa, Rusia, Afrika, dan Indonesia.

Di dalam tabloid tersebut ISIS secara eksplisit mengisahkan perihal aksi mereka di Mako Brimob Depok dan Surabaya. Bahkan, mereka mempunyai rencana besar untuk menjadikan Ramadan sebagai "bulan penaklukan". Artinya, ISIS berbeda dengan mayoritas umat Islam lainnya yang menjadikan Ramadan sebagai bulan kasih sayang (al-rahmah), bulan ampunan (al-maghfirah), dan bulan penyelamatan dari api neraka ('itqun min al-nari). ISIS secara terang-terangan mempunyai rencana besar untuk menjadikan bulan Ramadan sebagai bulan penaklukan.

Sejak bom bunuh diri di Sarinah-Thamrin dan Kampung Melayu, ISIS telah menargetkan dua kelompok sebagai sasaran utama aksi mereka: aparat kepolisian dan umat Kristiani.

Di dalam Al-Fatihin jelas sekali argumen yang digunakan ISIS dalam menjadikan keduanya sebagai target utama. Argumen yang digunakan, umat Kristiani dianggap sebagai kaum Salib yang memerangi umat Islam. Sedangkan aparat kepolisian dianggap sebagai pihak yang selalu menghambat aksi-aksi mereka. Karenanya mereka menjadikan aparat kepolisian sebagai sasaran utama.

Dalam konteks ini, kehadiran dan penetrasi ISIS tidak bisa lagi dianggap hal yang sepele. Pertama, ideologi ISIS dalam hal memerangi umat Kristiani merupakan masalah serius yang harus mendapatkan respons dari pemuka agama, khususnya Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan beberapa ormas lainnya.

Cara berpikir ISIS ini sangat problematik karena mempunyai latar sejarah yang sangat populer di kalangan umat Islam. Perang Salib yang kerap digunakan sebagai bahasa komunikasi publik ISIS harus mendapatkan penjelasan secara tuntas dan kritis agar tidak mudah ditelan mentah-mentah oleh mereka yang tidak mempunyai basis sejarah Islam di masa lalu.

Perang Salib tidak bisa serta-merta dibawa dalam konteks keindonesiaan, karena perang tersebut terjadi antara orang-orang Eropa dengan orang-orang di Timur-Tengah dalam perebutan Jerusalem. Perang Salib memang ada, tapi itu sebenarnya lebih bernuansa politik yang dibungkus dengan jubah agama.

Kita berbeda dengan Eropa dan Timur-Tengah dalam konteks Perang Salib itu, karena kita mempunyai sejarah dan sosial-budaya yang harmonis antara umat Islam dan umat Kristiani di negeri ini. Bahkan di sejumlah kota kita mendapatkan masjid dan gereja dibangun berhadap-hadapan untuk membuktikan budaya toleransi yang sangat tinggi antara umat Islam dan umat Kristiani di Bumi Pertiwi ini.

Kedua, ISIS ingin memperlemah wibawa negara dengan menjadikan aparat kepolisian sebagai sasaran utama. Ini sejalan dengan misi setiap teroris yang ingin menciptakan ketakutan dan kepanikan. ISIS akan berupaya sekuat tenaga melakukan penyerangan terhadap kantor-kantor kepolisian, seperti yang kita saksikan bersama dalam beberapa hari terakhir. Tujuannya, ISIS ingin membuktikan bahwa mereka dapat menurunkan wibawa aparat kepolisian sebagai pelindung segenap warga.

Dalam hal ini, kita perlu memberikan dukungan penuh terhadap aparat kepolisian untuk menumpas jaringan ISIS. Intinya, negara tidak boleh kalah. Dan, polisi harus menunjukkan kemampuannya untuk menindak siapapun yang terlibat dengan jaringan ISIS.

ISIS tidak hanya mengancam Irak, Suriah, serta beberapa negara Eropa, dan Rusia. ISIS sudah hadir di tengah-tengah kita. Karenanya, kita harus bersatu padu dan saling bahu-membahu untuk melawan ISIS. Di satu sisi kita harus memastikan ideologi ISIS tidak masuk ke relung-relung batin umat Islam Indonesia, tapi di sisi lain kita juga harus memberikan dukungan penuh terhadap pemerintah untuk menindak tegas mereka yang bergabung dengan ISIS, serta memastikan negeri ini aman dari aksi-aksi brutal mereka. []

DETIK, 17 Mei 2018
Zuhairi Misrawi | Intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute

Tidak ada komentar:

Posting Komentar