Politisasi Ayat dan Hadis
Oleh: Nasaruddin Umar
PILKADA serentak sebentar lagi tiba. Pilkada kali ini lebih
menarik lagi karena berdekatan dengan bulan suci Ramadan. Dalam bulan suci
Ramadan emosi umat Islam sedang berakumulasi dan biasanya akan tampil
kesemarakan spiritual di dalam masyarakat.
Yang perlu dicermati ialah pelibatan ayat-ayat dan hadis di dalam berkampanye. Politisasi ayat dan hadis sudah sering terjadi, tapi kali ini mungkin akan lebih banyak lagi karena ada Ramadan yang berpapasan dengan bulan pemilu.
Kita perlu lebih hati-hati mengumbar ayat di dalam berpolitik
praktis karena tidak sedikit kitab suci bermasalah karena faktor politik
praktis. Sejarah panjang Bibel dan kitab-kitab suci lainnya penuh dengan
persoalan sebagai akibat pengaruh tarikan politik dan kekuasaan, baik penulisan,
penerjemahan, maupun penafsiran.
Akibatnya, sering kita menemukan istilah ‘kitab suci palsu’,
‘terjemahan sesat’, dan ‘penafsiran tendensius’. Dalam dunia Islam manipulasi
dalil-dalil agama juga pernah terjadi. Suatu ketika terjadi pemandangan menarik
di sebuah pasar tradisional di Timur Tengah. Penjual madu dagangannya laris
manis karena dipoles dengan hadis, ditambah dengan ayat yang dikutip dari Surah
An-Nahl (lebah madu). Hadis tentang madu memang pernah ada, yaitu: al-'Asal
da'u kulli dain dawa' (madu mengobati berbagai macam penyakit). Penjual madu
meneriakkan hadis nabi di tengah pasar sehingga dalam waktu tidak lama
dagangannya habis.
Di samping penjual madu ada seorang penjual terong yang hanya bisa
termangu menyaksikan pembeli menyerbu dagangan madu di sampingnya, sedangkan
dagangan terongnya tidak ada yang mampir membeli. Rupanya si penjual terong
tidak kehabisan akal. Ia pun mengarang sebuah hadis yang isinya mirip dengan
hadis yang diteriakkan penjual madu. Ia membuat hadis palsu dan meneriakkannya
berulang-ulang. “Wahai para pengunjung pasar, kemarilah membeli terongku,
Rasulullah pernah bersabda: Al-Bazinjan da'u kulli dawa' (terong bisa
menyembuhkan berbagai macam penyakit).
Alhasil, dagangan penjual terong juga laris manis. Hadis palsu
tersebut sering dijadikan sebagai contoh dari hadis palsu di dalam kitab-kitab
ulumul hadis. Dalam kesempatan lain ketika Ibu Megawati Soekarno Putri
mencalonkan diri sebagai presiden masa lalu, sebuah spanduk raksasa yang berisi
hadis nabi terpampang di sebuah kampus besar, Lan yufliha qaumun wallau amrahum
imraatan (Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya diurus
oleh seorang perempuan). Di tempat lain dipajang spanduk isinya ayat Alquran:
Al-Rijal qawwamun 'ala al-nisa' (Laki-laki pemimpin bagi perempuan/QS
Al-Nisa/4:32).
Jelas spanduk-spanduk dan brosur itu bertujuan mencekal Ibu
Megawati sebagai calon presiden. Perolehan suara Ibu Megawati tergolong kurang
di kawasan itu, tapi tidak berhasil mencekalnya sebagai presiden. Secara
terselubung hingga saat ini dalil-dalil agama masih sering dipolitisasi untuk
‘menembak’ seseorang atau sekelompok orang. Bukan hanya dalam dunia politik,
melainkan juga dalam dunia bisnis. Ada produk-produk dipoles dengan ayat atau
hadis, tetapi pada merek lain dijadikan sebagai sasaran kampanye hitam untuk
menjatuhkan produk itu.
Perang antara kelompok radikal dan kelompok liberal juga
menggunakan ayat dan hadis. Kesemuanya ini menunjukkan begitu gampang orang
mencapai sasarannya dengan polesan dalil-dalil agama. Yang paling
menyedihkan, kalimat-kalimat suci diucapkan untuk mengeksekusi secara kejam
orang-orang yang dianggap musuhnya, seperti kita saksikan di media-media sosial
tentang perlakuan IS terhadap tawanan perang.
Sehubungan dengan itu semua, kita sebagai bangsa yang majemuk
selalu harus waspada terhadap orisinalitas dan keabsahan kitab suci. Jangan
sampai kitab suci dijadikan sebagai kendaraan politik. []
MEDIA INDONESIA, 27 AprIL 2018
Nasaruddin Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar