Tanda-tanda Keagungan Allah
dalam Isra’ Mi’raj
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam
seorang rasul yang diutus Allah sebagai seorang dai, yaitu orang yang
menyeru dan mengajak umat manusia agar menuju kebenaran dan meninggalkan
kebatilan. Ajakan atau seruan itu disebut “dakwah”, suatu istilah yang dikenal
luas dikalangan masyarakat. Disebut dalam Al-Qur’an:
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا
وَنَذِيرًا، وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُّنِيرًا
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk
jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, Dan untuk jadi
penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang
menerangi. (QS. al-Ahzab, 33: 45-46)
Sebagai seorang Rasul dan dai, Nabi besar
Muhammad dibekali oleh Allah dengan petunjuk-petunjuk kebenaran yang
mengantarkan umat manusia memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Petunjuk
kebenaran itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah yang kita jadikan sebagai pedoman
dalam segala kehidupan. Selain dibekali dengan wahyu Ilahi berupa Al-Qur’an,
Nabi dibekali juga dengan berbagai pengalaman kehidupan dan berbagai mukjizat
atau keistemewaan. Sebagian dari mukjizat-mukjizat beliau adalah peristiwa
Isra’ dan Mi’raj yang senantiasa kita peringati.
Isra’ pengertiannya menurut etimologi adalah
perjalanan malam, sedangkan Mi’raj adalah naik ke atas dengan tangga. Yang dimaksud
dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad adalah diperjalankannya Nabi
Muhammad oleh Allah di malam hari dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsa
(Yerussalem). Sedangkan Mi’raj adalah dinaikkannya Nabi Muhammad dari Masjidil
Aqsa menuju Sidratul Muntaha (suatu tempat ghaib yang tidak mungkin ditangkap
oleh pancaindra). Peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini, merupakan peristiwa yang luar
biasa, yang hanya dapat dipercaya oleh mereka yang beriman, karena peristiwa
itu berada di luar jangkauan kemampuan akal manusia. Karena itu dalam Al-Qur’an
ayat yang menjelaskan Isra’ dan Mi’raj dimulai dengan lafadz “subhâna”, yang
artinya Maha Suci Allah. Kalimat itu biasa digunakan dalam bahasa Al-Qur’an
untuk menyebutkan hal-hal yang luar biasa dan sangat menakjubkan. Dalam
peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini Nabi Muhammad dilepaskan dari hukum alam dengan
kehendak Allah .
Untuk mempelajari dengan jelas, marilah kita
memperhatikan salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan peristiwa ini,
yaitu:
سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا
إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang
telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”. (QS. al-Isra’, 17:1)
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa di
antara tujuan dari Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad adalah Allah memperlihatkan
kepadanya (Nabi Muhammad ) tanda-tanda kebesaran dan keagungan-Nya. Karena itu
dalam peristiwa tersebut Nabi Muhammad melihat berbagai macam tanda-tanda keagungan
Allah dalam alam semesta ini, termasuk segala rahasia-rahasia angkasa luar dan
rahasia-rahasia alam ghaib. Disertai juga dengan pengalaman-pengalaman pribadi
dan pengalaman rohani dengan berjumpa Nabi-Nabi terdahulu seperti Nabi Adam,
Nuh, Ibrahim, Musa, Daud, Sulaiman, Idris, Yahya dan Isa.
Di antara tanda-tanda kebesaran Tuhan yang
diperlihatkan kepada beliau terdapat pelajaran-pelajaran bagi kehidupan umat
manusia. Agar mereka dapat membentuk dirinya menjadi manusia yang bertakwa,
gemar berbuat baik dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang tercela.
Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj yang jatuh pada
tanggal 27 Rajab, menjelang Nabi hijrah ke Madinah, sekitar tahun 621 M (usia +
51-52). Ada hal yang sangat penting bagi semua umat Islam, yaitu ditugaskannya
Nabi Muhammad dan umatnya untuk mengerjakan shalat lima waktu. Perintah itu
adalah perintah yang langsung dari Allah . Karena itu dalam memperingati Isra’
Mi’raj ini, marilah kita meningkatkan shalat kita dengan sebaik-baiknya. Shalat
merupakan rukun Islam yang kedua setelah Dua Kalimah Syahadat, yang diperintahkan
berkali-kali dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka yang mengerjakan shalat dengan
khusyu’ serta diikuti dengan gerakan-gerakan kejiwaan akan dapat mencegah
dirinya dari perbuatan-perbuatan yang keji dan munkar. Begitu besarnya pengaruh
shalat dalam perkembangan kejiwaan seseorang sehingga dapat mengantarkan pada
terbentuknya insan kamil. Imam al-Munawi dalam “Faidhul Qodir” menyebutnya:
“al-Shalatu Mi’raj al- Mu’minin”, shalat itu merupakan mi’rajnya orang-orang
mukmin.
Allah secara berulang kali memerintahkan
kepada kita agar mengerjakan shalat dengan baik, memperhatikan syarat dan
rukunnya, serta ketentuan-ketentuan lain yang diajarkan Al-Qur’an dan
al-Sunnah. Banyak sekali hikmah dan mafaat yang diperoleh orang-orang yang
mengerjakan shalat, disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, antara lain: (1)
Mereka yang mengerjakan shalat secara khusyu’, sesuai denga tuntunan Al-Qur’an
dan al-Sunnah, akan memperoleh kebahagiaan abadi di dunia dan di akhirat.
dijelaskan dalam Al-Qur’an:
قَدْ
أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya”. (QS. al-Mu’minun,
23: 1-2).
Selain mengerjakan shalat yang khusyu’,
mereka juga meninggalkan segala sesuatu yang bersifat sia-sia dan tidak
berfaidah bagi dirinya, maupun bagi orang lain. Mereka menunaikan zakat, baik
zakat fitrah, maupun zakat mal, yang ketentuannya telah ditetapkan dan diatur
oleh tuntunan Rasulullah . Allah berfirman:
وَالَّذِينَ
هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ، وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari
(perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, Dan orang-orang yang menunaikan
zakat.” (QS. al-Mu’minun, 23: 3-4).
Mereka yang mendapat kebahagian dan
kemuliaan, sebagaimana disebutkan di atas, juga harus mampu mengendalikan
dorongan seksualnya. Tidak melanggar larangan Allah dan Rasul-Nya. Libido
seksual hanya disalurkan kepada istri yang sah, sesuai dengan ketentuan
syariat.
وَالَّذِينَ
هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ، إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ، فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ
فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“Dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka
miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa
mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui
batas”. (QS. al-Mu’minun, 23: 5-7).
Bagi mereka yang tidak bisa mengendalikan
libido seksualnya, sehingga melakukan perzinahan atau melakukan deviasi seksual
(kelainan seks), seperti homo seksual, lesbian, sodomi, dan deviasi lainnya,
termasuk orang-orang yang berdosa sangat besar dan melakukan kesalahan yang
melampaui batas.
Selanjutnya, meraka yang melaksanakan shalat
dengan khusyu’, akan mewarisi surga firdaus, yaitu mereka yang menjaga amanat
dan janjinya, yang disampaikan kepada mereka, dan menjaga serta melestarikan
shalatnya dengan baik.
وَالَّذِينَ
هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ، وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ
صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ، أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ، الَّذِينَ يَرِثُونَ
الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara
amanat-amanat (yang ditugaskan kepadanya) dan janjinya. Dan orang-orang yang
memelihara shalatnya.Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang
akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya”. (QS. al-Mu’minun, 23:
8-11).
Hikmah berikutnya (2) bahwa orang yang
mengerjakan shalat akan terhindar dari sikap keluh kesah, resah, gelisah dan
terhindar dari kegoncangan jiwa. Yaitu. Mereka yang terus menerus melestarikan
shalatnya. Mereka juga menginfakkan sebagian hartanya kepada mereka yang
miskin, baik mereka yang meminta, ataupun orang-orang miskin yang memiliki
harga diri, sehingga mereka tidak mau meminta atau mengemis kepada orang lain.
Orang miskin dalam kategori ini, harus mendapat perhatian yang lebih dari kaum
muslimin. Mereka juga mempercayai hari pembalasan.
إِنَّ
الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا، إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا، وَإِذَا مَسَّهُ
الْخَيْرُ مَنُوعًا، إِلَّا الْمُصَلِّينَ، الَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ
دَائِمُونَ، وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ، لِّلسَّائِلِ
وَالْمَحْرُومِ، وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat
keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan
apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.Kecuali orang-orang yang mengerjakan
shalat. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. Dan orang-orang yang dalam
hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang
yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).Dan orang-orang yang mempercayai
hari pembalasan”. (QS. al-Ma’arij, 70: 19-26). []
KH Zakky Mubarak, Rais Syuriyah Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar