Ketika Paham Agama Jadi Ancaman
Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Adalah Bertrand Russell, filsuf agnostik dari Inggris, dalam
bukunya Why I Am Not a
Christian (New York: Simon and Schuster, 1957, hlm v) yang menulis:
"I think all the great religions of the world—Buddhism, Hinduism,
Christianity, Islam, and Communism—both untrue and harmful.” (Saya berpendapat
semua agama besar dunia—Buddhisme, Hinduisme, Kristen, Islam, dan
Komunisme—semuanya adalah untrue
(tidak benar) dan harmful).
Russell tidak menyebut paham yang salah tentang agama yang jadi
sumber kejahatan, tetapi agama itu sendiri yang tidak benar dan jahat.
Perkataan harmful
bisa bermakna berbahaya, merusak, jahat, menyakiti, dan kesalahan moral. Pendek
kata, semua agama bagi Russell harus ditolak karena daya rusaknya yang dahsyat,
seperti halnya komunisme.
Saya tidak tahu mengapa Judaisme (agama Yahudi) dan agama Katolik
tidak dimasukkan Russell dalam daftar agama besar itu, tetapi komunisme yang
umumnya dikategorikan sebagai musuh semua agama malah ada dalam deretan itu.
Saya akan setuju dengan Russell jika dia menyebut agama yang disalahgunakan
atau yang disalahtafsirkan dan dipraktikkan secara membabi buta oleh
pengikutnya sehingga menjadi ancaman bagi umat manusia.
Tetapi saya tidak bisa membayangkan sebuah dunia tanpa agama,
sebuah dunia tanpa rujukan moral tertinggi, moral transendental. Kerinduan
kepada Yang Mahamutlak adalah sebuah kerinduan abadi, betapa pun kaum ateis
mencoba melawannya.
Bahwa agama yang disalahgunakan oleh penganutnya sebagai teologi
pembenar untuk merusak dan bahkan membunuh sesama manusia memang sudah
merupakan fakta sejarah. Semua penganut agama apa pun tidak bisa mengingkari
fakta ini.
Tetapi manusia yang memahami agama secara benar pasti akan
beradab, berbudaya, dan lapang dada dalam menyikapi perbedaan. Sikap yang
membunuh perbedaan adalah bagian dari kultur primitif dan melawan sunatullah.
Dan sebuah hidup yang serba seragam pasti akan sangat membosankan.
Pengalaman pribadi saya sejak 20 tahun terakhir dalam pergaulan
dalam lingkungan lintas agama, lintas etnisitas, lintas kultur, dan lintas
bangsa membawa kesimpulan ini: jika orang beragama secara benar dan autentik,
tidak ada alasan untuk saling meniadakan dan apalagi untuk saling membunuh.
Planet bumi ini untuk semua makhluk, dan perdamaian hanya mungkin terwujud jika
orang saling menghargai dan saling melindungi.
Di sinilah dosa terbesar yang dilakukan kaum imperialis Barat di
bawah slogan mission sacré (misi
suci) yang ingin membaratkan seluruh umat manusia. Sekalipun imperialisme telah
ditolak di mana-mana, khususnya setelah PD (Perang Dunia) II, gurita
metamorfosisnya tetap saja bergerilya untuk mempertahankan strategi
hegemoniknya.
Perpecahan bangsa-bangsa Arab merupakan peluang emas bagi
imperialisme metamorfosis ini untuk terus memainkan kartu jahatnya. Amat
disayangkan bangsa-bangsa yang jadi sasaran belum juga sadar tentang bahaya
besar yang sedang mengancam mereka.
Ketika kerajaan-kerajaan Muslim di Andalusia pada abad ke-15
berantakan karena kesalahan sendiri, penguasa Katolik memberikan tiga pilihan
kepada pihak yang kalah ini: pindah agama, diusir, atau dibunuh. Maka
terjadilah gelombang migrasi besar-besaran ke Afrika Utara, tidak saja orang
Muslim yang harus lari, tetapi juga umat Yahudi juga terusir.
Dalam kasus ini, Bertrand Russell benar: “Kristianitas telah
dibedakan dengan agama-agama lain karena kesiapannya yang lebih besar untuk
melakukan penyiksaan … Imperium para khalifah lebih bersikap ramah kepada umat
Yahudi dan umat Kristen dibandingkan negara-negara Kristen terhadap umat Yahudi
dan umat Muslim.”(Ibid,
hlm 202).
Maka adalah sebuah kebrutalan modern, jika sekelompok umat yang
mengaku Muslim mengikuti contoh di atas untuk mengusir, mengancam, menyiksa,
dan bahkan membunuh pihak lain yang tidak sepaham dengan mereka. Dan kebiadaban
ini dilakukan atas nama agama. Perilaku ISIS, Boko Haram, dan mazhab-mazhab
lain yang mirip adalah bentuk teranyar dari praktik paham agama yang sesat itu.
Tetapi mengapa ada saja orang yang percaya kepada paham sesat itu?
Kekeliruan besar Bertrand Russell terletak pada penolakannya terhadap semua
agama, bukan pada paham dan praktik agama yang salah dan sesat, karena semua
agama itu baginya adalah untrue
and harmful. Segi positif dari kritik Russell ini agar orang tidak
mempermainkan agama untuk tujuan-tujuan rendah yang tuna-adab, sebab daya
rusaknya juga akan sangat masif. []
REPUBLIKA, 24 April 2018
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar