Karomah Tuan Guru
Shaleh Hambali Lombok
Karomah atau
keistimewaan tidak dimiliki oleh semua orang, kecuali orang-orang tertentu yang
mempunyai ilmu agama mumpuni, dekat dengan Sang Pencipta, serta berusaha
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Karomah dinilai lekat
dengan para waliyullah, seseorang dengan sikap wara yang tinggi dan memilih
jalan riyadhah agar tetap dekat dengan Sang Kahliq. Dalam sejarah orang-orang
mulia di lingkungan NU, Tuan Guru (sebutan kiai di Nusa Tenggara Barat) Shaleh
Hambali (1896-1968) merupakan salah satu ulama NU yang memiliki sejumlah
keistimewaan atau karomah tersebut.
Karomah ulama asal
Desa Bengkel, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat yang lahir pada 1896
ini diceritakan oleh sang cucu, Tuan Guru Haji (TGH) Halisussabri. Pendiri
Pondok Pesantren Darul Qur’an Bengkel itu menurut Halisussabri adalah ulama
kharismatik panutan masyarakat NTB.
Halisussabri yang
kini meneruskan perjuangan sang kakek memimpin Pesantren Darul Qur’an
meriwayatkan, pernah suatu ketika Shaleh Hambali muda merasa prihatin karena
salah seorang pamannya sering menyabung ayam. Potensi keistimewaannya terlihat
ketika Shaleh Hambali berusaha menghentikan kebiasaan pamannya itu.
Total ada sekitar 20
ayam jago siap adu yang dimiliki pamannya. Setiap hari, Shaleh Hambali bermain
ke rumah pamannya itu dengan meminta dimasakkan ayam. Karena kasih sayang
pamannya kepada Shaleh Hambali, ia tidak pernah menolak permintaan Shaleh
Hambali. Ia pun memasakkan ayam untuk Shaleh Hambali dan itu berlangsung tiap
hari hingga tidak ada lagi ayam jago tersisa di kandangnya.
Ia tidak tersadar,
ayam sabungnya telah habis dimakan Shaleh Hambali sehingga ia pun tidak punya
kesempatan lagi untuk menyabung ayam. Saat itulah ia tersadar apa yang
dilakukan Shaleh Hambali merupakan penyadaran bagi dirinya agar jangan lagi
menyabung ayam.
Kecemerlangan Shaleh
Hambali semakin matang ketika dirinya pulang sehabis menuntut ilmu di Mekkah.
Ia sadar masyarakat Desa Bengkel jauh dari akhlak agama sehingga ia perlu
berdakwah dan mendirikan pesantren. Cerita ulama yang juga dikenal sebagai Tuan
Guru Bengkel ini persis seperti ketika Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari
mendirikan Pesantren Tebuireng di tengah tradisi buruk masyarakat saat itu.
Mereka berusaha menjernihkan kehidupan buruk masyarakat tersebut.
Tantangan dakwah
ulama yang berjasa mengenalkan jam’iyah NU kepada masyarakat NTB ini tidaklah
mudah. Tuan Guru Bengkel yang ditinggal wafat ibu dan ayahnya ketika masih
berumur enam bulan ini tidak jarang mendapat sejumlah ancaman yang membahayakan
jiwanya selama berdakwah.
Namun, perjuangan
mendakwahkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) terus ia lakukan demi
kehidupan masyarakat yang lebih baik. Melalui Pesantren Darul Qur’an, Tuan Guru
Bengkel benar-benar menjadi jantung Pulau Lombok. Warga patuh dan mengamalkan
ajaran Aswaja yang disebarkannya. Bahkan, saking takdzimnya kepada TGH Shaleh
Hambali, warga tidak mudah menerima paham lain di luar ajaran Shaleh Hambali.
Seiring berjalannya
waktu, masyarakat mengenal Tuan Guru Bengkel sebagai pribadi dengan akhlak yang
baik dan ilmu agama yang mumpuni. Mereka berduyun-duyun tidak hanya ingin
menuntut ilmu kepadanya, tetapi juga meminta bantuan dalam bentuk lain. Seperti
perlindungan dari bala, musibah, dan orang-orang yang bermaksud jahat.
Warga percaya sang
tuan guru memiliki sejumlah karomah atau keistimewaan di luar nalar masyarakat
umum. Hal ini menyebabkan banyak cerita istimewa Shaleh Hambali yang berkembang
di tengah masyarakat. Misalnya peristiwa hujan madu yang konon pernah terjadi
di Desa Bengkel.
Hal itu diceritakan
oleh Halisussabri sendiri dan dipercaya oleh masyarakat sebagai karomah Tuan
Guru Bengkel. Peristiwa unik itu juga diamini oleh Ahmad Zahroni, salah seorang
warga Bengkel yang juga menjadi pengajar di madrasah yang berada di Pesantren
Darul Qur’an. Percaya atau tidak, warga meyakini pernah ada rintik hujan madu
di Bengkel.
“Tepatnya gerimis,
tapi yang turun itu madu,” ungkap Zahroni saat ditemui di arena Musyawarah
Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU (Munas dan Konbes NU) pada 23-25
November 2017 di NTB. Pesantren Darul Qur’an merupakan salah satu dari lima
pesantren lokasi Munas.
Cerita karomah
lainnya ialah, Tuan Guru Bengkel pernah pernah memimpin perang di Irian Barat
(sekarang Papua). Di saat para serdadu berperang, TGH Shaleh Hambali hadir
sebagai sosok prajurit yang ada di baris depan. Cerita itu konon diriwayatkan
oleh Hamid Wijaya, anggota Ansor yang turut berjuang melawan penjajah saat itu.
Sebagian masyarakat
tidak mempercayai. Sebab Tuan Guru Bengkel senantiasa berada di NTB. Namun,
bagi seorang ulama seperti TGH Shlaeh Hambali, keistimewaan demi
keistimewaannya tidak diragukan oleh masyarakat di NTB.
Pernah juga suatu
ketika hujan tiba-tiba berhenti ketika TGH Shaleh Hambali hendak ke luar
ruangan. Saat itu, ia mendengar kabar adiknya meninggal. Ketika hendak takziah
itu, Shaleh Hambali mendapati hujan yang sangat lebat. Namun, saat baru
mengeluarkan satu kakinya ke luar pintu, hujan lebat itu seketika berhenti.
Di antara sejumlah
karomahnya itu, tentu perjuangan menyebarkan dakwah Aswaja NU di tanah NTB tidak
kalah istimewanya. Tuan Guru Bengkel adalah Rais Syuriyah pertama PWNU NTB. Ia
pernah mendapati masyarakat berduyun-duyun mengunjungi dirinya karena jiwanya
terancam atas kekerasan yang dilakukan G30S/PKI saat itu.
Selain memberikan
sejumlah wirid dan doa, TGH Shaleh Hambali juga memberikan perhatian kepada
seluruh masyarakat agar mereka menancapkan bendera NU di depan rumahnya
masing-masing. Tuan Guru Bengkel menjamin keamanan masyarakat dengan bendera NU
tersebut. Warga pun merasakan keamanan dengan bendera NU di depan rumahnya. Ini
menunjukkan bahwa TGH Shaleh Hambali juga merupakan jimat masyarakat NTB. []
(Fathoni Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar