KHOTBAH JUM'AT
Wafatnya Isa Al-Masih dalam Pandangan Islam
Khutbah I
اْلحَمْدُ
للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ
النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك
لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى
سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى
يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ
بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي
اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال
تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
صَدَقَ
اللهُ العَظِيمْ
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Pada tahun 2018 ini, umat Nasrani
memperingati Hari Wafat Isa Al-Masih pada hari Jumat 30 Maret. Pada tahun 2017
lalu Hari Wafat Isa Al-Masih jatuh pada tanggal 25 Maret. Tahun sebelumnya
2016, jatuh pada tanggal 14 April, dan tahun 2014 jatuh pada tanggal 3 April.
Jatuhnya hari besar bagi umat Nasrani ini tidak menentu setiap tahunnnya dalam
sistem kalender Masehi karena berentang antara tanggal 22 Maret dan 25 April.
Umat Nasrani meyakini bahwa Isa Al-Masih
wafat dalam kayu salib pada hari Jumat. Hari itu kemudian disebut Jumat Agung.
Dari sinilah istilah Jumat Agung itu berasal. Jadi istilah Jumat Agung memang
berasal dari tradisi Nasrani. Namun Islam mengenal Jumat Mubarokah, yang
maksudnya adalah hari Jumat yang dibarakahi Allah subhanahu wata’ala tanpa
dibatasi dengan tanggal, bulan atau tahun tertentu.
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Menurut aqidah Islam, umat Islam wajib
mempercayai bahwa Isa alaihis salam adalah salah seorang dari kedua
puluh lima Nabi dan Rasul yang wajib diimani. Mereka wajib mengetahui dan
meyakini kebenarannya. Jadi kalau pada saat ini kita membicarakan tentang Nabi
Isa alaihim salam pada hari yang oleh orang-orang Nasrani disebut hari wafatnya
tidak salah karena Islam berkepentingan meluruskan masalah ini, yakni terutama
tentang penyaliban dan kamatian Nabi Isa alaihis salam dan akan
turunnya ke bumi di masa depan sebelum hari Kiamat.
Secara jelas dan tegas, Allah subhanahu
wata’ala dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisa, ayat 157, memberikan bantahan
tentang penyaliban Nabi Isa alaihis salam sebagai berikut:
وَمَا
قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ
Artinya: “Mereka tidaklah membunuh Isa dan
tidak pula menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan
dengan Isa.”
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Dalam doktrin Nasrani, para pemeluknya
diwajibkan meyakini bahwa Isa Al-Masih meninggal dunia dalam kayu salib.
Penyalipan ini sangat penting bagi mereka karena berkaitan langsung dengan
doktrin pengampunan dosa asal (original sin). Yang mereka maksud dengan dosa
asal adalah dosa warisan yang secara turun temurun diwariskan oleh Adam dan
Hawa kepada semua manusia akibat memakan buah khuldi di surga. Dosa asal tersebut
kemudian ditebus oleh Isa dengan penyaliban dirinya di kayu salib hingga
meninggal dunia.
Di dalam Islam, doktrin tentang dosa warisan
tidak dikenal. Justru Islam mengajarkan bahwa setiap anak manusia lahir ke bumi
dalam keadaan suci tanpa membawa dosa apapun dan dari siapa pun termasuk dari
kedua orang tuanya sendiri dan apalagi dosa Nabi Adam dan Hawa. Hal ini
sebagaimana ditegaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
haditsnya yang diriwayatkan dari Abi Hurairah RA:
كُلُّ
مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
Artinya: “Setiap anak itu dilahirkan dalam
keadaan fitrah (suci).”
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Bahwa Isa Al-Masih wafat merupakan dogma yang
harus diyakini oleh para pemeluk Nasrani sebagaimana mereka harus meyakini
bahwa setelah wafat kemudian hidup kembali pada hari ketiga, tepatnya pada hari
Minggu, yang kemudian dikenal dengan Minggu Paskah atau Hari Kebangkitan Isa
Al-Masih.
Pertanyaannya kemudian, bagaimanakah
pandangan Islam yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits tentang wafatnya Nabi
Isa yang oleh orang-orang Nasrani diyakini hidup kembali?
Para ahli tafsir bersepakat bahwa Nabi Isa 'alaihis
salam tidak pernah disalib. Sebagaimana ditegaskan dalam Surat An-Nisa,
ayat 157 tadi, orang yang meninggal dalam kayu Salib tersebut sebetulnya adalah
seseorang yang oleh Allah subhanahu wata’ala diserupakan dengan Nabi Isa
'alaihis salam. Banyak pihak meyakini ia bernama Yudas Iskariot. Sekali
lagi pada kasus penyaliban ini para ahli tafsir dalam Islam bersepakat satu
pandangan, namun terkait dengan pertanyaan apakah Nabi Isa benar-benar telah
wafat, mereka tidak bersepakat.
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Para ahli tafsir dalam Islam memang terbelah
dua dalam menyikapi apakah Nabi Isa 'alaihis salam telah wafat atau
masih hidup. Mereka memiliki argumentasi masing-masing yang pada intinya mereka
berbeda dalam menafsirkan Surat Ali Imran ayat 55, Surat Al-Ma‘idah ayat 117
dan 144 serta Surat An-Nisa’ ayat 159. Perbedaan penafsiaran terjadi terutama
dalam memaknai kata مُتَوَفِّيكَ“mutawaffika” yang terdapat dalam Al-Qur‘an
Surat Ali Imran, ayat 55 sebagai berikut:
إِذْ
قالَ اللهُ يا عيسى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَ رافِعُكَ إِلَيَّ وَ مُطَهِّرُكَ مِنَ
الَّذينَ كَفَرُوا
Artinya: “(Ingatlah) tatkala Allah berkata:
Wahai lsa,sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau
kepada-Ku, dan membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir. ”
Beberapa ahli tafsir meyakini bahwa
kata-kata مُتَوَفِّيكَ yang artinya “mewafatkan
engkau” pada ayat di atas bermakna sesuai dengan arti leksikal atau makna
dhahirnya, yakni “wafat” atau “mati”. Dengan pemahaman seperti itu mereka
meyakini bahwa Nabi Isa 'alaihis salam benar-benar telah diwafatkan oleh
Allah sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Para
ahli tafsir yang memiliki pemahaman seperti ini antara lain adalah Buya Hamka,
Syaikh Muhammad Abduh dan Sayyid Rasyid Ridha, Prof.Dr. Mahmud Syaltut, dan
sebagainya.
Selain itu, mereka dalam menafsirkan
kata-kata وَ رَافِعُكَ yang artinya “Allah
mengangkat engkau (Nabi Isa)” sebagaimana terdapat dalam Surat Ali Imran, ayat
55, bukan dalam arti bahwa Allah mengangkat ruh dan jasmani beliau ke langit,
tetapi Allah mengangkat derajat Nabi Isa 'alaihis salam tinggi-tinggi
sebagaimana Allah mengangkat derajat para nabi lainnya. Jadi yang diangkat oleh
Allah menurut para ahli tafsir tersebut bukan fisik dan rohani Nabi Isa 'alaihis
salam melainkan hanya derajatnya sehingga bersifat immaterial.
Demikian pula terkait dengan akan turunnya
Nabi Isa 'alaihis salam ke bumi, mereka menafsirkan bahwa bukan jasad
dan ruh Nabi Isa 'alaihis salam yang akan turun ke bumi, melainkan
ajarannya yang asli yang penuh rahmat, cinta dan damai. Ajaran itu mengambil
maksud pokok dari syariat. (Lihat Syaikh Muhammad Abduh, Tafsir Al-Qur’an
al-Hakim [Tafsir al-Mannar], Kairo, Dar al-Mannar, 1376 H, Juz 3,Cet. III,
hal. 317).
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Beberapa ahli tafsir lainnya yang meyakini
bahwa Nabi Isa 'alaihis salam belum wafat atau masih hidup mendasarkan
pemahamannya bahwa kata مُتَوَفِّيكَ pada Surat
Ali Imran ayat 55 tidak bermakna leksikal “mewafatkan engkau” tetapi bermakna
kontekstual, yakni “menidurkan engkau”, sebagaimana dijelaskan Ibnu Katsir
bahwa yang dimaksud dengan اَلْوَفَاةُ “wafat” terkait Nabi Isa 'alaihis salam adalah
اَلنَّوْمُ yang artinya “tidur”. (Lihat Ibnu
Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim, Bairut, Dar Ibn Hazm, 2000, hal.
368).
Pemaknaan kontekstual seperti itu
berimplikasi bahwa Nabi Isa 'alaihis salam belum wafat atau masih hidup
baik secara fisk maupun non-fisik karena mereka meyakini Allah mengambil ruh
dan jasad Nabi Isa secara bersama sama untuk diangkat ke langit dalam keadaan
tidur. Implikasi berikutnya adalah mereka memahami bahwa Nabi Isa akan turun ke
bumi dengan jasad dan ruhnya di masa depan berdasarkan hadits-hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Para ahli tafsir yang memilih
pemaknaan seperti ini selain Ibnu Katsir, adalah Al Baidhawi, Syaikh Thanthawi,
Ibnu Taimiyah, dan lain sebagainya.
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Meskipun terdapat dua kubu ahli tafsir yang
berbeda pendapat tentang sudah wafatnya Nabi Isa 'alaihis salam, namun
sebagian besar umat Islam sepakat bahwa Nabi Isa 'alaihis salam masih
hidup sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Athiyah dalam kitab tafsirnya Al-Muharrar
Al-Wajiz sebagai berikut:
وَأَجْمَعَتِ
الْأُمَّةُعَلَى مَا تَضَمَّنَهُ الْحَدِيثُ الْمُتَوَاتِرُمِنْ: «أَنَّ عِيسَى
فِي السَّمَاءِ حَيٌّ،وَأَنَّهُ يَنْزِلُ فِي آخِرِالزَّمَانِ، فَيَقْتُلُ
الْخِنْزِيرَ، وَيَكْسِرُالصَّلِيبَ، وَيَقْتُلُ الدَّجَّالَ، وَيَفِيضُ
الْعَدْلُ، وَتَظْهَرُ بِهِ الْمِلَّةُ، مِلَّةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيَحُجُّ الْبَيْتَ، وَيَعْتَمِرُ، وَيَبْقَى فِي الْأَرْضِ
أَرْبَعًا وَعِشْرِينَ سَنَةً» وَقِيلَ:
أَرْبَعِينَ
سَنَةً ثُمَّ يُمِيْتُهُ اللهُ تَعَالَى
Artinya: “Umat Islam sepakat untuk meyakinkan
kandungan hadis yang mutawatir bahwa Nabi Isa hidup di langit. Beliau akan
turun di akhir zaman, membunuh babi, mematahkan salib, membunuh Dajjal,
menegakkan keadilan, agama Nabi Muhammad menjadi menang bersama beliau, Nabi
Isa juga berhaji dan umrah, dan menetap di bumi selama dua puluh empat. Ada
juga yang menyakan 40 tahun dan kemudian Allah mewafatkannya.” (lihat Ibnu
Athiyyah, al-Muharrar al-Wajiz, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001,
Juz I, hal. 444).
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Menyikapi khilafiyah di bidang keyakinan
sebagaimana diuraikan di atas, umat Islam tidak perlu berkecil hati ataupun
mengkhawatirkan sesuatu sebab masalah ini bukanlah masalah keimanan yang
bersifat fundamental, melainkan lebih merupakan perbedaan biasa karena secara
umum merupakan perbedaan budaya. Masing-masing umat Islam baik yang percaya
maupun tidak percaya bahwa Nabi Isa alaihis salam masih hidup tidak berisiko
menanggung apa pun sebab persoalan ini bukan masalah qath’i. Mereka tetap
sama-sama mukmin dan bukan kafir.
جَعَلَنا
اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ
عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
باَرَكَ
اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ
وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ
رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا
وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ
ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama
Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar