Indonesia Bubar? (II)
Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Di akhir era DP (Demokrasi Pancasila), kedaulatan negara menjadi
oleng ketika dihadapkan kepada krisis yang parah itu. Rezim Orba terpaksa
bertekuk lutut kepada tekanan lembaga keuangan dunia seperti IMF (International
Monetary Fund) dan Bank Dunia.
Maka, berlakulah bencana perbankan yang terkenal itu: BLBI
(Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) sebesar Rp 600 triliun kepada bank-bank
swasta yang nyaris bangkrut akibat krisis moneter itu. Ironisnya, kemudian
pemilik beberapa bank swasta yang telah ditalangi negara ini malah
menyelewengkan bantuan itu. Sampai sekarang skandal BLBI ini belum juga
selesai.
Lagi, sebuah rezim yang menyebut dirinya sebagai pelaksana DP
berujung dengan kehancuran. Presidennya dihujat selama bertahun-tahun akibat
dari krisis yang menyengsarakan rakyat banyak itu. Tetapi, apakah Indonesia
bubar?
Ternyata juga tidak. Indonesia bertahan sebagai bangsa dan negara
dengan luka-luka dalam yang meremukkan sekujur tubuhnya. Di atas kuburan DP
itulah kemudian ditegakkan sebuah sistem DTN yang berlangsung sudah 20 tahun
sampai hari ini.
Banyak kemajuan yang dicapai, di samping sisi-sisi boroknya yang
juga tidak kurang. Di antaranya amendemen UUD 1945 yang tergopoh-gopoh sehingga
kata orang antara kaki dan kepalanya sudah tidak tersambung.
Selama 20 tahun ini, Indonesia telah menampilkan lima presiden: BJ
Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono,
dan Joko Widodo. Selama 10 tahun (2004-2014) Indonesia berada di bawah
kekuasaan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), sedangkan yang 10 tahun lainnya
dibagi antara empat presiden.
Dan Presiden Joko Widodo masih akan berlanjut sampai tahun 2019,
untuk kemudian terbuka kemungkinan untuk dipilih kembali.
Selama 10 tahun di bawah SBY, Indonesia relatif tenang, sekalipun
tidak terlihat pembangunan infrastruktur yang berarti. Bahkan kabarnya,
sejumlah proyek vital dibiarkan mangkrak yang mesti diselesaikan oleh
pemerintah berikutnya.
Oleh SBY, kelompok-kelompok radikal juga diakomodasi sehingga
mereka berhasil melakukan konsolidasi kekuatannya masing-masing dengan lebih
leluasa. Akibatnya, pemerintah berikutnya mewarisi racun radikalisme ini.
Sistem kekuasaan yang mau berbaik dengan semua kelompok yang destruktif
sekalipun adalah pertanda kurang percaya diri.
Fenomena gagap menghadapi kelompok radikal ini juga masih terlihat
di masa pemerintahan Jokowi-JK. Celakanya lagi, kelompok-kelompok ini juga
dipelihara oleh partai-partai politik tertentu untuk kepentingan pragmatismenya
masing-masing.
Tahun 2018-2019 adalah tahun-tahun politik yang penuh gesekan,
mungkin keras. Di saat-saat semacam ini, politisi yang punya potensi sebagai
negarawan perlu berpikir tenang untuk jangka panjang. Jangan biarkan bangsa ini
terbelah oleh politik kepentingan sesaat. Taruhannya akan sangat tinggi: hari
depan bangsa ini bisa terancam oleh perpecahan politik yang tunamartabat dan
tunamoral.
Saya masih percaya, politisi yang berwawasan kebangsaan dan sangat
mencintai negeri ini dengan sepenuh hati masih ada sekalipun jumlahnya tidak
banyak. Mereka inilah bersama dengan komponen bangsa yang lain yang punya hati
nurani dan akal sehat perlu memelihara kerukunan nasional dan kebinekaan
masyarakat kita yang kaya raya.
Di saat-saat kritikal, orang-orang baik tidak boleh diam. Mereka
mesti turun ke gelanggang. Kata Iqbal: “Bergerak dengan dosa lebih baik dari
pada diam berpahala!”
Akhirnya pertanyaan: apakah Indonesia akan bubar pada 2030?
Pertanyaan ini tidak perlu dijawab dengan cacatan bahwa kita semua sebagai anak
bangsa tetap menjaga pilar-pilar dan ikatan kebangsaan kita dengan penuh
tanggung jawab, kompak, dan dengan sikap toleransi yang tinggi. Kohesi sosial
kita jangan sampai longgar, tetapi negara juga wajib mengatasi ketimpangan
sosial-ekonomi yang masih tajam sekarang ini.
Insya Allah, Indonesia masih akan bertahan lama, lama sekali.
Igauan sementara orang tentang bubarnya Indonesia jangan sampai menggoyahkan
semangat dan tali pengikat kebangsaan kita. []
REPUBLIKA, 10 April 2018
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar