Rabu, 21 Februari 2018

Zuhairi: Babak Baru Perseteruan Iran vs Israel



Babak Baru Perseteruan Iran vs Israel
Oleh: Zuhairi Misrawi

Jatuhnya pesawat tempur F-16 milik Israel di wilayah bagian utara Israel yang berbatasan langsung dengan Suriah menjadi kabar besar di Timur-Tengah. Sejak 1982, peristiwa jatuhnya pesawat Israel baru terulang sekarang. Butuh waktu 36 tahun untuk mengulanginya. Pasalnya, Israel selama ini dikenal mempunyai peralatan tempur yang supercanggih, karenanya membuat negara-negara Timur-Tengah lainnya bertekuk lutut.

Israel berupaya menutup-nutupi kabar pilu tersebut dengan membesar-besarkan jatuhnya drone milik Iran. Tapi nasi sudah jadi bubar, jatuhnya pesawat tempur F-16 milik Israel telah tersebar luas. Israel harus menerima kenyataan, bahwa lawan-lawannya di Timur-Tengah sudah mempunyai persenjataan canggih juga.

Iran diduga kuat berada di balik jatuhnya pesawat tempur F-16 milik Israel. Maklum, Iran mengerahkan segala kekuatannya untuk menjaga kedaulatan Bashar Asad di Suriah, termasuk melindungi dari gempuran Israel di perbatasan dataran tinggi Golan. Iran dalam beberapa tahun terakhir telah mengembangkan persenjataannya untuk pertahanan dan serang. Mereka telah membeli persenjataan dari Rusia dan China. Walhasil, mereka berhasil meluluhlantakkan pesawat tempur F-16 milik Israel.

Sontak, peristiwa ini menjadi berita besar yang akan menjadi babak baru perseteruan Iran vs Israel. Sejak Revolusi Islam Iran bergelayut pada 1979, Iran telah meneguhkan komitmennya bersama-sama dengan Palestina untuk melawan penjajahan Israel. Sebab itu, politik luar negeri Iran terkait Israel merupakan satu-satunya negara di kawasan Timur-Tengah yang mempunyai satu sikap: melawan penjajahan Israel di tanah Palestina!

Meskipun demikian, kedua negara tersebut tidak pernah terlibat langsung dalam perang. Keduanya kerap menggunakan proksi masing-masing. Iran menggunakan Hamas di Palestina, Hizbullah di Lebanon, dan Bashar al-Asad di Suriah. Sedangkan Israel menggunakan beberapa negara di Timur-Tengah, seperti Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab dan beberapa negara Teluk lainnya untuk menentang Iran.

Di Suriah, Israel berusaha sekuat tenaga mendorong untuk melumpuhkan Bashar al-Asad mitra strategis Iran. Menentang Asad sama halnya dengan menentang Iran. Kelompok oposisi yang mempunyai agenda untuk mengenyahkan Asad mendapatkan sokongan sepenuhnya dari Israel, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Bagi Iran, melawan Israel dalam pertarungan di Suriah merupakan sebuah keniscayaan. Iran akan mempertahankan rezim Asad apapun harga yang harus dibayar, karena kehilangan Asad berarti akan mengancam kedaulatan Iran. Suriah sangat penting bagi Iran, karena negara ini berbatasan langsung dengan Israel. Perlawanan terhadap Israel bisa dilakukan melalui Suriah. Konon, Iran membangun pusat reaktor nuklir di Dar al-Zour yang sengaja dipersiapkan untuk membumihanguskan Israel.

Maka dari itu, peristiwa jatuhnya pesawat tempur F-16 milik Israel menjadi kabar penting bagi Iran. Bahkan, mereka menganggap peristiwa tersebut sebagai kemenangan, setidak-tidaknya memberikan dorongan moral. Selalu ada harapan untuk mengalahkan Israel.

Di saat negara-negara Timur-Tengah memilih untuk bergandengan tangan dengan Israel karena mereka realistis melihat kekuatan militer Israel dan kekalahan demi kekalahan yang dialami dalam melawan Israel, Iran justru melangkah terdepan untuk melawan penjajahan Israel.

Jatuhnya F-16 menjadi oase bagi krisis politik di Iran, karena dapat mempersatukan kubu reformis dan kubu konservatif. Keberhasilan menjatuhkan pesawat canggih Israel dapat menjadi motivasi untuk mengencangkan perlawanan terhadap Israel. Jatuhnya F-16 telah mempersatukan kubu-kubu politik yang selama ini berkonflik di Iran.

Namun, langkah Iran untuk melawan Israel tidak mudah. Amerika Serikat akan menyokong Israel dengan segala upaya yang dimiliki. Apalagi Trump mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Israel. Bagi Amerika Serikat, melindungi Israel dari segala ancaman musuh merupakan sebuah komitmen yang tidak bisa ditawar lagi.

Di Suriah, Amerika Serikat berada di barisan terdepan untuk melengserkan Bashar al-Asad. Itu artinya, Amerika Serikat akan berupaya sekuat tenaga melumpuhkan Iran yang sejak 2012 bersama Bashar al-Asad. Amerika Serikat akan menggunakan berbagai cara untuk menjadikan Iran sebagai musuh bersama, termasuk rencana Trump untuk menggagalkan kesepakatan nuklir yang sudah dilakukan Presiden Obama.

Meskipun demikian, langkah Amerika Serikat tidak akan mudah menaklukkan Iran. Rusia selama ini merasa nyaman dengan Iran dan Bashar al-Asad sebagai mitra strategis di kawasan Timur-Tengah. Rusia tidak akan membiarkan Asad dilengserkan dan tidak akan membiarkan Iran diobok-obok oleh Amerika Serikat dan Israel. Apalagi Israel bertekuk lutut pada Rusia. Bahkan Putin berhasil menekan Netanyahu agar tidak melakukan balasan atas jatuhnya F-16.

Dalam ranah yang lebih luas, apa yang terjadi di Timur-Tengah sesungguhnya manifestasi dari peta geopolitik yang lebih besar, yaitu Amerika Serikat vs Rusia. Pada saat ini, Rusia menjadi aktor penting dalam politik Timur-Tengah, khususnya Suriah. Bayangkan, Presiden Bashar al-Asad bisa bertahan sejak digoyang pada 2011. Berbagai manuver politik dan militer tidak mampu melengserkan Bashar al-Asad.

Ali Anuzila dalam al-'Araby al-Jadid menyatakan, perang Iran vs Israel tidak akan pernah terjadi selama Rusia masih mempunyai peran strategis di Timur-Tengah. Kelebihan Rusia karena bisa mengendalikan Iran dan Israel untuk kepentingan politiknya di Timur-Tengah. Apalagi semua menyadari, jika perang Iran dan Israel terjadi, maka akan memicu instabilitas politik yang lebih besar di Timur-Tengah. Bahkan bisa menjadi Perang Dunia III.

Namun, jatuhnya pesawat tempur F-16 milik Israel telah memberikan kepercayaan yang tinggi bagi Iran dan Bashar al-Asad, bahwa mereka mempunyai kekuatan yang bisa memberikan perlawanan terhadap Israel. Apa yang dibayangkan negara-negara Timur-Tengah lainnya, bahwa Israel tidak bisa dilawan dan karenanya harus dirangkul, ternyata juga bisa dilawan dengan menggunakan persenjataan yang canggih.

Israel mestinya mengambil pelajaran berharga, bahwa dunia sudah berubah. Tidak selamanya juga Israel akan unggul. Apalagi jika Turki bergabung dengan Iran untuk melawan Israel, maka akan menjadi kekuatan besar yang sangat menakutkan. Mengingat secara militer Turki dan Iran merupakan dua kekuatan besar di Timur-Tengah saat ini. []

DETIK, 15 Februari 2018
Zuhairi Misrawi | Intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute

Tidak ada komentar:

Posting Komentar