Kagetnya Pemerintah
Arab Saudi saat Membongkar Makam Syekh Nawawi
Telah menjadi
kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah dikubur selama setahun
kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian diambil dan
disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu
dikuburkan di tempat lain di luar kota.
Lubang kubur yang
dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih
berganti. Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, pejabat
atau orang biasa, saudagar kaya atau orang miskin, sama terkena kebijakan
tersebut.
Inilah yang juga
menimpa makam Syaikh Nawawi Al-Bantani. Setelah kuburnya genap berusia satu
tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya.
Tetapi yang terjadi
adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang
belulang seperti biasanya. Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih
utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet atau tanda-tanda pembusukan seperti
lazimnya jenazah yang telah lama dikubur.
Bahkan kain putih
kafan penutup jasad beliau tidak sobek dan tidak lapuk sedikit pun.Terang saja
kejadian ini mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi
atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang
atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang
sembarangan.
Langkah strategis
lalu diambil. Pemerintah Arab Saudi melarang membongkar makam Syekh Nawawi
Al-Bantani. Jasad beliau lalu dikuburkan kembali seperti sediakala. Hingga
sekarang makam beliau tetap berada di Ma'la, Mekkah.
Syekh Nawawi Al-Jawi
Al-Bantani (1813-1898)
Nama lengkapnya ialah
Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin Arabi al-Jawi al-Bantani. Ia
dilahirkan di Tanara, serang, Banten, pada tahun 1230 H/1813 M. Ayahnya seorang
tokoh agama yang sangat disegani. Ia masih punya hubungan nasab dengan Maulana
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (Cirebon).
Pada usia 15 tahun,
Nawawi muda pergi belajar ke Tanah Suci Mekkah, karena saat itu Indonesia –yang
namanya masih Hindia Belanda- dijajah oleh Belanda, yang membatasi kegiatan
pendidikan di Nusantara. Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Indonesia untuk
menyalurkan ilmunya kepada masyarakat.
Tak lama ia mengajar,
hanya tiga tahun, karena kondisi Nusantara masih sama, di bawah penjajahan oleh
Belanda, yang membuat ia tidak bebas bergiat. Ia pun kembali ke Makkah dan
mengamalkan ilmunya di sana, terutama kepada orang Indonesia yang belajar di
sana.
Banyak sumber
menyatakan Syekh Nawawi wafat di Makkah dan dimakamkan di Ma’la pada 1314
H/1897 M, namun menurut Al-A’lam dan Mu’jam Mu’allim, dua kitab yang membahas
tokoh dan guru yang berpengaruh di dunia Islam, ia wafat pada 1316 H/1898 M.
Peran strategis bagi
dunia dan Indonesia
Syekh Nawawi
Al-Bantani adalah satu dari tiga ulama Indonesia yang mengajar di Masjid
Al-Haram di Makkah Al-Mukarramah pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dua yang
lain ialah muridnya, Ahmad Khatib Minangkabau dan Syekh Mahfudz Termas. Ini
menunjukkan bahwa keilmuannya sangat diakui tidak hanya di Indonesia, melainkan
juga di semenanjung Arab.
Syekh Nawawi sendiri
menjadi pengajar di Masjid al-Haram sampai akhir hayatnya yaitu sampai 1898,
lalu dilanjutkan oleh kedua muridnya itu. Wajar, jika ia dimakamkan berdekatan
dengan makam istri Nabi Muhammad, Khadijah ra di Ma’la.
Syekh Nawawi Al-Bantani
mendapatkan gelar Sayyidu Ulama’ al-Hijaz yang berarti Sesepuh Ulama Hijaz atau
Guru dari Ulama Hijaz atau Akar dari Ulama Hijaz. Yang menarik dari gelar di
atas adalah beliau tidak hanya mendapatkan gelar Sayyidu ‘Ulama al-Indonesi
sehingga bermakna, bahwa kealiman beliau diakui di semenanjung Arabia, apalagi
di tanah airnya sendiri.
Selain itu, beliau
juga mendapat gelar al-imam wa al-fahm al-mudaqqiq yang berarti Tokoh dan pakar
dengan pemahaman yang sangat mendalam. Snouck Hourgronje member gelar “Doktor
Teologi”. []
(Fathoni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar