Perbedaan
Allah, Rabb, dan Ilah
Oleh:
Nasaruddin Umar
Ayat
kedua surah al-Fatihah menegaskan: Alhamdulillah Rabb al- A'alamin (Segala puji
bagi Allah Tuhan segenap alam). Allah SWT tidak mengatakan Alhamdulli Rabb
al-'alamin (segala puji bagi Tuhan segenap alam).
Dalam
artikel terdahulu sudah dijelaskan secara umum tentang Allah sebagai nama bagi
Zat Yang Maha Agung (lafdh al-jalalah), tidak boleh ada sesuatu apa pun berhak
menggunakan nama itu selain diri-Nya. Kata ini mutlak hanya nama-Nya Dia Yang
Maha Tunggal (Ahadiyyah). Karena itu, kata Allah satu-satunya nama Tuhan yang
tidak memiliki bentuk jamak.
Berbeda
dengan kata Rabb yang mempunyai bentuk jamak (arbab) dan kata Ilah yang juga
memiliki bentuk jamak (alihah). Kata Allah yang tergabung dari huruf alif, lam,
lam, ha memiliki keunikan yang tidak terjadi pada nama-nama lain-Nya. Jika
dibuang huruf alif masih tetap terbaca "lillah" berarti "untuk
Allah". Jika dibuang satu huruf lam maka masih tetap terbaca
"lahu" berarti "untuk-Nya". Jika dibuang semua huruf lam
maka masih tetap dapat dibaca "Hu" kata ganti (dhamir) dari Allah
berarti "Dia".
Nama ini
sulit dilacak akar katanya dari mana. Ada yang mengatakan, dari bahasa Hebrew
(Ibrani), "El" kemudian membentuk kata "Eloh" berarti
Tuhan. Ada yang mengatakan dari bahasa Arab sendiri, seakar kata yang membentuk
kata Ilah, yakni aliha-ya'lahu berarti menyembah, mengabdi, kemudian Ilah
berarti Tuhan. Allah nama dari diri-Nya sebagai Ahadiyyah, sebagai entitas
utama dan pertama (al-ta'ayyun alawwal).
Sedangkan
kata Rab nama dari diri-Nya sebagai entitas kedua (al-ta'ayyun al-tsani). Nama
Rabb selevel dengan al-Asma al-Husna. Meskipun dikatakan entitas kedua, tetapi
masih tetap keberadaan-Nya (al-hadharat al-Ilahi), karena itu disebut entitas
permanen (al-a'yran al-tsabitah). Entitas ini tidak termasuk kategori dalam
dalam arti entitas-entitas selain Allah (kullu ma siwa Allah).
Entitas-entitas
berikutnya, yaitu entitas ketiga (al-ta'ayyun altsalits) dan seterusnya itulah
yang disebut alam. Meskipun alam bukan diri-Nya, tetapi merupakan manifestasi
lanjutan (tajalli) dari diri-Nya.
Kata Rabb
adalah nama Tuhan dalam level Wahidiyyah. Lafaz Rabb tidak termasuk dalam al-
Asma al-Husna, tetapi mungkin bisa disebut sebagai cover dari totalitas
nama-nama-Nya yang tergabung di dalam al-Asma' al-Husna. Kata Rabb juga
digunakan sebagai nama terhadap Tuhan lain selain Allah SWT. Rab juga mempunyai
bentuk jamak, yaitu arbab (Tuhan-tuhan). Berbeda dengan kata Allah tidak
memiliki bentuk mufrad, apa lagi jamak.
Penggunaan
kata Rabb banyak digunakan di dalam Alquran, khususnya ayat-ayat Makkiyah.
Ayat-ayat yang turun di Madinah lebih banyak menggunakan nama eksplisit Allah
SWT.
Ayat-ayat
pendek yang tergabung di dalam juz 'Amma pada umumnya menggunakan kata
"Rabb". Ayat yang paling pertama Allah turunkan ialah Iqra' biismi
Rabbik (bacalah dengan nama Tuhanmu), bukannya menggunakan Iqra' biism Allah
(Bacalah dengan nama Allah).
Hal ini
bisa dipahami karena kata Allah belum begitu familiar dalam masyarakat Arab
saat itu. Yang lebih popular ialah Rabb. Contoh kasus terjadi ketika Perjanjian
Hudaibiyah, sebagaimana diungkapkan dalam hadis Bukhari, yang menceritakan
pimpinan delegasi kaum kafir Quraisy, menolak kalimat pembuka perjanjian:
Bismillah al-Rahman al-Rahim, lalu mengusulkan gantinya: Bismik Allahumma.
Kata
"Allahumma" biasa disinonimkan dengan "Ya Rabb". Nabi pada
akhirnya menerima usulan tersebut. Seolah-olah nabi tidak mempersoalkan kata
Allah dan Rabb. []
REPUBLIKA,
15 Februari 2018
Nasaruddin
Umar ; Imam Besar Masjid Istiqlal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar