Saatnya Silent Majority Bicara
Oleh: Nasaruddin Umar
SETELAH aktivitas bom yang dilakukan kelompok radikal, akhir-akhir
ini muncul peristiwa 'kebetulan' yang menewaskan sejumlah ulama kita. Para
pelakunya teridentifikasi sebagai 'orang gila'. Sama dengan pelaku pengeboman,
mereka sering dibahasakan dengan segelintir kelompok lama yang mengklaim diri
paling Islam.
Kelompok yang tegas dan tidak setengah hati menyerang ideologi
terorisme ialah kelompok kecil yang sering diklaim sebagai kelompok pemikir
liberal. Di mana posisi mainstream muslim yang sering disebut silent majority?
Mengapa mereka seperti tidak berani speak out menyatakan terorisme itu ajaran
sesat? Mengapa mereka membiarkan diri diklaim kelompok-kelompok kecil?
Kesemuanya ini perlu dijawab dengan penuh kearifan.
Fenomena yang sudah lazim terjadi ialah sekelompok minoritas
'menyandera' Islam, dan secara ahistori menerapkan ayat dan hadis untuk
membenarkan tujuan dan gerakan mereka. Akibatnya, tanpa rasa berdosa mereka
melayangkan nyawa orang tak berdosa. Mereka seenaknya berbuat anarkistis yang
sesungguhnya kontraproduktif dengan Islam itu sendiri.
Sekelompok lain lagi memahami ayat dan hadis sekehendak hatinya.
Bebas mereduksi sejumlah ayat dan hadis dengan mendramatisasi sedemikian rupa
sabab nuzul ayat dan sabab wurud hadis untuk mengakomodasi tren pemikiran yang
katanya humanistik.
Akibatnya antara lain, lahirlah gagasan 'indahnya perkawinan
sejenis' yang seakan melegalkan kehidupan lesbi dan homoseksual. Belum lagi
kelompok ideologi transnasional dan kelompok politik praktis yang berusaha
mengambil kaveling di dalam kelompok silent majority ini.
Okelah kalau tidak mau terlibat dengan pertarungan kepentingan di
antara umat. Akan tetapi, mengapa kelompok silent majority juga diam terhadap
ancaman global kemanusiaan, semisal pemanasan global, kerusakan alam, maraknya
narkoba dan HIV/AIDS, serta meningkatnya kriminalitas dan musuh-musuh
kemanusiaan lainnya? Bukankah ini semua ancaman terhadap dlaruriyat al-khamsah
dan tidak sejalan dengan maqashi al-syari’ah?
Sehubungan dengan ini, menarik untuk disimak temuan survei Gallup
Poll News Service belum lama ini yang mengambil sampel 35 negara mayoritas
muslim, termasuk Indonesia. Puluhan ribu responden secara acak dengan
metodologi khusus digunakan. Poll ini menunjukkan kelompok silent majority
lebih mengharapkan kehidupan masa depan yang lebih tenang, terutama untuk
mendapatkan job/pekerjaan yang layak.
Disusul kemudian dengan suasana demokratis dan dengan tetap
mengharapkan agama menjadi nilai-nilai sosial yang hidup. Dalam poll ini juga
terungkap kelompok mainstream muslim mengharapkan ulama lebih fokus membimbing
umat, tidak perlu terlibat langsung dalam dunia politik, meskipun pada satu
sisi pemimpin pemerintahan diharapkan mengedepankan moral dan etika agama.
Jihad dalam Islam agar diarahkan kepada hal-hal yang konstruktif,
tidak setuju dengan cara-cara kekerasan apalagi teroris. Jika harus terjadi
perang, jangan sampai penduduk sivil jadi korban. Kaum perempuan muslim
mengharapkan kesetaraan gender. Dunia Barat pun agar lebih membuka diri dan
respek terhadap dunia Islam. []
MEDIA INDONESIA, 15 Februari 2018
Nasaruddin Umar ; Imam Besar Masjid Istiqlal
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar