Ketegasan Umar saat
Mendengar Warganya Disakiti Putra Gubernur Mesir
Selain memiliki
perasaan yang halus dan peka terhadap persoalan umatnya, salah satu sahabat
Nabi Muhammad Sayydina Umar bin Khattab dikenal dengan sikapnya yang tegas
terhadap segala sesuatu yang batil. Apalagi hal itu menyangkut martabat
warganya yang tersakiti orang lain.
Kehidupan Khalifah
Umar tidak lepas dari memperhatikan kesejahteraan, keamanan, dan keadilan
warganya. Suatu ketika Umar mendapat laporan bahwa putra Gubernur Mesir telah
menempeleng seorang warga negara tanpa sebab berarti dibanding perlakuan yang
telah didapatnya itu.
Seketika, Umar segera
memanggil sang Gubernur yang tak lain adalah ‘Amar bin Al-Ash untuk mengadapkan
putranya dan mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dinilai sewenang-wenang
itu.
Di hadapan Gubernur
Mesir dan putranya itu, Khalifah Umar memperlihatkan ketegasannya dengan
kata-kata yang hingga kini termasyhur menjadi sebuah doktrin. Umar berkata:
Ilaa mataa
ista’badtum an naasa wa qod waladathum ummahatuhum ahroron? (Sampai kapan
kalian memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam
keadaan merdeka?)
Konon, menurut
riwayat yang diceritakan oleh KH Saifuddin Zuhri dalam buku karyanya Berangkat
dari Pesantren (2013) itu, doktrin Sayyidina Umar tersebut yang menguatkan
jalan perjuangan para kiai dan ulama di Indonesia dalam mengusir penjajah dari
tanah air.
Dalam sejarahnya,
keprihatinan dan peran sentral para kiai dari kalangan pesantren dalam
menghidupkan kesadaran bangsa Indonesia untuk merdeka dari kungkungan penjajah
begitu tinggi.
Bahkan atas
langkahnya itu, pesantren selalu mendapat sorotan dari pihak kolonial karena
dianggap mampu memobilisasi kekuatan rakyat untuk melakukan perlawanan. Bagi
bangsa Indonesia, perlawanan wajib dilakukan kepada penjajah atas perlakukannya
yang tidak berperikemanusiaan. []
(Fathoni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar