Dukun Politik (Kuhana)
Oleh: Nasaruddin Umar
DALAM tradisi Arab jahiliah, setiap pergantian pemimpin (suksesi)
selalu diwarnai berbagai intrik politik. Berbagai cara dilakukan para kandidat
untuk meraih ambisi politik mereka. Salah satu di antaranya ialah membayar
dukun-dukun politik yang dalam tradisi Arab disebut kuhana, bentuk jamak dari
kata kahin yang berarti dukun. Kuhana bukan hanya berfungsi untuk meramal masa
depan tuannya, melainkan juga untuk memberikan pertimbangan guna memuluskan
kebijakan sang raja di dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya. Biasanya
kuhana menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan istana. Setiap kebijakan
istana biasanya dikonfirmasi terlebih dahulu kepada kuhana, apakah akan aman
atau resistan. Selanjutnya, jika resistansinya tinggi, dicarikan cara bagaimana
memuluskan pelaksanaan kebijakan itu.
Kuhana sudah dikenal semenjak dahulu kala. Para kuhana pernah
memberitahu Raja Firaun kalau akan ada yang akan menggantikannya sebagai raja
dan calon penggantinya sudah di dalam kandungan, sebentar lagi akan lahir.
Firaun segera bereaksi dengan menginstruksikan semua perempuan hamil dibunuh.
Hanya ibunya Nabi Musa yang selamat karena kandungannya tidak kelihatan
meskipun usia kandungannya sudah tua. Setelah para algojo menjalankan tugas,
Firaun bertanya lagi kepada kuhana-nya, apakah calon yang akan menggantinya
sudah ikut mati. Maka, dijawab tidak sempat dibunuh dan sekarang sudah lahir
menjadi bayi yang sehat. Akhirnya semua bayi diinstruksikan untuk dibunuh.
Satu-satunya bayi yang selamat ialah Musa, karena ketika algojo
memerika rumahnya, ia dimasukkan ke oven pembakaran roti yang sedang menyala.
Namun, para algojo tidak sempat membuka oven itu karena mengira tidak mungkin
ada anak yang bisa hidup di dalam pembakaran roti yang sedang menyala.
Begitulah seterusnya sampai Nabi Musa betul-betul menggantikan posisi Firaun
menjadi penguasa Mesir saat itu.
Laris
Dalam zaman pemerintahan Muawiyah dan Abbasiah, praktik kuhana memegang peran penting. Menjelang suksesi kepemimpinan, para anggota kerajaan berlomba-lomba mencari kuhana untuk menentukan nasib hidupnya. Para kahin pasti akan kaya raya menjelang suksesi karena terlalu banyak yang memanfaatkan jasanya. Cerita-cerita yang sama juga sering terdengar setiap kali terjadi suksesi di Tanah Air. Banyak sekali kandidat yang berlomba-lomba mencari jasa sang kahin. Bisa dibayangkan, pasti sang kahin akan kaya mendadak karena kahin saat ini menjadi sebagai lembaga jasa. Apalagi tahun ini sering disebut tahun politik bagi Indonesia, mengingat pilkada akan berlangsung serentak di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota. Biasanya menjelang pemilu dukun politik (kuhana) ikut laris.
Para kuhana memiliki berbagai kemampuan supernatural sebagai
akibat amalan-amalan khusus yang telah diperoleh melalui guru atau pembimbing
spiritualnya. Biasanya untuk sampai menjadi kahin yang mumpuni harus melewati
beberapa tahapan ritual, mirip yang dilakukan orang yang ingin memperoleh ilmu
kanuragan. Ada juga sebagian kecil memperolehnya dengan cara wangsit, mirip
dengan ilham. Kuhana pada umumnya dikenal lebih dekat kepada black magic atau
paling tidak guru tempatnya belajar menempuh cara-cara yang tidak lazim di
dalam agama dan logika sehingga sejumlah praktik perolehan ilmunya dianggap kontroversi.
Kuhana lebih populer karena banyak didatangi para selebritas
seperti pebisnis, pejabat, artis, dan politisi. Para selebritas yang datang ada
yang dari kalangan politisi yang mau meminta bantuan untuk memperoleh kedudukan
lebih baik, dari kalangan artis yang ingin produknya lebih disukai masyarakat,
kalangan bisnis yang ingin usahanya lebih maju, serta para pejabat yang ingin
jabatannya bertahan atau naik lebih tinggi lagi. Di samping kuhana, masih ada
satu kelompok lagi yang lebih dikenal dengan julukan hukama, yatu ahli hikmah
atau makrifat, yaitu orang-orang yang diberi anugerah oleh Tuhan mengetahui
yang gaib atau menyingkap rahasia-Nya. Upaya-upaya yang dilakukan untuk
memahami makrifat dan ilmu-ilmu tingkat tinggi itu antara lain dengan melakukan
olah batin (mujahadah, riyadhah), seperti menekuni ibadah-ibadah wajib dan
sunah, menjauhi seluruh larangan-larangan Tuhan, dan melakukan berbagai amal
kebajikan dengan setulus-tulusnya.
Sebagai imbalannya, Tuhan menganugerahkan kepadanya berbagai
keutamaan, seperti atas kehendak-Nya ia mampu mengobati penyakit dengan doa.
Mampu menunjukkan tanda-tanda karamah (kekeramatan) seperti kemampuan untuk
berpuasa berhari-hari, berjalan di atas air, memberikan ketenteraman dan
pemenuhan hajat-hajat orang lain melalui doanya. Hukama juga banyak diserbu
para selebritas seperti yang ramai mendatangi para kuhana.
Hati-hati
Kuhana dan hukama berbeda tipis. Bahkan fungsinya pun juga memiliki persamaan. Ada hukama yang juga dipanggil sebagai kiai karena memang memiliki pondok pesantren. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan kiai atau hukama itu juga seniman sehingga sulit membedakannya dengan tokoh kuhana yang lain. Sebaliknya ada beberapa kuhana yang penampilan sehari-harinya alim, menyerupai ustaz. Apalagi memang ada sejumlah tokoh yang sulit dibedakan dirinya sebagai hukama atau kuhana. Kalangan kuhana ada yang juga ilmunya mumpuni seperti kiai. Sebaliknya ada kiai memiliki keterampilan seperti kuhana. Tokoh yang demikian inilah yang juga menjadi selebritas, laku di mana-mana di dalam masyarakat. Perbedaan di antara keduanya bisa terlihat dari pengamalan syariah yang bersangkutan bersama para murid atau pelanggannya.
Para hukama umumnya memilki kekuatan syariah dan dan hakikat yang
dalam. Amalan-amalan, wirid, dan doa yang diberikan kepada muridnya umumnya
diracik dari ayat-ayat Alquran dan hadis. Para murid dan santrinya, selain
mendapatkan doa dan wirid khusus, juga mendapatkan wawasan dan ilmu pengetahuan
agama karena hukama lebih sering menjadi penceramah ketimbang membuka praktik
pengobatan dan penyembuhan. Bahkan, tidak sedikit di antaranya yang
menyembunyikan kemampuan-kemampuan supranatural yang dimilikinya. Berbeda
dengan kuhana, sering kali ditemukan mendramatisasi kemampuan yang dimilikinya
kepada orang lain, bahkan ada yang mengiklankan dirinya serbabisa untuk
mengobati berbagai penyakit dan menyelesaikan berbagai konflik dan tekanan
batin. Kadang-kadang juga di antara mereka memiliki semacam impresario, lembaga
jasa yang mengorbitkan dirinya.
Para kuhana tidak diragukan lagi orientasinya profit dan bisnis.
Ada di antara mereka memasang tarif yang besar dan itu bisa dimaklumi karena
mereka juga melibatkan banyak pihak lain. Hukama lebih banyak memberikan
pencerahan dan nilai manfaat kepada orang banyak, sedangkan kuhana banyak di
antaranya yang meresahkan masyarakat, bahkan tidak sedikit diadukan ke pihak
berwajib karena ada unsur penipuan, pelecehan seksual, dan kriminal lainnya.
Masyarakat perlu hati-hati membedakan di antara keduanya. []
MEDIA INDONESIA, 02 February 2018
Nasaruddin Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar