Pembagian Sisa Hasil Usaha
Koperasi
Pertanyaan:
Assalamualaikum Kiai. Nama saya Haryanto di
Bekasi, Saya ingin menanyakan bagaimana hukum uang/barang dari pembagian SHU
kepada setiap anggota koperasi itu. Soalnya selain usaha perdagangan dan jasa
juga usaha pinjaman dana yang berbunga (hanya kepada anggotanya), karena ini
koperasi karyawan perusahaan. Mohon penjelasannya terima kasih.
Wassalamu alaikum wr. Wb.
Jawaban:
Wa’alaikum Salam wr. wb.
Saudara Haryanto di Bekasi. Semoga kita semua
berada dalam lindungan Allah SWT. Pada dasarnya sistem koperasi lahir dari
semangat gotong-royong yang bermuara pada keuntungan bagi anggotanya. Setiap
anggota dengan terorganisir lewat wadah koperasi, bisa lebih berdaya dalam
mencapai tujuan-tujuan ekonominya.
Adapun koperasi dalam kajian fiqih bisa
ditarik ke dalam bab Syirkah. Syirkah merupakan hak milik dua atau lebih orang
atas sebuah barang. Bisa dibilang persekutuan beberapa pihak atas sebuah
kepemilikan yang diperjualbelikan dengan catatan keuntungan dan risiko kerugian
ditanggung bersama sesuai besaran modal yang disetorkan.
Lalu bagaimana dengan kasus yang
dipertanyakan di atas? Ada baiknya kita amati keterangan Syekh Zainuddin
Al-Malibari dalam Fathul Mu‘in.
فائدة:
أفتى النووي كابن الصلاح فيمن غصب نحو نقد أو بر وخلطه بماله ولم يتميز، بأن له
إفراز قدر المغصوب، ويحل له التصرف في الباقي
Penjelasan: Imam Nawawi seperti Ibnu Sholah
mengeluarkan fatwa perihal orang yang merampas misalnya sebuah mata uang atau
benih gandum lalu dicampurkan dengan miliknya hingga tidak bisa dibedakan mana
miliknya mana hasil ghosob. Menurut Imam Nawawi, pelaku yang bersangkutan bisa
membersihkan hartanya dengan mengeluarkan besaran barang rampasan dan ia halal
untuk menggunakan sisanya.
Menguraikan pernyataan itu, Sayid Bakri bin M
Sayid Syatho Dimyathi dalam karyanya I‘anatut Tholibin mengatakan.
لو
اختلط مثلي حرام كدرهم أو دهن أو حب بمثله له، جاز له أن يعزل قدر الحرام بنية
القسمة، ويتصرف في الباقي ويسلم الذي عزله لصاحبه إن وجد، وإلا فلناظر بيت المال.
واستقل بالقسمة على خلاف المقرر في الشريك للضرورة إذ الفرض الجهل بالمالك، فاندفع
ما قيل يتعين الرفع للقاضي ليقسمه عن المالك. وفي المجموع، طريقه أن يصرفه قدر
الحرام إلى ما يجب صرفه فيه، ويتصرف في الباقي بما أراد. ومن هذا اختلاط أو خلط
نحو دراهم لجماعة ولم يتميز فطريقه أن يقسم الجميع بينهم على قدر حقوقهم، وزعم
العوام أن اختلاط الحلال بالحرام يحرمه باطل. الخ أهـ
Andaikata tercampur barang serupa yang haram
seperti dirham, minyak, atau benih-benih dengan harta miliknya, maka ia boleh
menyisihkan besaran barang haram itu dengan niat membagi. Dan ia bisa
menggunakan sisanya lalu menyerahkan sebagian yang ia sisihkan kepada
pemiliknya kalau ada. Kalau pemiliknya tidak ada, baitul mal menjadi
alternatifnya. Secara darurat ia sendiri yang membagi karena menyalahi
ketentuan yang ditetapkan bersama sekutu lainnya. Karena itu, pendapat yang
mengatakan bahwa kasus ini tentu diangkat ke hakim agar ia mewakili pemilik
dalam membaginya, dengan sendirinya teranulir.
Dalam kitab al-Majemuk, Imam Nawawi
menunjukkan cara membersihkannya dengan menyerahkan besaran barang haram yang
tercampur itu kepada pihak atau lembaga yang berhak menerimanya. Dan ia bisa
menggunakan harta sisanya untuk apa saja. Atas dasar ini, tercampur atau
mencampurkan seperti dirham milik suatu perkumpulan yang tidak bisa dibedakan
antara milik mereka, maka cara pembersihannya ialah harta yang tercampur itu
harus dibagikan kepada semua anggota perkumpulan sesuai besaran hak yang mereka
miliki.
Adapun dakwaan orang awam sementara ini bahwa
bercampurnya harta halal dengan harta haram itu dapat mengubah status harta
halal menjadi haram, tidak benar. Demikian keterangan Imam Nawawi.
Dari keterangan di atas, menurut hemat kami
SHU yang pengambilannya didasarkan dari hasil perdagangan, maka tidak masalah.
Tetapi kalau diambil juga dari simpan-pinjam berdasarkan pada bunga, maka
sebaiknya diambil dengan catatan berikut.
Kalau SHU-nya merupakan campuran dari kedua
jenis usaha itu baik perdagangan maupun jasa peminjaman dana, maka SHU perdagangan
bisa dikenali lewat pembukuannya sehingga dapat diketahui mana SHU perdagangan
dan mana SHU jasa peminjaman dana. Dengan pembedaan itu, kita bisa menerima
besaran SHU perdagangan dan mengembalikan SHU jasa peminjaman dana.
Lalu bagaimana kalau SHU-nya berupa barang?
Menurut hemat kami, kita perlu memperkirakan lebih dahulu berapa besar nominal
keuntungan SHU perdagangan. Kalau harga barang lebih mahal dari taksiran
keuntungan secara nominal SHU perdagangan, maka kita perlu membayar berapa kekurangannya
dari angka keuntungan SHU perdagangan itu. Kurang lebihnya Wallahu a’lam.
Wallahul Muwaffiq ila Aqwami Thoriq.
Wassalamu ‘alaikum Wr Wb.
Alhafiz K
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar