Apakah
Kabinet Bisa Kompak?
Oleh :
Ahmad Syafii Maarif
Gonjang-ganjing
Kabinet Jkw-JK selama tahun 2015, mohon tidak diteruskan lagi pada tahun
2016 ini. Pemerintah harus mendapat kepercayaan penuh dari publik, sebab tanpa
itu, semua program kabinet betapa pun hebatnya tidak akan mencapai sasaran.
Sinisme akan tetap saja terdengar di mana-mana: ini kabinet gaduh!
Sejak
dilantik 0ktober 2014, apa yang sering disebut hak prerogatif presiden sesuai
dengan konstitusi, dalam realitas politik Indonesia sekarang tidak jalan. Nafsu
partai untuk menempatkan orangnya dalam kabinet demikian tinggi, sesuatu yang
sebenarnya sah-sah saja. Tetapi peta kabinet akan menjadi rusak dan runyam,
jika kompetensi mereka yang duduk di kabinet itu berada di bawah standar
sebagai seorang menteri. Untuk menilai itu, publik sekarang tidak bodoh
lagi, tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menggerutu. Radius
gerutuan ini akan menjadi meluas saat kinerja pemerintah tidak meyakinkan.
Filosofi
yang mendasariprogram yang telah dirancang dalam bentuk Nawacita pada ujungnya
akan sia-sia belaka, jika pemerintah tidak konsisten dengan apa yang telah
dikatakan. Gelombang neo-liberalisme yang sudah berjalan puluhan tahun di
negeri ini bahkan akan semakin ganas untuk semakin melumpuhkan Pasal 33 UUD
1945. Langkah Kabinet Jkw-JK sebegitu jauh belum menampakkan sinyal-sinyal
positif bahwa pasal 33 itu benar-benar dijadikan pedoman dalam pembelaan
terhadap rakyat. Memang sudah mulai dilaksanakan program BPJS, tetapi sama
sekali belum cukup, selama pihak asing atau agen-agennya masih saja menguasai
kekayaan bangsa dan negara ini.
Kritik
terhadap kecenderungan neo-liberalisme ini sudah banyak disuarakan oleh para
ahli, tetapi seperti dianggap angin lalu saja. Akhirnya, semua kritik itu
meredup begitu saja, tidak berdaya. Saya tidak tahu apakah memang arah
pembangunan nasional kita tidak perlu lagi mengacu kepada fasal 33 itu, karena
dinilai terlalu patriotik dan nasionalistik. Tetapi bagi saya, justru fasal
itulah sesungguhnya yang dengan gamblang merumuskan tujuan kemerdekaan kita
untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan, bukan untuk sekelompok kecil
anak bangsa. Pada periode yang lalu, kita disodorkan konsep trickle down
effect dalam cara pembagian kue nasional. Dalam realitas, yang berlaku adalah:
yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terjepit. Prinsip keadilan
sosial-ekonomi malah semakin menjauh.
Di ujung
periode yang lalu itu, muncul skandal BLBI yang sampai hari ini leher negara
masih saja digoroknya, padahal bank-bank yang dibantu itu telah berkibar
kembali. Sebagai seorang yang bukan ekonom, saya tidak faham logika yang berada
di belakangnya. Apakah memang bangsa dan negara ini sampai hari kiamat akan
selalu saja dijerat utang yang tidak kunjung usai?
Di era
berikutnya, kita ribut pula dengan skandal Bank Century yang belum juga jelas
di mana muaranya. Semua skandal di atas pasti melibatkan lembaga negara dan
pengusaha. Kongkalingkong antata dua kekuatan inilah yang telah mendera bangsa
dan negara ini dalam berbagai periode. Kita semua sadar bahwa semuanya itu
adalah kelakuan busuk, tetapi diulang dan diulang lagi. Bahwa semuanya ini adalah
kebiadaban politik yang menyengsarakan rakyat banyak, kita pun faham. Kapan
politik kita menjadi beradab?
Jika
dikaitkan dengan Kabinet Jkw-JK, langkah pertama yang harus ditunjukkan segera
adalah agar presiden punya wibawa yang tak terbantahkan dalam mengurus masalah
negara. Syarat untuk itu agar presiden punya tekad dan nyali yang luar biasa
sebagai petarung sejati. Percayalah, jika tekad dan nyali benar-benar
ditunjukkan, rakyat pasti akan membela kepala negaranya berhadapan dengan DPR
yang sering genit itu.
Langkah
kedua, buktikan komitmen nyata kepada prinsip nawacita tanpa keraguan sedikit
pun. PDIP terutama, jangan lagi bermuka dua berhadapan dengan presiden.
Ungkapan sebagai petugas partai harus dibenamkan ke dalam museum sejarah.
Sekali seorang dipilih sebagai presiden, dia sudah menjadi milik bangsa dan
negara. Jangan lagi dikerangkeng dalam "penjara" partai.
Akhirnya,
mulai awal tahun 2016 ini, presiden harus menjadi komandan tertinggi kabinet,
dalam teori dan realitas. Kabinet tidak boleh gaduh lagi. Ayo presiden,
wariskan langkah besar untuk generasi berikutnya. []
REPUBLIKA,
05 Januari 2016
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar