Rabu, 27 Januari 2016

(Ngaji of the Day) Hukum Mencabut Uban



Hukum Mencabut Uban

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wr. w.
Nama saya Hadi, usia sudah kepala empat dan rambut saya mulai beruban. Rasanya gatal sekali dan saya sering meminta isteri untuk mencabuti uban saya. Tetapi akhir-akhir ini isteri males mencabuti uban saya, kata isteri saya hukumnya makruh. Yang ingin saya tanyakan kepada  pak ustad, pertama bagaimana sebenarnya hukum mencabut uban di kepala? Kedua, berapa jumlah uban Rasulullah SAW? Mohon penjelasan pak ustad. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Hadi – Kaltim

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Ada dua pertanyaan diajukan kepada kami. Dua pertanyaan tersebut nampak saling bertalian satu dengan yang lainnya Pertama tentang hukum mencabut uban di kepala. Kedua tentang jumlah uban Rasulullah saw. Dan karena keterbatasan ruang dan waktu maka kami akan menjawab pertanyaan yang pertama. Sedang untuk pertanyaan yang kedua akan kami jawab pada kesempatan yang lain.

Munculnya uban biasanya selalu diidentikan dengan ketuaan. Identifikasi ini memang tidak sepenuhnya benar sebab ada juga orang usianya masih muda namun beruban. Banyak faktor yang menyebakan rambut kepala kita beruban seperti faktor usia dan banyaknya beban pikiran.

Namun terlepas dari semua itu, menurut ulama dari kalangan madzhab syafi’i—sebagaimana dikemukakan oleh Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab— bahwa mencabut uban hukumnya adalah makruh. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah saw:

 لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Jangan kalian mencabut uban karena uban itu adalah cahaya orang muslim kelak di hari kiamat” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Nasa’i)

Pandangan ini ditegaskan oleh al-Ghazali, al-Baghawi dan ulama lainnya. Bahkan Muhyiddin Syarf an-Nawawi menyatakan: “Jika dikatakan haram mencabut uban karena adanya larangan yang jelas dan sahih maka hal itu tidak mustahil”. Kemakruhan mencabut uban di sini tidak dibedakan antara mencabu uban jenggot dan uban kepala. Dengan kata lain, mencabut uban yang ada di jenggot dan uban yang ada di kepala hukumnya adalah sama-sama makruh.   

يَكْرَهُ نَتْفُ الشَّيْبِ لِحَدِيثِ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَدِيثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذُّي وَالنَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُمْ بِأَسَانِيدَ حَسَنَةٍ قَالَ التِّرْمِذِيُّ حَدِيثٌ حَسَنٌ هَكَذَا. قَالَ أَصْحَابُنَا يَكْرَهُ صَرَّحَ بِهِ الْغَزَالِيُّ كَمَا سَبَقَ وَالْبَغَوِيُّ وَآخَرُونَ. وَلَوْ قِيلَ يَحْرُمُ لِلنَّهْيِ الصَّرِيحِ الصَّحِيحِ لَمْ يَبْعُدْ. وَلَا فَرْقَ بَيْنَ نَتْفِهِ مِنَ الْلِحْيَةِ وَالرَّأْسِ

“Makruh mencabut uban karena didasarkan kepaa hadits riwayat ‘Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya dari Nabi saw beliau bersabda: ‘Jangan kalian mencabut uban karena uban itu adalah cahaya orang muslim kelak di hari kiamat’. Ini adalalah hadist hasan yang telah diriwayatkan oleh Abu Dawud at-Tirmidzi, Nasai, dan lainnya dengan sanad hasan. At-Tirmidzi berkata: ‘Bahwa hadits ini adalah hadits hasan. Para ulama dari madzhab kami (madzhab syafi’i) berpendapat bahwa makruh mencabut uban. Pandangan ini ditegaskan oleh al-Ghazali sebagaimana keterangan yang terdahulu, al-Baghawi dan ulama lainnya. Seandainya dikatakan haram mencabut uban karena adanya larangan yang jelas maka mungkin saja. Dan tidak ada perbedaan hukum kemakruhanya antara mencabut uban jenggot dan kepala” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, juz, I, hlm. 293)

Namun ada pandangan lain yang dikemukakan oleh imam Abu Hanifah yang terdapat dalam kitab al-Khulashah yang dinukil dari kitab al-Muntaqa. Menurutnya, hukum mencabut uban tidaklah makruh kecuali jika bertujuan untuk berhias diri (tazayyun). Pandangan ini menurut ath-Thahawi sebaiknya tidak dipahami secara literalis. Beliau memberi catatan, bahwa pandangan imam Abu Hanifah tersebut seyogyanya dipahami ketika uban yang dicabut adalah sedikit, tetapi jika banyak maka hukumnya tetap makruh karena adanya hadits yang melarang untuk mencabut uban yang diriwayatkan Abu Dawud sebagaimana disebutkan di atas.   

وَفِي الْخُلَاصَةِ عَنِ الْمُنْتَقَى كَانَ أَبُو حَنِيفَةَ لَا يُكْرِهُ نَتْفَ الشَّيْبِ إِلَّا عَلَى وَجْهِ التَّزَيُّنِ اه وَيَنْبَغِي حَمْلُهُ عَلَى الْقَلِيلِ أَمَّا الْكَثِيرُ فَيُكْرَهُ لِخَبَرِ أَبِي دَاوُدَ لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Di dalam kitab al-Khulashah yang dinukil dari kitab al-Muntaqa terdapat keterangan yang menyatakan bahwa imam Abu Hanifah tidak memakruhkan mencabut uban kecuali dengan tujuan berhias diri. Dan seyogynya pandangan ini dipahami ketika uban yang dicabut adalah sedikit, namun jika banyak maka hukumnya tetap makruh berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud: ‘Jangan kalian mencabut uban karena uban itu adalah cahaya orang muslim kelak di hari kiamat’” (Lihat, ath-Thahawi, Hasyiyah ‘ala Maraqi al-Falah Syarh Nur al-Idlah, Bulaq-Mathba’ah al-Amiriyah al-Kubra, 1318 H, h. 342).

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Bagi orang yang sudah beruban tak perlu risau dan malu dengan ubannya karena uban adalah cahaya orang muslim kelak di hari kiamat. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu’alaikum wr. wb

Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar