Jalur
Rempah, Bukan Jalur Sutra Maritim (2)
Oleh :
Azyumardi Azra
Jika
Jalur Sutra Maritim yang sedang dibangun Pemerintah Cina tidak dapat dibuktikan
secara historis, bagaimana perkembangan Jalur Rempah? Apa implikasi dan
ramifikasi Jalur Sutra Maritim Cina terhadap Indonesia?
Jalur
rempah nusantara secara berangsur-angsur terbentuk sejak 2000 SM. Berbagai
rempah, seperti kayu manis, merica, pala, dan cengkih mulai menemukan jalannya
ke Eropa. Sejak masa sejarah paling awal, sudah ada orang-orang--khususnya para
pelayar--yang mencoba mencari dan melayari jalur rempah ke arah timur.
Awalnya,
perjalanan dan pelayaran mereka terbatas pada sejumlah kecil pelabuhan, tetapi
kemudian mereka berhasil melayari laut atau lautan lebih jauh menjangkau
berbagai pelabuhan lebih jauh pula, sehingga semakin dekat ke bumi tempat
berbagai rempah dihasilkan.
Pelayaran
melintasi laut, lautan, dan pelabuhan bukan didorong semangat
pengembaraan--apalagi hasrat menjajah-melainkan karena perdagangan. Dalam masa
ini, perdagangan rempah sangat lukratif alias amat menguntungkan. Karena itu,
jalur rempah sampai kedatangan kolonialisme Eropa tetap terutama merupakan
jalur perdagangan timur-barat.
Transportasi
barang-barang, terutama rempah, di antara timur dan barat, melintasi laut,
lautan, dan pelabuhan yang melibatkan berbagai jaringan--disebut sebagai Jalur
Rempah. Terdapat jaringan di antara para pembeli dan penjual dan di antara
pihak terakhir ini dengan para penaman dan penghasil rempah.
Jalur
Rempah bukan hanya berisi perdagangan rempah-rempah, tetapi juga mencakup
pertukaran ilmu, budaya, sosial, bahasa, keahlian-keterampilan dan agama di
antara orang-orang yang berasal dari bermacam tempat jauh. Karena itu, Jalur
Rempah sekaligus menjadi melting pot konsep, gagasan, dan praksis.
Dalam bacaan
saya tentang literatur menyangkut apa yang disebut sebagai Maritime Silk
Road, gagasan, wacana, dan konsep mengenai Jalur Sutra Maritim adalah bagian
upaya Pemerintah Cina sekarang untuk menegakkan hegemoni di kawasan laut
sebelah selatan Cina (Nanhai atau Nanyang). Gagasan tentang Jalur Sutra Maritim
ini pernah disampaikan pertama kali oleh Presiden Xi Jinping di DPR RI pada
Oktober 2013. Ia menyatakan, Cina menyiapkan dana 40 miliar dolar AS untuk
membangun kembali Jalur Sutra Maritim sejak awal abad 21.
Konsep
Jalur Sutra Maritim merupakan bagian dari rencana lebih besar Cina tentang 'The
Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk Road' untuk
menghubungkan Cina dengan Asia Tengah dan Eropa melalui jalan darat dan Cina
dengan negara-negara Nanhai, Lautan India, melintasi Laut Tengah sampai ke
Eropa. Gagasan tentang Jalur Sutra Maritim bersatu dengan Jalur Sutra dalam
konsep One Belt One Road (OBOR).
Rencana
Jalur Sutra Maritim jelas merupakan bagian dari ambisi teritorial, ekonomi-perdagangan,
dan politik Cina untuk memainkan peran lebih besar dalam dunia internasional.
Selain Jalur Sutra yang melintasi Asia Tengah terus ke Eropa, Cina juga
berambisi menguasai jalur perdagangan melalui, laut, lautan, dan pelabuhan di
kawasan selatan.
Secara
historis, gagasan Jalur Sutra Maritim Cina itu tidak didukung kenyataan yang
pernah ada. Jalur Rempah tidak pernah secara substantif melibatkan sutra.
Rempah tetap menjadi bagian terbesar perdagangan jalur pelayaran sejak dari
Kepulauan Maluku melintas laut dan selat kepulauan nusantara lain sampai ke
Lautan India dan Laut Merah, Laut Tengah, dan kawasan Eropa Selatan lain. Jalur
Sutra Maritim, jika terealisasi akan melibatkan sekitar 60 negara.
Apa
dampak dan konsekuensi rencana Jalur Sutra Maritim bagi Indonesia? Menurut
policy paper Clingindale Institute, lembaga think tank Kementerian
Luar Negeri Belanda, Cina sangat aktif dalam diplomasi bilateral dengan
Indonesia melalui strategi maritim kedua negara. Karena itu, bukan tidak
mungkin Indonesia terperangkap permainan hegemoni Cina.
Dalam
konteks itu, Indonesia dan Cina bertemu dalam kebutuhan masing-masing.
Keterkebelakangan Indonesia dalam infrastruktur maritim mendorong Presiden
Jokowi mengadopsi strategi percepatan konektivitas maritim di tingkat lokal,
regional, dan internasional.
Strategi
dan program itu menyangkut pengembangan 'tol maritim', pembangunan 24 pelabuhan
baru, lima pelabuhan berair dalam, dan pada saat yang sama melakukan peningkatan
sekuriti dan diplomasi maritim.
Akhirnya,
Presiden Jokowi bertujuan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim (maritime
axis) di antara Lautan India dan Lautan Pasifik. Jokowi mengakui, rencana dan
pengembangan dunia maritim Indonesia merupakan pelengkap sepenuhnya (full
complementary) rencana dan program Cina tentang Jalur Sutra Maritim.
Menlu
Cina berjanji, bakal berpartisipasi aktif dalam pembangunan Indonesia sebagai
kuasa maritim (maritime power). Akankah Indonesia bakal terjebak dalam ambisi
Cina terkait Jalur Sutra Maritim? Silakan renungkan sendiri. []
REPUBLIKA,
14 Januari 2016
Azyumardi Azra | Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
Penerima MIPI Award 2014 dari Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar