Hikmah Membaca Manaqib
Syaikh Abdul Qadir Jilani
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb. Pak ustadz yang saya
hormati, kami memiliki perkumpulan manaqib. Biasanya kita setiap tanggal 11
membaca manaqib Syaikh Abdul Qadir Jilani, secara bergilir. Tradisi membaca
manaqib ini sudah bertahun-tahun, dari orang tua kami zaman dulu. Bahkan di
daerah kami biasanya kalau ada orang sehabis membangun rumah mereka mereka
mengundang orang-orang kemudian dibacakan manaqib Syaikh Abdul Qadir Jilani.
Tuan rumah pun menyuguhkan pelbagai aneka makan kepada para undangan. Para
tetangga juga dibagi makanan terutama yang tidak mampu.
Namun akhir-akhir ada sekelompok orang yang
mengaggap bahwa tradisi yang kami lakukan turun-temurun hukumnya haram. Yang
ingin kami tanyakan apa benar membaca manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani
dilarang, dan hukum menyuguhkan makanan setelah manaqiban. Atas penjelasan dari
pak ustadz kami sampaikan terimkasih. Wassalamu’alaikum wr. wb.
Majid – Cilacap
Jawaban:
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati
Allah swt. Para wali merupakan hamba-hamba yang saleh, dekat dengan Allah, dan
dipilih oleh Allah sendiri. Banyak sejarah hidup para wali atau yang kita kenal
sekarang dengan nama manaqib, yang telah dibukukan, seperti manaqib Syaikh
Abdul Qadir Jilani. Kerena mereka adalah hamba-hamba pilihan Allah maka sudah
sewajarnya jika kita mencintai mereka.
Sedangkan salah satu hal yang bisa menambah
rasa kecintaan kita kepada para wali adalah dengan membaca manaqibnya. Dengan
membaca manaqibnya kita bisa mengetahui kesalehan dan kebaikannya, dan hal ini
tentunya akan menambah kecintaan kita kepadanya.
Dari sini dapat kita pahami bahwa membaca
manaqib Syaikh Abdul Qadir Jilani itu sangat baik. Karena akan menambah
kecintaan kita kepada beliau, yang notebenenya adalah salah seorang wali Allah,
bahkan beliau disemati gelar sebagai sulthan al-awliya` atau pemimpin para
wali.
اِعْلَمْ
يَنْبَغِي لِكُلِّ مُسْلِمٍ طَالِبِ الْفَضْلِ وَالْخَيْرَاتِ أَنْ يَلْتَمِسَ
الْبَرَكَاتِ وَالنَّفَحَاتِ وَاسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ وَنُزُوْلِ الرَّحْمَاتِ
فِيْ حَضَرَاتِ اْلأَوْلِيَآءِ فِيْ مَجَالِسِهِمْ وَجَمْعِهِمْ أَحْيَاءً
وَأَمْوَاتًا وَعِنْدَ قُبُوْرِهِمْ وَحَالَ ذِكْرِهِمْ وَعِنْدَ كَثْرَةِ
الْجُمُوْعِ فِيْ زِيَارَاتِهِمْ وَعِنْدَ مُذَاكَرَاتِ فَضْلِهِمْ وَنَشْرِ
مَنَاقِبِهِمْ
“Ketahuilah! Seyogyanya bagi setiap muslim
yang mencari keutamaan dan kebaikan, agar ia mencari berkah dan anugrah,
terkabulnya doa dan turunnya rahmat di depan para wali, di majelis-majelis dan
kumpulan mereka, baik yang masih hidup ataupun sudah mati, di kuburan mereka,
ketika mengingat mereka, dan ketika banyak orang berkumpul dalam berziarah
kepada mereka, serta ketika mengingat keutamaan mereka, dan pembacaan riwayat
hidup mereka”. (Alawi al-Haddad, Mishbah al-Anam wa Jala` azh-Zhulam,
Istanbul-Maktabah al-Haqiqah, 1992 M, h. 90)
Sedangkan mengenai suguhan makanan baik
sebelum atau setelah manaqiban pada dasarnya merupakan penghormatan kepada para
tamu yang diundang. Dengan kata lain, penyuguhan itu dalam rangka memuliakan
tamu, sedangkan kita dianjurkan memulianan tamu. Karena memuliakanntamu
termasuk salah satu tanda dari kesempurnaan atau benarnya keimanan kita. Hal
ini sebagaimana sabda Rasulullah saw; “Barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir (dengan iman yang sempurna) maka hendaknya ia memuliakan
tamunya” (H.R. Bukhari-Muslim).
رَغَّبَ
الإْسْلاَمُ فِي كَرَامَةِ الضَّيْفِ وَعَدَّهَا مِنْ أَمَارَاتِ صِدْقِ
الإْيمَانِ ، فَقَدْ وَرَدَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَال : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآْخِرِ فَلْيُكْرِمْ
ضَيْفَهُ
“Islam sangat menganjurkan kepada umatnya
untuk memuliakan tamu, dan mengkategorikan pemulian kepada tamu sebagai salah
satu tanda benarnya keimanan. Sungguh, Nabi saw telah bersabda; ‘Barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir (dengan iman yang sempurna) maka
hendaknya ia memuliakan tamunya” (Lihat, Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un
al-Islamiyyah-Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Mesir-Mathabi`
Dar ash-Shafwah, cet ke-1, juz, 24, h. 218)
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan.
Semoga bisa dipahami dengan baik. Saran kami, jangan kita terburu-buru
menghukumi sesat atau haram terhadap pelbagai amaliyah atau tradisi di daerah
kita sebelum kita benar-benar memahami seluk beluknya. Dan kami selalu terbuka
untuk menerima saran dan kritik dari pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar