Ansor dan Strategi
Kebudayaan NU
Judul
: Ansor dan Tantangan Kebangsaan
Penulis
: Rizqon Halal Syah A.
Pengantar
: KH. Ma’ruf Amin, Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto, dan H. Nusron Wahid
Penerbit
: Republika
Cetakan
: 1, Oktober 2015
Halaman
: 206 Hal + Indeks
Peresensi
: HM. Munif Sulaiman. SH, MA.
Berbicara generasi
muda NU, tidak hanya berbicara mengenai masa lalu, dan kini, tetapi juga
berbicara dan merencanakan masa depan. Tidak hanya 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun,
50 tahun namun juga 100 tahun atau 200 tahun ke depan. Generasi muda NU adalah
lintasan waktu tak terbatas. Bagaimana jadinya, jika waktu yang tak terbatas
itu dibiarkan begitu saja tanpa sebuah pemikiran atau strategi khusus?
Alih-alih bonus
demografi dan perubahan jaman yang tengah berjalan deras bisa dijinakan dan
dimanfaatkan, bisa jadi malah terperosok menjadi korban globalisasi kapital di
era pasar bebas, globalisasi Islam Garis Keras dan pemiskinan pedesaan.
Kegundahan masa depan generasi muda NU di tengah bangsa Indonesia yang
sedang mengalami bonus demografi atau ledakan penduduk produktif serta himpitan
liberalisasi pasar dan globalisasi Islam garis keras inilah pokok pangkal ide
di buku “Ansor
dan Tantangan Kebangsaan”.
Buku yang ditulis
oleh Rizqon Halal Syah Aji, yang merupakan aktivis Ansor sekaligus aktivis
sosial dan akademisi berbasis demografi ini memberikan pencerahan sekaligus
refleksi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan generasi
muda NU pada umumnya. Bonus demografi adalah kondisi melimpahnya usia produktif
antara 15 – 65 tahun yang mencapai 66,5% dari 250 juta penduduk Indonesia saat
ini. Dan bonus demografi ini akan terus bertambah sampai 2030.
Proporsi usia
produktif yang besar dalam bonus demografi ini adalah peluang besar Indonesia
untuk menjadi kampiun ekonomi. Namun juga sekaligus ancaman sosial besar
jika tanpa akses pendidikan yang luas, ketiadaan lapangan kerja dan nir visi
kebangsaan. Dan juga bencana demografi dari sisi sosial religius, jika generasi
bonus demografi tersebut adalah generasi anti NKRI dan intoleran terhadap
perbedaan.
Tesis buku menyatakan
bahwa bonus demografi adalah peluang besar bagi generasi muda NU dan Bangsa
Indonesia jika generasi muda ini terkelola dengan baik, memiliki akses
pendidikan, kesehatan dan ketrampilan yang baik. Ada peluang pertumbuhan
ekonomi yang baik dan kompetitif dalam pasar kerja Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) atau masyarakat ekonomi lainnya. Artinya bisa berarti barang, jasa dan
tenaga kerja kita bisa dijual kemana-mana dalam masyarakat ekonomi itu, atau
sebaliknya, bangsa Indonesia hanya menjadi pecundang dan penonton dari serbuan
barang, jasa dan tenaga kerja.
Tesis selanjutnya,
bonus demografi ini akan menjadi bencana demografi jika jumlah penduduk
produktif yang besar itu tidak memiliki akses pekerjaan dan kehilangan lapangan
kerja bermartabat. Kerentanan sosial menjadi bom waktu yang nyata. Terlebih
ditengah sawah yang terus menghilang akibat pupuk mahal, irigasi buruk,
permainan harga jual beli panen, bibit langka dan nelayan telah sandar dayung,
karena solar mahal serta kalah dengan kapal-kapal nelayan besar, migrasi ke
kota atau luar negeri sebagai buruh migran di kalangan warga pedesaan Jawa,
Lombok, Sulawesi Selatan yang menjadi basis NU menjadi hal tiada terelakan. Ini
adalah proses pemiskinan pedesaan dan urban land grabbing. NU sebagai
organisasi Islam terbesar di pedesaan menjadi korban utama proses ini.
Tesis berikutnya,
bonus demografi ini akan menjadi bencana demografi jika jumlah penduduk
produktif yang besar itu, di kalangan NU dan kelompok toleran lain itu teracuni
oleh gerakan Islam radikal transnasional. Generasi muda NU dalam bonus
demografi ini hanya menjadi generasi salah didik dan salah paham. Dalam tangan
generasi salah didik dan salah paham ini, Islam tidak hanya berwajah marah,
tetapi juga pembenci, pemberang dan pembunuh segala yang beda. Generasi muda
NU, nantinya sangat ironis tidak hanya dikenal sebagai pemasok buruh migran
tetapi juga pemasok bagi kelompok teroris dan intoleran. Ini jelas sebuah
tantangan kebangsaan yang dihadapi NU dan bangsa ini.
Memahami potensi
bencana demografi, penulis yang merupakan alumni Pascasarjana Kependudukan dan
Demografi Universitas Indonesia, menawarkan revitalisasi nilai-nilai Aswaja
sebagai pembangunan karakter NU sekaligus strategi kebudayaan NU. Penulis
percaya, Aswaja adalah solusi dari tantangan kebangsaan yang ada. Aswaja
adalah jalan kebudayaan dan politik yang mengembalikan NU sebagai Muslim yang
sejahtera, bermatabat dan rahmat bagi seluruh alam.
Menurut penulis,
Aswaja adalah teori, metodologi dan gerakan sosial khas NU. Menurut penulis
Aswaja adalah teori iman khas NU yang telah dikembangkan dan lahir dalam
refleksi sanubari para pendiri NU, serta diwarisi sejak jaman Nabi Muhammad dan
sahabat yang empat hingga Wali Sembilan. Aswaja adalah metodologi iman dan
kemanusiaan NU yang mencoba membumikan Islam dengan segala kemanusiaanya yang
ramah, toleran dan menghormati segala budaya dan moralitas masyarakat tempat.
Aswaja adalah metode Islam nusantara yang menyegarkan kembali Islam sebagai
rahmat bagi seluruh alam. Secara gerakan sosial, Aswaja adalah gerakan sosial
di kalangan organisasi NU dan warga NU untuk menciptakan perdamaian,
solidaritas dan kerjasama dengan visi misi kebangsaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Apa hubungannya
dengan Ansor dan mengapa Ansor? Menurut penulis Ansor secara kesejarahan dan
gerakan adalah anak kandung NU. Sebagai organisasi kemasyarakatan pemuda NU
harus berada dalam garda depan tantangan dan peluang kependudukan ini.
ANSOR harus berani memastikan dan menjadi garda terdepan bahwa limpahan bonus
demografi Indonesia mampu menjadi tulang punggung melesatnya ekonomi bangsa dan
duta Islam sebagai rahmat seluruh alam.
Jika hendak
berhitung, keberadaan dalam garda depan tantangan dan peluang
kependudukan ini, bagi Ansor adalah tanggungjawab moral untuk memastikan 140
juta anggota NU yang 66,6% atau 93 juta angotanya adalah usia produktif itu
menjadi manusia yang bermartabat dan berdaulat dalam ekonomi global. Selain
menjadi manusia toleran duta Islam sebagai rahmat seluruh alam. Penulis buku
ini, mendorong warga NU, khususnya untuk memiliki cita-cita kebudayan dan
cita-cita politik bersama untuk melahirkan generasi muda NU dan generasi
Indonesia ummnya, untuk bermartabat, berdaulat dan nasionalis di bawah NKRI.
Akhir kata, buku ini
tidak hanya bermanfaat untuk dibaca tetapi juga direnungkan untuk menjadi
gerakan sosial di kalangan muda NU. Setidaknya, melalui buku ini, penulis
memberi sinyal kewaspadaan sekaligus motivasi bersama yang tidak hanya penting
bagi generasi muda NU tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Buku yang ditulis
aktivis Ansor ini bisa menjadi sumbangan besar terhadap NU dan bangsa ini untuk
selalu kritis dan sensitif menyikapi situasi jaman dan perubahan besar yang
selalu terjadi dan akan terjadi. Selamat membaca. Tabik!. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar