Pencegahan dan Penindakan oleh KPK
Oleh: Moh Mahfud MD
Pandangan bahwa pencegahan merupakan tugas utama yang harus
dijadikan fokus pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi adalah keliru
dan agak menyesatkan. Sebab, jika pencegahan diartikan sebagai upaya preventif
agar korupsi tidak sampai terjadi, KPK tidak akan dapat melakukan tugas itu
secara proporsional dan efektif.
Adalah benar bahwa pencegahan jauh lebih penting daripada
penindakan dalam pemberantasan korupsi, tetapi keliru kalau hanya karena itu
lalu meminta KPK untuk memfokuskan diri pada langkah-langkah pencegahan.
Memang, pemberantasan korupsi dinilai lebih berhasil jika jumlah
orang yang dipenjarakan karena korupsi menurun. Sebaliknya upaya pemberantasan
korupsi akan dinilai gagal jika semakin banyak orang yang dipenjarakan karena
korupsi. Maka, menjadi benar pula politik hukum yang menekankan bahwa
pencegahan korupsi harus lebih diutamakan atau—sekurang-kurangnya—dilakukan
secara seimbang dengan penindakan. Undang-Undang No 30/2002 tentang KPK,
misalnya, meniscayakan pencegahan dan penindakan sebagai langkah simultan dalam
pemberantasan korupsi.
Namun, harus diingat, meskipun politik hukum kita menyatakan
seperti itu bukan berarti bahwa tugas utama atau fokus kegiatan KPK adalah
melakukan pencegahan korupsi. Secara hukum akan sangat sulit bagi KPK untuk
melakukan pencegahan. Pencegahan korupsi atas anggaran negara, misalnya, hanya
bisa dilakukan pejabat pengguna anggaran di setiap instansi, padahal KPK
bukanlah lembaga pengguna anggaran, kecuali untuk anggaran di KPK sendiri.
Misalnya, KPK tidak punya otoritas dalam penggunaan anggaran,
seperti merencanakan pembelanjaan atau menentukan realisasinya di Kementerian
Kehutanan, Kementerian Kesehatan, dan instansi-instansi pengguna anggaran
lainnya. Otoritas penggunaan anggaran di instansi-instansi tersebut ada pada
menteri atau pejabat-pejabat di instansi yang bersangkutan. KPK tidak bisa
mencegah korupsi dalam penggunaan anggaran karena dia bukan instansi pengguna
anggaran.
Tugas institusi lain
Di dalam hukum administrasi negara, pencegahan korupsi sebenarnya
sudah diatur dalam konsep pengawasan melekat, yakni pengendalian oleh pimpinan
instansi pengguna anggaran secara berjenjang sejak dari perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan. KPK tidak bisa melakukan itu karena KPK bukan
pejabat pengguna anggaran di instansi-instansi itu. Yang bisa mencegah adalah
pimpinan pengguna anggaran di instansi masing-masing.
Itulah sebabnya secara ekstrem bisa dikatakan bahwa mendorong KPK
untuk hanya fokus pada pencegahan korupsi adalah keliru dan agak mustahil.
Sebab, kalau ditanya bagaimana caranya KPK mencegah penyalahgunaan anggaran
sedangkan ia tidak punya otoritas dalam penggunaan anggaran, tidak ada yang
bisa menjawab dengan memberi landasan yuridis.
Tentu ada yang akan mengatakan bahwa pencegahan itu bisa dilakukan
melalui bimbingan penggunaan anggaran sesuai peraturan dan prosedur-prosedur
tertentu. Kalau itu yang dimaksud sebagai pencegahan korupsi, itu pun bukanlah
fokus tugas KPK, melainkan menjadi tugas lembaga lain, seperti Kementerian
Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Lembaga Administrasi
Negara, inspektorat jenderal, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Mungkin juga ada yang mengatakan bahwa pencegahan tidak harus
selalu dalam bentuk pengawasan melekat di instansi pengguna anggaran, tetapi
harus dilakukan melalui pendidikan anti korupsi dan kuliah hukum korupsi di
perguruan tinggi. Kalau itu yang dimaksud dengan pencegahan, itu pun bukanlah
fokus tugas KPK, melainkan menjadi tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Ristekdikti, dan berbagai perguruan tinggi.
Bisa juga ada yang mengatakan bahwa pencegahan korupsi harus
dilakukan dengan pendidikan agama dan penguatan moral di tengah-tengah
masyarakat agar orang menjadi beriman dan tak berani melakukan korupsi. Kalau
itu yang dimaksud dengan pencegahan, itu pun bukanlah tugas utama KPK,
melainkan menjadi tugas Kementerian Agama, ormas keagamaan, masjid, gereja,
kelenteng, ustaz, pastor, dan sebagainya.
Kalau yang dimaksud pencegahan adalah memberikan bimbingan teknis
dan ceramah-ceramah tentang bahaya korupsi ke berbagai instansi seperti yang
dilakukan oleh KPK selama ini, itu pun sebenarnya bukan tugas pokok KPK.
Bimbingan teknis dan penyuluhan-penyuluhan anti- korupsi tidak perlu dilakukan
oleh KPK. Ia bisa dilakukan sendiri oleh instansi-instansi di luar KPK. Selama
ini pun berbagai lembaga perguruan tinggi, LSM, dan ormas-ormassudah melakukan
itu tanpa merecoki KPK. Para narasumber bimbingan teknis dan
penyuluhan-penyuluhan seperti itu tidak kalah hebatnya daripada orang-orang
yang dikirim oleh KPK.
Muatan UU KPK
Dengan menyatakan itu saya tidak bermaksud mengatakan KPK tidak
perlu ikut melakukan pencegahan korupsi dalam arti melakukan tindakan sebelum
korupsi terjadi. Saya hanya ingin mengingatkan, KPK tidak boleh diposisikan
atau memosisikan dirinya untuk fokus hanya pada pencegahan. Pencegahan bisa
dilakukan oleh KPK, tetapi bukan sebagai tugas utama, melainkan sekadar ikut
memfasilitasi pencegahan secara lintas institusi negara. Itu sudah cukup
dilakukan oleh KPK melaluipembentukan deputi pencegahan yang sekarang sudah ada
di sana.
Kita paham dan setuju bahwa pencegahan itu sangat penting, tetapi
secara operasional menjadi tidak benar jika dikatakan bahwa tugas utama atau
kegiatan KPK adalah pencegahan. Jika dibaca keseluruhan isi UU No 30/2002,
fokus tugas KPK justru pada penindakan.
Cakupan tugas-tugas KPK menurut Pasal 6, 7, sampai Pasal 13 UU No
30/2002, misalnya, memang dirinci ke dalam pencegahan dan penindakan disertai
dengan uraian tentang bentuk-bentuk pencegahan dan penindakan. Akan tetapi,
pengaturan tentang bentuk-bentuk pencegahan di dalam pasal-pasal tersebut berhenti
di situ dan hanya bersifat teknis-administratif dan koordinatif serta
sinergitas KPK dengan instansi-instansi lain.
Berbeda dengan pengaturan pencegahan, pengaturan tentang
penindakan yang harus dilakukan oleh KPK yang dielaborasi sangat detail dengan
kewenangan-kewenangan khusus dan tidak terbagi. Tindakan penindakan oleh KPK
diatur dengan sangat rinci, baik menyangkut hukum materiil maupun hukum formal
atau acaranya.
Hukum materiil yang sudah sangat jelas batas-batasnya dilengkapi
juga dengan hukum acara mulai dari tahap penyelidikan, penyadapan, operasi
tangkap tangan, penyidikan, penersangkaan, penahanan, penyitaan, pendakwaan,
penuntutan, dan eksekusi yang dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan khusus,
seperti penyadapan dan larangan pembuatan SP3 (surat perintah penghentian
penyidikan) agar KPK super hati-hati sebelum menersangkakan orang.
Alhasil, pencegahan korupsi sebagai tugas umum negara adalah
sangat penting, tetapi tugas pencegahan adalah tugas semua instansi, terutama
sebagai langkah bersama yang sinergis. Adapun tugas KPK mencakup tugas
pencegahan dan penindakan, tetapi fokus utamanya adalah penindakan. Adalah
keliru kalau ada yang mendorong KPK atau KPK memosisikan dirinya untuk
memfokuskan diri pada pencegahan, kecuali diartikan dengan tegas bahwa
penindakan itulah bagian terpenting dari pencegahan oleh KPK. []
KOMPAS, 20 Januari 2016
Moh Mahfud MD | Ketua Umum DPP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara
dan Hukum Administrasi Negara; Ketua MK 2008-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar