Meneladani Tasamuh Rasulullah
Rasulullah adalah contoh ideal bagi seluruh
akhlak manusia di muka bumi. Akhlak tersebut tak sebatas mencakup hubungan
manusia dengan Allah tapi juga relasi manusia dengan sesamanya secara sosial.
Teladan tersebut sudah termaktub jelas dalam sejarah, Hadits, bahkan kitab suci
Al-Qur’an.
Khotbah I
الحمد
لله الذى جعل التقوى خير الزاد واللباس وأمرنا أن تزود بها اليوم البعاث أشهد أن
لااله إلا الله وحده لاشريك له رب الناس وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الموصوف بأكمل
صفات الأشخاص. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وسلم تسليما
كثيرا، أما بعد.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Dalam kesempatan bulan Rabiul Awal ini,
khatib mengajak pada diri sendiri dan kepada jamaah sekalian untuk senantiasa
belajar meneladani perilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, makhluk
paling agung pengemban risalah suci untuk memperbaiki akhlak manusia. Sabda
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّمَا
بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak mulia.”
Salah satu poin penting yang bisa kita contoh
dari beliau adalah akhlak dalam konteks hubungan sosial. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam termasuk pribadi dengan keluasan hati yang mengagumkan. Beliau
tak hanya orang yang gigih dalam memperjuangan syiar kebenaran Islam tapi juga
menunjukkan perangai mulia dalam berdakwah sebagai menifestasi dari klaim
kebenaran itu sendiri.
Ketika kita membaca kembali lembar tarikh
(sejarah) peradaban Islam, kita akan menemukan fakta bagaimana Nabi bersikap
kepada pasukan musuh begitu momen kemenangan besar Fathul Makkah (pembebasan
kota Makkah) diraih. Kejadian itu bermula saat kaum musyrikin Quraisy di Makkah
merusak kesepakatan gencatan senjata yang dikenal dengan “Perjanjian
Hudaibiyah”, hingga mengundang sepuluh ribu pasukan Muslim dari Madinah untuk menyerbu
Makkah.
Seluruh kaum musyrikin dilanda ketakutan,
terutama pemimpin tertingi mereka, yakni Abu Sufyan. Dengan kekuatan pasukan
Muslim yang berkembang demikian pesat, ia sadar betul kekalahan bagi
kelompoknya sudah di depan mata. Reputasi dirinya sebagai pemimpin yang sangat
disegani pada hari itu runtuh, wibawanya sebagai jawara tanpa tanding pun
remuk. Lalu apa yang diperbuat oleh Rasulullah?
Jamaah Jum’at yang semoga dimuliakan Allah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bukanlah tipe pendendam dan pemarah. Sejarah perlakuan buruk kaum musyrikin
Quraisy, termasuk Abu Sufyan, terhadap dirinya dan umat Islam tak membuatnya
bertindak secara membabi buta. Di hadapan khalayak waktu itu, Nabi justru
berpidato “Barangsiapa masuk ke dalam Masjidil Haram, dia akan dilindungi.
Barangsiapa masuk ke dalam rumah Abu Sufyan, dia akan dilindungi.”
Ungkapan ini membuat banyak orang
terperanjat. Nabi seakan paham dengan suasana batin Abu Sufyan, dedengkot
pasukan musuh itu. Mendengar pengumuman itu, hati Abu Sufyan yang garang luluh
bercampur bahagia. Meski dalam posisi terpojok, ia merasa sangat terhormat dan
terlindungi. Tak tanggung-tanggung, Rasulullah seolah menyejajarkan rumahnya
dengan Masjidil Haram. Barangkali karena kemuliaan akhlak Nabi inilah Abu Sufyan
tak lagi canggung memeluk Islam.
Dari sini kita belajar, Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam tak hanya pandai bertutur tentang pentingnya
berbuat bijak kepada sesama, tetapi beliau konsisten dengan memberikan teladan
langsung dalam wujud perilaku. Penghormatan Nabi di sini tak sebatas kepada
orang atau kelompok yang berbeda pandangan dengan dirinya, tapi bahkan kepada
orang atau kelompok yang sedang memusuhinya. Maka benarlah ungkapan sebuah
hadits shahih:
أَحَبُّ
الدِّينِ إلى الله الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ
“Agama yang paling dicintai oleh Allah
adalah al-hanafiyah as-samhah (yang lurus lagi toleran).”
Rasulullah juga memberi isyarat bahwa tak ada
hubungan keimanan seseorang dengan perasaan benci. Sehingga, kita pun menjadi
heran saat menyaksikan banyak orang-orang yang merasa iman meningkat tapi
kebenciannya terhadap orang yang tak seiman dengan dirinya pun ikut meningkat.
Sikap semacam ini kontradiktif dengan dengan sabda Nabi sebagaimana tertulis
dalam kitab Riyadlus Shalhin:
أَكْمَلُ
الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Mukmin yang paling sempurna adalah mereka
yang paling indah akhlaknya”
Dalam Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam
Muslim pernah dikisahkan, suat kali Rasulullah berdiri (memberi hormat) ketika
sebuah iring-iringan jenazah yang lewat di hadapannya. Salah seorang sahabat
beliau mengingatkan bahwa jenazah itu adalah jenazah orang Yahudi, yang tak
layak mendapat penghormatan. Beliau lansung menjawab, “Bukankah ia juga
manusia?”
مَرَّتْ
بِهِ جَنَازَةٌ فَقَامَ فَقِيْلَ لَهُ إِنَّهَا جَنَازَةُ يَهُوْدِي فَقَالَ
أَلَيْسَتْ نَفْسًا؟
Jamaah Jum’at yang semoga dirahmati Allah,
Perilaku Rasulullah tersebut menyiratkan
pesan bahwa keteguhan iman seseorang ditandai bukan dengan sikap angkuhnya
terhadap orang yang berbeda. Justru sebaliknya, kuatnya keyakinan itu justru
memantulkan sikap-sikap tawadlu’, rasa hormat, tasamuh (toleran) dan terbuka
terhadap yang lain.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ
وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ
الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ
اَكْبَرْ
(Alif Budi Luhur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar