KKB Papua dan Tegaknya HAM yang Berkeadilan
Oleh: Bambang Soesatyo
Harus berapa lama lagi negara memberi toleransi kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua agar mereka bisa terus leluasa berperilaku tidak berperikemanusiaan dengan membunuh serta menebar teror di tengah kehidupan masyarakat setempat? Ketika selama ini negara bersikap dan bertindak minimalis dalam merespons perilaku brutal KKB di Papua, negara patut dituduh tidak adil dan tidak melindungi hak asasi warga setempat.
Agar warga Papua tidak melancarkan tuduhan seperti itu kepada negara, maka negara harus segera berbuat atau bertindak. Agar korban jiwa di kalangan masyarakat Papua tidak lagi berjatuhan, negara harus bertindak tegas terukur. Soal kapan tindakan tegas terukur itu dilancarkan, itu menjadi wewenang pimpinan nasional. Tetapi, cepat atau lambat, tindakan tegas terukur itu harus digelar untuk menghentikan pembunuhan dan teror kepada warga sipil di Papua.
Ketika negara bertindak tegas dan anggota KKB menyerah, mereka harus dihadapkan ke proses hukum untuk mempertanggungjawabkan aksi kekerasan bersenjata yang mereka lakukan selama ini. Sebaliknya, jika tindakan tegas negara direspons dengan serangan bersenjata yang mematikan oleh KKB , tidak salah juga jika prajurit TNI-Polri juga melancarkan serangan balasan atas nama bela negara dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia.
Sikap minimalis negara sebagai cerminan toleransi terhadap rangkaian aksi tidak berperikemanusiaan KKB di Papua tidak boleh berlanjut. Demi tegaknya hak asasi dan keadilan sosial bagi warga Papua, negara harus hadir dan menggunakan kekuatan yang diperlukan untuk mengeliminasi semua potensi ancaman terhadap warga Papua.
Eksistensi KKB di Papua dengan semua aksi kebrutalannya selama ini pasti menimbulkan rasa takut yang tak berkesudahan bagi warga setempat. Tidak salah jika warga Papua meradang dan mengekspresikan kecemburuan mereka terhadap saudara-saudaranya sebangsa dan setanah air di wilayah lain yang boleh menikmati dinamika kehidupan normal tanpa rasa takut oleh serangan dadakan dari KKB.
Kalau dinamika kehidupan di wilayah atau kota lain bisa berlangsung normal dan kondusif karena mendapatkan perlindungan maksimal dari negara, mengapa juga warga Papua tidak boleh mendapatkan perlindungan maksimal dari negara? Kehadiran negara memberi perlindungan maksimal bagi warga Papua sama sekali tidak melanggar hak asasi manusia (HAM).
HAM itu universal. Ini prinsip dasar. Manusia, siapa pun dia, terlahir dengan hak dan martabat yang sama, termasuk dalam memperoleh pengakuan akan hak-hak asasinya. Ketika ada pihak yang mengaku sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan penegakan HAM tetapi memihak, patut diduga yang bersangkutan tidak memahami seutuhnya prinsip dasar dari HAM. Penegakan HAM harus berkeadilan, berlaku sama untuk semua orang, bukan hanya untuk satu pihak tapi tak berlaku bagi pihak lain.
Ketika keutuhan prinsip dasar HAM itu ditarik dan ditempatkan ke dalam persoalan di Papua yang akhir-akhir ini marak dengan pembunuhan dan teror terhadap warga sipil setempat, jelas bahwa di sana ada pelanggaran HAM. Pelakunya adalah KKB. Korbannya masyarakat sipil Papua. Jika kemudian negara berinisiatif menindak tegas para pelanggar HAM di Papua, apakah tindakan tegas negara layak disebut pelanggaran HAM? Tindakan tegas oleh negara bukan pengabaian HAM, melainkan bertujuan melindungi dan menjaga keselamatan rakyat. Memangnya KKB yang membunuh rakyat tak berdosa itu peduli HAM?
Faktanya, sudah terlalu banyak kebiadaban yang dipertontonkan KKB di Papua. Terbaru, dalam rentang waktu sepekan di bulan April 2021, tiga warga sipil Papua tewas di ujung bedil KKB. Kamis pagi (8/4), KKB melakukan penembakan terhadap masyarakat sipil Kampung Julukoma, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua. Oktavianus Rayo, guru SD berusia 43 tahun, tewas.
Kebrutalan KKB tak hanya menewaskan Oktavianus Rayo, tapi juga seorang guru SMPN 1 Julukoma, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, bernama Yonatan Randen yang turut merenggang nyawa. Setelah menghabisi dua guru, warga sipil lainnya yang tewas di ujung bedil KKB adalah pengemudi ojek, dengan dua peluru bersarang di tubuhnya. Pembunuhan ini terjadi di Kampung Eromaga, Distrik Omukia, pada Rabu (14/4).
Daftar korban jiwa akibat rangkaian pembunuhan oleh KKB di Papua bertambah panjang jika digabungkan dengan sejumlah korban dari pihak TNI/Polri. Minggu (25/4), Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Papua, Mayjen Anumerta TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha, gugur. Lalu pada Selasa (27/4), anggota Brimob Bharada Komang tewas ditembak KKB, sementara dua anggota Brimob lainnya luka-luka.
Fakta-fakta ini mengonfirmasi bahwa para pembunuh, yang notabene adalah anggota gerakan separatis dan teroris KKB sama sekali tidak peduli HAM. Nyawa manusia tak lagi berharga di mata mereka. Maka, ketika ajakan dan bujukan agar menyerahkan diri dan kembali ke pangkuan NKRI diabaikan KKB, tak ada pilihan lain bagi negara kecuali mengerahkan kekuatan yang diperlukan untuk menerapkan tindakan tegas dan terukur.
Negara wajib hadir dengan tujuan yang jelas, yakni melindungi warga Papua agar bisa menjalani kehidupan dengan normal, tanpa dibayang-bayangi teror dan ketakutan. Ketika Papua kembali damai dan kondusif, pemerintah bisa dengan tenang melanjutkan pembangunan di wilayah ujung timur NKRI ini.
Memerangi dan membebaskan Papua dari beragam teror dan kejahatan kemanusiaan oleh KKB adalah wujud nyata upaya negara membela dan melindungi hak-hak kemanusiaan (baca: HAM) masyarakat Papua. Ingat, bahwa Statuta Roma dan UU RI No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia memasukkan pembunuhan ke dalam kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat.
Artinya, Negara wajib dan harus bertindak agar rakyat Papua mendapatkan semua hak dan martabat kemanusiaannya. Tidak boleh lagi ada korban jiwa karena kebiadaban KKB di Papua. Pembiaran terhadap apa yang dilakukan KKB bisa dikategorikan sebagai kesalahan besar Negara. []
DETIK, 02 Mei 2021
Bambang Soesatyo | Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Partai Golkar/Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar