Kamis, 20 Mei 2021

Nasaruddin Umar: Perlakukan Nabi terhadap Umat Non-Muslim (5) Non-Muslim Bebas Keluar-Masuk di Negeri Muslim

Perlakukan Nabi terhadap Umat Non-Muslim (5)

Non-Muslim Bebas Keluar-Masuk di Negeri Muslim

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Semenjak masa Nabi, sahabat, dan generasi sesudahnya, hingga sekarang, selain Tanah Haram (Mekkah), warga non-muslim bebas keluar masuk di negeri-negeri muslim. Bahkan warga non-muslim bisa diberi hak untuk tinggal di negeri muslim dengan berbagai jaminan keamanan.

 

Nabi selalu mencontohkan bagaimana besar apresiasinya terhadap warga non-muslim yang tinggal di negeri muslim. Nabi sangat tegas dalam hal ini, sebagaimana dapat dilihat dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Safwan ibn Sulaiman, bahwa Nabi pernah bersabda: "Barang siapa yang mendhalimi orang-orang yang menjalin perjanjian damai (mu'ahhad) atau melecehkan mereka, atau membebaninya sesuatu di luar kesanggupannya, atau mengambil hartanya tanpa persetujuannya, maka saya akan menjadi lawannya nanti di hari kemudian" (HR. Bukhari-Muslim).

 

Sejarah mencatat bagaimana warga non-muslim bisa berinteraksi dengan saudara-saudaranya yang muslim dalam berbagai bidang. Mereka bisa melakukan interaksi bisnis satu sama lain sebagaimana dilakukan kelompok Yahudi dan Nashrani di Madinah. Warga non-muslim di masa Nabi tidak pernah merasa warga kelas dua.

 

Mereka bisa menjumpai Nabi dan keluarganya kapan pun dan dimanapun. Nabi tidak pernah menggeneralisir para warga non-muslim yang sering memerangi Nabi dengan warga non-muslim yang menjalin perjanjian damai dan hidup terlindungi di dalam otoritas wilayah muslim.

 

Suatu ketika Nabi menerima delegasi non-muslim yang terdiri atas tokoh-tokoh lintas agama berjumlah 60 orang, 14 orang di antaranya dari kelompok Kristen Najran. Rombongan tamu dipimpin oleh Abdul Masih. Rombongan ini diterima di Mesjid dengan penuh persahabatan. Bahkan menurut Muhammad ibn Ja'far ibn al-Zubair, sebagaimana dikutip Abdul Muqsith dalam kitab "Al-Shirat al-Nabawiyyah", karya Ibn Hisyam, Juz II, h. 426-428, ketika waktu kebaktian tiba, maka rombongan tamu Rasulullah ini melakukan kebaktian di dalam mesjid dengan menghadap ke arah timur.

 

Ia tidak membeda-bedakan tamu berdasarkan kelas dan status sosial. Luar biasa riwayat ini. Ini sekaligus membuktikan bahwa Nabi pantas dikagumi oleh semua orang tanpa membedakan agama, suku, dan golongan. Pantas kalau ia dinobatkan sebagai Peringkat Utama dari 100 tokoh terkemuka yang pernah dilahirkan di muka bui ini oleh Michael Hart, atau Tokoh Utama di antara 11 Tokoh yang pernah lahir di muka bumi ini oleh Thomas Carlile.

 

Yang paling penting bagi kita semua bagaimana kearifan nabi ini bisa diikuti oleh semua pihak. Nabi Muhammad saw, tokoh yang sering disebut lahir jauh melampaui kurun waktunya ini betul-betul menarik untuk dikaji. Kebijakan-kebijakan dan statmen-statmennya selalu tepat untuk semua orang dan dan di setiap waktu. Nabi hampir-hampir tidak pernah ada orang yang tersinggung pada setiap kebijakan dan statmennya. Kita tentu merindukan sosok orang seperti ini.

 

Non-muslim sebetulnya tidak perlu terlalu khawatir dengan Islam, apalagi dengan memunculkan istilah Islam Phobia. Islam bukan agama yang menakutkan. Islam, sesuai dengan namanya sendiri berarti damai, tidak pernah dimaksudkan untuk menakut-nakuti orang. Segala hal yang menyebabkan kesengsaraan, kesedihan, dan malapetaka pasti itu tidak sejalan dengan Islam bahkan bisa disebut sebagai musuh Islam. Musuh kemanusiaan adalah juga musuh Islam. []

 

DETIK, 30 Maret 2021

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar