Pertanyaan:
Assalamu 'alaikum Wr. Wb.
Redaksi NU Online, ruang shalat karyawan di perusahaan dan pabrik juga terbatas. Sedangkan jumlah karyawan kadang melebihi kapasitas ruang shalat. Apakah mereka harus melaksanakan shalat Jumat dengan dua shift? Mohon keterangannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Dani – Bekasi
Jawaban:
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Hal ini umum sesekali terjadi di lingkungan perkantoran dan juga pabrik sehingga terpikir salah satu solusinya oleh pihak perusahaan untuk melaksanakan shalat jumat dua shift atau dua angkatan.
Masalah ini sebenarnya pernah diangkat dalam forum Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama tentang Masail Diniyah Waqi’iyyah pada 17-20 November 1997 M di Pondok Pesantren Qomarul Huda, Bagu, Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Para kiai ketika itu memutuskan bahwa hukum shalat Jumat dua shif/angkatan atau lebih (insya al- jum’ah ba’da al-jum’ah) yang artinya penyelenggaraan shalat Jumat lebih dari satu di suatu tempat tidak sah.
أَمَّا غَيْرُ الْمَأْمُوْمِ فَلاَ يَجُوْزُ اسْتِخْلاَفُهُ لِأَنَّهُ يُشْبِهُ إِنْشَاءَ جُمْعَةٍ بَعْدَ أُخْرَى وَهُوَ مُمْتَنِعٌ
Artinya, “Adapun selain makmum, maka tidak boleh mengganti imam shalat Jumat (ketika si imam ber-hadats di tengah-tengah shalat) karena serupa dengan membentuk shalat Jumat setelah shalat Jumat yang lain (dalam satu masa secara serentak di tempat yang sama). Dan hal tersebut tidak tidak diperbolehkan. (Ibnu Hajar Al-Haitami, Minhajul Qawim pada Al-Hawasyil Madaniyah, [Mesir, Musthafa Al-Halabi: 1340 H], juz II, halaman 50).
Para kiai pada forum tersebut memberikan jalan keluar sebagai berikut:
1. Karyawan seperti itu wajib berikhtiar seoptimal mungkin agar dapat menunaikan jumatan shift pertama.
2. Sebaiknya ditugaskan kepada karyawati untuk menjaga produksi agar karyawan dapat menunaikan shalat Jumat.
3. Dalam hal ikhtiar tersebut bila tidak berhasil maka kewajiban shalat Jumat menjadi gugur dan wajib menunaikan shalat Zhuhur dan dianjurkan berjamaah. Jika ada uzur syar’i di dalam meninggalkan shalat Jumat demikian ini dengan mengganti shalah Zhuhur hukumnya tidak berdosa. Tetapi jika tidak ada uzur syar’i, hukumnya berdosa.
Para kiai pada saat itu merekomendasikan kepada pemerintah dan para produsen/pengusaha agar memberikan jaminan kebebasan kepada para karyawan untuk menjalankan agamanya, dan melaksanakan shalat Jumat.
Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar