Senin, 17 Mei 2021

(Ngaji of he Day) Fiqih Difabel: Ragam dan Karakteristik Disabilitas

Secara umum disabilitas dibagi ke dalam tiga kategori, antara lain:

 

1. Kategori Disabilitas Berat

 

Para penyandang disabilitas pada kategori ini adalah individu yang bergantung pada bantuan orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Para penyandang disabilitas berat dikategorikan sebagai Mampu Rawat, mereka biasanya mengalami Cerebral Palsy (CP) berat atau mengalami disabilitas ganda baik intelectual disability dan CP. Jika mereka mengalami disabilitas intelektual maka IQ mereka kurang dari 30, sehingga mereka hanya dapat berbaring di atas tempat tidur atau hanya duduk di kursi roda. Untuk aktivitas sehari-hari seperti mandi, buang air, berpakaian, makan, dan berpindah tempat mereka sangat tergantung pada bantuan orang lain.

 

2. Kategori Disabilitas Sedang

 

Para penyandang disabilitas dalam kategori ini masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari termasuk merawat diri sendiri seperti membersihkan diri, makan, berganti pakaian, dan berpindah tempat. Sebagian dari mereka mengalami disabilitas intelektual dengan IQ antara 30 – 50. Beberapa dari mereka juga masih dapat dilatih untuk aktivitas-aktivitas keterampilan motorik, seperti membuat kerajinan tangan, membersihkan lingkungan, dan mencuci piring, sehingga mereka juga dikategorikan sebagai penyandang disabilitas Mampu Latih.

 

3. Kategori Disabilitas Ringan

 

Para penyandang disabilitas yang masuk dalam kategori ini adalah mereka yang sudah dapat hidup mandiri, mampu melakukan aktivitas keseharian, dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya. Para penyandang disabilitas pada kategori ini juga disebut sebagai penyandang disabilitas mampu didik. Dengan menggunakan alat bantu yang sesuai dengan jenis disabilitasnya, mereka mampu mendapatkan pendidikan yang baik atau bersekolah. Beberapa dari mereka mengalami disabilitas intelektual dengan IQ lebih dari 70.

 

Ragam disabilitas sangat luas dan ketiga kategori tersebut berada dalam semua ragam disabilitas. Mengacu pada Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2018 tentang Penyandang Disabilitas, maka ragam disabilitas dibagi ke dalam empat kategori, yaitu a) Penyandang Disabilitas Fisik, b) Penyandang Disabilitas Intelektual, c) Penyandang Disabilitas Mental dan/atau, d) Penyandang Disabilitas Sensorik.

 

Sementara variasi atau spektrum pada setiap tipe atau jenis disabilitas sangat luas sehingga karakteristik masing-masing tipe disabilitas pun menjadi berbeda. Berikut adalah penjelasan empat ragam disabilitas beserta karakteristik dan penjelasan bagaimana kita berinteraksi dengan masing-masing ragam disabilitas.

 

a. Penyandang disabilitas fisik, yang di masyarakat biasa disebut sebagai Penyandang Disabilitas Daksa atau Orang dengan Gangguan Mobilitas. Mereka adalah individu yang mengalami ketidakmampuan untuk menggunakan kaki, lengan, atau batang tubuh secara efektif karena kelumpuhan, kekakuan, nyeri, atau gangguan lainnya. Kondisi ini mungkin diakibatkan kondisi ketika lahir, penyakit, usia, atau kecelakaan. Meski demikian, kondisi ini dapat berubah dari hari ke hari dan kondisi ini juga dapat berkontribusi pada disabilitas lain seperti gangguan bicara, kehilangan ingatan, tubuh pendek, dan gangguan pendengaran.

 

Orang dengan gangguan mobilitas dan gangguan gerak seringkali terhambat secara sosial dan fisik untuk berpartisipasi di dalam masyarakat. Hambatan sosial berupa stigma negatif di masyarakat sementara hambatan fisik adalah lingkungan yang tidak aksesibel. Oleh karena itu, penerimaan masyarakat dan lingkungan yang aksesibel sangat dibutuhkan untuk memastikan para penyandang disabilitas fisik ini dapat berpartisipasi dan berkontribusi di dalam masyarakat.

 

Terkait dengan kondisi penyandang disabilitas fisik, maka ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan, antara lain:

 

·         Perlu disediakan bidang miring atau lift pada setiap perbedaan ketinggian pada lantai

·         Perlu disediakan toilet (kamar mandi) yang khusus dengan dilengkapi fasilitas untuk berpegangan

·         Disediakan tempat duduk prioritas pada ruang-ruang publik dan tempat duduk tersebut sebaiknya dekat dengan pintu keluar dan masuk ruangan

·         Alat bantu bagi penyandang disabilitas daksa seperti tongkat, kruk, dan kursi roda adalah barang pribadi yang penting, sehingga jangan digunakan atau diperlakukan sebagai mainan

 

b. Penyandang disabilitas intelektual, yang dahulu disebut Cacat Mental dan sekarang banyak disebut sebagai Disabilitas Mental. Disabilitas intelektual adalah mereka yang mengalami fungsi intelektual secara signifikan serta gangguan prilaku adaptif. Spektrum atau variasi penyandang disabilitas intelektual sangat luas, mulai dari mereka mengalami down syndrome, autisme, kesulitan konsentrasi, dan gangguan berpikir lainnya termasuk mereka yang disebut sebagai orang dengan gangguan jiwa. Orang yang mengalami disabilitas intelektual rata-rata memiliki tingkat IQ antara 35 hingga 70.

 

Terdapat tiga faktor penyebab disabilitas intelektual;

 

·         Faktor sebelum dilahirkan. Disabilitas bisa terjadi karena perkawinan satu kelompok orang yang ber-IQ rendah atau mental retardasi. Jenis ini biasanya memiliki disabilitas ringan. Disabilitas ini juga bisa disebabkan oleh penyakit berat dan tekanan kehidupan emosional yang dialami saat ibunya sedang mengandung. Kondisi kesehatan ibu hamil juga bisa menjadi penyebab terjadinya disabilitas intelektual, misalnya penyakit infeksi yang pada awal pertumbuhan janin seperti TBC, rubella, syphilis, atau kelainan jumlah dan bentuk kromosom yang menyebabkan mongolisme atau down syndrome. Tindakan kesehatan juga dapat menyebabkan disabilitas intelektual, misalnya penyinaran dengan sinar rontgen dan radiasi, kesalahan pemasangan alat kontrasepsi, dan usaha aborsi.

·         Faktor saat dilahirkan. Penanganan saat melahirkan yang tidak tepat sehingga tenaga medis terpaksa menggunakan alat bantu kelahiran dapat berpengaruh pada struktur otak bayi. Disabilitas intelektual juga dapat disebabkan oleh kurangnya oksigen yang dialami janin saat proses kelahiran.

·         Faktor setelah dilahirkan. Seorang anak dapat mengalami disabilitas intelektual jika terserang penyakit berat, seperti demam tinggi yang diikuti dengan kejang, radang otak (encephalitis), dan radang selaput otak (meningitis). Disabilitas juga dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme pertumbuhan. Kekurangan gizi yang berat dan lama pada masa anak- anak umur di bawah 4 tahun dapat mempengaruhi perkembangan otak, yang masih dapat diperbaiki sebelum anak berusia 6 tahun. Gangguan jiwa berat yang diderita dalam masa anak-anak dan depresi yang timbul karena kurangnya komunikasi verbal juga dapat menyebabkan orang mengalami disabilitas intelektual, di samping faktor-faktor sosial budaya yang berhubungan dengan penyesuaian diri.

 

Terkait dengan kondisi penyandang disabilitas intelektual tersebut maka beberapa hal perlu diperhatikan dalam melakukan interaksi dengan mereka. Dalam berkomunikasi dengan mereka, gunakanlah media yang konkrit, menarik, dan dekat dengan kehidupannya. Selain itu sampaikan informasi dengan jelas, pendek, bertahap, serta diulang secara konsisten. Usahakan ketika berkomunikasi berhadapan langsung dengan mereka dan gunakan bahasa atau istilah sederhana yang lekat dengan keseharian.

 

c. Penyandang disabilitas rungu dan/atau wicara. Penyandang disabilitas rungu adalah mereka yang mengalami hambatan untuk mendengar, sementara penyandang disabilitas wicara adalah mereka yang mengalami gangguan atau hambatan melakukan komunikasi verbal. Beberapa komunitas penyandang disabilitas rungu lebih suka menyebut dirinya sebagai komunitas Tuli. Bagi mereka istilah Tuli mengacu pada komunitas yang memiliki cara berkomunikasi sendiri yang berbeda dengan komunitas orang dengar. Jadi istilah Tuli bagi mereka bukan istilah yang berkonotasi negatif. Sementara orang yang memiliki gangguan pendengaran adalah mereka yang memiliki persoalan mendengar yang diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain bertambahnya usia, penyakit, atau faktor lain misalnya benturan yang menyebabkan gendang telinga rusak. Sehingga orang yang mengalami gangguan pendengaran biasanya masih dapat menggunakan alat bantu dengar untuk berkomunikasi. Sementara disabilitas wicara seringkali disebabkan oleh rusaknya pita suara. Hal yang perlu diketahui adalah seseorang yang sejak kecil tuli berpotensi juga memiliki disabilitas wicara. Namun, seseorang yang memiliki disabilitas wicara belum tentu tuli karena bisa jadi mereka hanya mengalami gangguan pada pita suara atau organ verbal mereka.

 

Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang memiliki disabilitas rungu atau wicara dapat dikenali melalui karakteristik yaitu mereka tidak menyadari adanya bunyi jika tidak melihat ke sumber bunyi atau tidak ada getaran. Seorang yang tuli atau hambatan pendengaran seringkali terlihat mendekatkan telinga ke sumber bunyi dan jika berbicara keras dan tidak jelas. Selain itu mereka cenderung menggunakan mimik atau gerakan baik tangan atau tubuh untuk berkomunikasi.

 

Dengan memperhatikan kondisi para penyandang disabilitas rungu wicara, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka berkomunikasi dan berinteraksi dengan mereka. Apabila kita berkomunikasi dengan mereka, kita harus berbicara berhadapan muka dan mengucapkan kata – kata dengan gerakan bibir yang jelas. Jika memungkinkan gunakan bahasa isyarat, hindari komunikasi verbal (suara), dan gunakan komunikasi non-verbal seperti tulisan ataupun gerak anggota tubuh. Agar maksud mudah dipahami maka gunakan bahasa yang sederhana yang digunakan sehari-hari. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah penyediaan informasi visual di berbagai area publik yang memudahkan penyandang disabilitas rungu-wicara melakukan aktivitas di ruang publik.

 

d. Penyandang disabilitas netra. Disabilitas netra adalah hambatan atau gangguan penglihatan. Secara umum netra terbagi ke dalam dua kelompok yaitu buta total (totally blind) dan disabilitas netra ringan (low vision). Buta total adalah sebuah kondisi di mana seseorang tidak dapat melihat obyek sama sekali kecuali hanya bayang cahaya sehingga mereka hanya dapat membedakan situasi gelap dan terang. Kondisi demikian dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran (pre-natal) karena faktor genetik (keturunan) atau adanya virus yang menyerang janin pada masa kehamilan. Para penyandang disabilitas netra total mengandalkan komunikasi audio atau verbal. Tulisan braille merupakan salah satu metode yang digunakan oleh mereka untuk berkomunikasi. Pada era digital saat ini teknologi alat bantu bagi penyandang disabilitas netra sudah berkembang dengan baik, di mana para penyandang disabilitas netra dapat menggunakan komputer bicara. Dalam penampilan sehari-hari pada umumnya mereka menggunakan kacamata hitam dan untuk mobilitasnya mereka menggunakan tongkat khusus, yaitu tongkat berwarna putih dengan garis merah horizontal.

 

Penyandang disabilitas netra ringan (low vision) hanya kehilangan sebagian penglihatannya dan masih memiliki sisa penglihatan yang dapat digunakan untuk beraktivitas. Kondisi ini tidak dapat dibantu dengan menggunakan kacamata. Jarak pandang maksimal untuk penyandang low vision adalah enam meter dengan luas pandangan maksimal dua puluh derajat. Alat bantu yang bisa digunakan adalah komputer yang mampu menampilkan karakter huruf lebih besar sehingga mereka dapat membaca teks dengan baik.

 

Para penyandang disabilitas netra pada umumnya memiliki kepekaan pendengaran yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak mengalami disabilitas netra, karena informasi yang mereka dapatkan hanya bersumber dari satu pintu yaitu alat pendengaran. Dengan demikian mereka memiliki daya ingat yang lebih baik dikarenakan tidak terjadi distorsi informasi yang disebabkan oleh penglihatan.

 

Dalam berinteraksi dengan mereka terdapat beberapa hal yang penting untuk diperhatikan. Etika umum yang harus diperhatikan dalam membantu penyandang disabilitas netra adalah bertanya terlebih dahulu sebelum membantu. Kita harus memberi tahu jika kita datang atau pergi meninggalkan penyandang disabilitas netra. Kita juga harus memberitahu jika kita sedang memindahkan barang yang ada di rumah. Selain itu, karena para penyandang disabilitas netra tidak mampu mengenali arah mata angin, maka untuk memberikan petunjuk arah sebaiknya menggunakan konsep arah jarum jam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar