Kita sering mendengar orang bertawasul dengan menggunakan syair, “Yâ rabbî bil mushtafâ balligh maqâshidanâ**waghfir lanâ mâ madhâ yâ wâsi‘al karami.” Kita mendengar syair ini dari mulut banyak orang tua kita sebelum masuk waktu azan atau mengisi waktu senggang.
Lafal tawasul ini biasanya dirangkai dengan syair “Muhammadun sayyidul kaunaini was tsaqalai**ni wal farîqaini min ‘urbin wa min ‘ajami,” syair “hual habîbul ladzî turjâ syafâ‘atuhû,” atau "maulâya shalli wa sallim dâ’iman abadan ‘alâ habîbika khairil kulli himi." Ada baiknya kami kutip secara syair tawasul tersebut:
يَا رَبِّ بِالمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ الكَرَمِ
Yâ rabbi bil mushtafâ balligh maqâshidanâ**waghfir lanâ mâ madhâ yâ wâsi‘al karami.
Artinya, “Wahai Tuhanku, dengan (kedudukan) Mushtafa (Nabi Muhammad SAW), sampaikanlah maksud-maksud kami. Berikan ampunan bagi kami atas dosa yang telah silam. Wahai Zat yang luas kemurahan-Nya.”
Dari mana kutipan bait ini didapat? Syekh Ibrahim Al-Baijuri menemukan bait ini dari salah satu versi naskah Qashidatul Burdah karya Imam Muhammad bin Sa‘id Al-Bushiri. Qasidatul Burdah yang disebarkan saat itu melalui tradisi penurunan naskah yang memungkinkan salinan dengan banyak varian:
ويوجد في بعض النسخ أبيات لم يشرح عليها أحد من الشارحين لكن لا بأس بها
Artinya, “Pada sebagian naskah terdapat bait-bait yang tidak disyarahkan oleh ulama yang mensyarahkan Qashidatul Burdah. Tetapi bait-bait ini tidak masalah,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Matnil Burdah, [Surabaya, Al-Hidayah: tanpa catatan tahun], halaman 84).
Salah satu varian naskah Qashidatul Burdah mengandung syair berikut ini yang memuat salah satunya larik yang berbunyi “Yâ rabbî bil mushtafâ balligh maqâshidanâ**waghfir lanâ mâ madhâ yâ wâsi‘al karami.” Kita mengutip secara lengkap bait dalam salah satu naskah Qashidatul Burdah yang disebutkan oleh Syekh Ibrahim Al-Baijuri dalam Hasyiyatul Baijuri ala Matnil Burdah, [Surabaya, Al-Hidayah: tanpa catatan tahun], halaman 84:
ثُمَّ الرِّضَا عَن أبي بَكرٍ وعَن عُمَرَ وعَن عَلِيٍّ وعَن عثمانَ ذِي الكَرَمِ والآلِ وَالصَّحْبِ ثمَّ التَّابعينَ فهم أهلُ التُّقَى والنَّقَى والحِلْمِ والكَرَمِ يَا رَبِّ بِالمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ الكَرَمِ وَاغْفِرْ إِلَهِي لِكُلِّ المُسْلِمِيْنَ بِمَا يَتْلُوْهُ فِي المَسْجِدِ الأَقْصَى وَفِي الحَرَمِ بِجَاهِ مَنْ بَيْتُه فِي طَيْبَة حَرَمٌ واسمُهُ قَسَمٌ مِن أَعْظَمِ القِسَمِ وَهَذِهِ بُرْدَةُ المُخْتَارِ قَدْ خُتِمَتْ وَالحَمْدُ للهِ فِي بَدْءٍ وَفِي خَتَمِ أَبْيَاتُهَا قد أَتَتْ سِتِّيْنَ مَعَ مِائَةٍ فَرِّجْ بِهَا كُرَبَنَا يَا وَاسِعَ الكَرَمِ
Artinya, “Wahai Tuhanku, dengan (kedudukan) Mushtafa (Nabi Muhammad SAW), sampaikanlah maksud-maksud kami/Berikan ampunan bagi kami atas dosa yang telah silam. Wahai Zat yang luas kemurahan-Nya/Ampunilah wahai Tuhanku bagi setiap umat Islam/dengan berkah apa yang dibaca di Masjidil Aqsha dan Masjidil Haram/dengan pangkat orang yang rumahnya di Thaibah, tanah haram/dan namanya adalah sumpah yang paling agung/inilah selendang Nabi Muhammad SAW dikhatamkan/segala puji bagi Allah di awal dan di akhir/bait-bait ini sebanyak 160/lapangkanlah kesulitan kami dengan bait-bait ini wahai Tuhan yang luas kemurahan-Nya.”
Syekh Ibrahim Al-Baijuri menutup Syarah Qashidatul Burdah-nya dengan doa kelapangan dari segala kesulitan dan kesempitan yang sedang mendera umat Islam seluruhnya.
فرّج الله الكرب عنّا وعن سائر المسلمين بجاه سيد المرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين
Artinya, “Semoga Allah melapangkan kesempitan kami dan kesempitan setiap umat Islam berkat pangkat pengulu para rasul (Nabi Muhammad SAW), bagi keluarga, dan semua sahabatnya,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Matnil Burdah, [Surabaya, Al-Hidayah: tanpa catatan tahun], halaman 84).
Oleh karena itu, kutipan syair Yâ rabbî bil mushtafâ balligh maqâshidanâ**waghfir lanâ mâ madhâ yâ wâsi‘al karami dan seterusnya tidak terdapat pada akhir naskah Qashidatul Burdah pada varian teks lainnya, salah satunya adalah Qashidatul Burdah yang dijilid bersama dengan karya lain, yaitu Barzanji atau maulid Diba'i . Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar