Muhammad kecil hidup di rumah kakeknya, Abdul Muthalib, setelah ibundanya, Sayyidah Aminah, wafat. Kemudian ketika Abdul Muthalib juga wafat, Muhammad kecil akhirnya tinggal bersama pamannya, Abu Thalib.
Pada saat awal-awal tinggal bersama Abu Thalib, Muhammad kecil biasa-biasa saja. Ia bermain dan makan bersama dengan anak-anak Abu Thalib. Namun lama kelamaan, Muhammad kecil mulai sadar bahwa kondisi ekonomi pamannya memprihatinkan. Ditambah pamannya juga memiliki anak yang banyak. Hal itu lah yang menggerakkan Muhammad kecil untuk berbuat sesuatu. Bekerja apapun itu, yang penting bisa menghasilkan uang untuk sekedar membantu ekonomi keluarga pamannya.
Suatu ketika, Muhammad kecil menyampaikan keinginannya untuk menggembala kambing kepada pamannya, Abu Thalib. Sang paman kaget mendengar hal itu. Ia berusaha mencegahnya, namun gagal. Begitu pula dengan sang bibi, Fatimah binti Asad, istri Abu Thalib. Keduanya sebetulnya tidak tega kalau keponakannya yang masih kecil itu harus kerja menggembala kambing. Akan tetapi tekad Muhammad kecil begitu bulat sehingga tidak bisa dihentikan.
Dalam buku Bilik-bilik Cinta Muhammad (Nizar Abazhah, 2018) disebutkan, salah satu alasan Nabi Muhammad menggembala kambing saat anak-anak adalah untuk meringankan beban keuangan yang dialami pamannya, Abu Thalib.
Pada kesempatan lain, Nabi Muhammad juga melakukan hal yang sama –membantu meringankan beban ekonomi Abu Thalib, namun dengan cara yang berbeda. Suatu ketika, kaum Quraisy mengalami krisis yang parah. Digambarkan bahwa mereka sampai memakan tulang busuk untuk mengganjal perutnya.
Hal yang sama juga dialami Abu Thalib. Dia tidak memiliki makanan untuk diberikan kepada anak-anaknya. Setelah mengetahui hal itu, Nabi Muhammad berpikir untuk meringankan beban yang menimpa pamannya itu.
Gayung bersambut, Allah memberi Nabi Muhammad ilham untuk menyelesaikan persoalan itu. Nabi Muhammad kemudian mendatangi pamannya yang lain, Abbas bin Abdul Muthalib. Beliau meminta pamannya itu untuk ikut serta membantu Abu Thalib. “Wahai paman, saudaramu, Abu Thalib, banyak keluarga. Kau tahu orang-orang sedang dilanda krisis. Mari kita ke sana, kita ringankan bebannya,” kata Nabi Muhammad.
Seketika itu, Nabi Muhammad dan Abbas bertandang ke rumah Abu Thalib. Kepada Abu Thalib, Nabi Muhammad menyatakan bahwa beliau ingin menanggung atau mengasuh sebagian keluarganya. Abu Thalib mempersilahkannya, namun ia meminta agar Uqail tetap bersamanya.
Seperti tertera dalam buku Hayatush Shahabah (Syaikh Muhammad Yusuf Al-Kandhlawi, 2019), Nabi Muhammad kemudian mengasuh Ali bin Abi Thalib, sedangkan Abbas mengambil Ja’far bin Abu Thalib. Ja’far masih tetap bersama Abbas sampai ia hijrah ke Habasyah (Ethiopia).
Demikian sikap Nabi Muhammad ketika mengetahui ada keluarganya yang mengalami kesulitan. Beliau tidak segan-segan mengulurkan tangan untuk membantu meringankan beban yang menimpa keluarganya. []
(A Muchlishon Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar