Selasa, 11 Mei 2021

Buya Syafii: Ranah Minang, ABS-SBK-AM-SM, dan Kebanggaan Semu (III)

Ranah Minang, ABS-SBK-AM-SM, dan Kebanggaan Semu (III)

Oleh: Ahmad Syafii Maarif 

 

Sekilas tambahan tentang AA Navis yang juga dikenal sebagai si pencemooh. Kritik-kritik sosialnya disampaikan dengan tajam, demi pembacanya tersentak, kesadarannya bangkit agar hidup terus bergerak, mencari tanpa henti sampai kedatangan maut sebagai terminal ujung dalam kehidupan duniawi.

 

Saya beruntung masih sempat berjumpa dengan sastrawan ini di Padang pada suatu hari. RSK memang telah memicu pro dan kontra, tetapi bagi Navis semuanya itu alami belaka. Sekarang, kita melangkah ke ranah Minang kontemporer, pasca-Navis.

 

Pagi hari tertanggal 12 Maret 2021, saya kedatangan tamu dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Padang Pariaman dan PDM Kota Pariaman. Di antara cerita yang disampaikan, betapa banyaknya anak muda di daerah itu yang menjadi korban narkoba.

 

Untuk mengembalikan mereka kepada kehidupan normal, tokoh-tokoh masyarakat harus bekerja keras demi menyelamatkan masa depan anak muda, yang sudah menyimpang jauh dari cara hidup yang benar. Sesuatu yang tidak gampang.

 

Memang gempuran narkoba bukan hanya menimpa ranah Minang, melainkan nasional dan dunia. Namun, etnis yang punya filosofi ABS-SBK-AM-SM di muka bumi hanya khas Minangkabau.

Karena pertimbangan itulah masalah besar ini diangkat untuk dibicarakan bersama dengan kepala dingin, tanpa didahului prasangka apa pun.

Info semacam itu bagi saya bukan hal baru, karena fenomena serupa juga telah menjangkiti hampir seluruh Ranah Minang, dari kawasan perkotaan sampai ke dusun yang jauh tersuruk.

 

Posisi filosofi ABS-SBK-AM-SM yang masih menggantung di langit tinggi itu ternyata tumpul berurusan dengan narkoba dan bermacam penyakit sosial lainnya yang mencemaskan. Hidup berlangsung dalam suasana serbasemu.

 

Di bidang infrastruktur dan pembangunan sosial ekonomi, daerah ini jauh tertinggal. Gubernur, bupati, dan wali kota telah datang dan pergi, kondisi ranah Minang tidak banyak berubah, kecuali dalam penampilan lahiriah agama yang akan kita bicarakan lebih lanjut.

 

Kita lihat dulu penyebaran narkoba menurut data awal tahun ini. Dalam laporan terbarunya per 1 Januari 2021, Polda Sumatra Barat menurunkan angka korban narkoba berikut ini.

 

Sepanjang tahun 2020, ada sejumlah 1.242 pengguna narkoba yang ditangkap jajaran Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumatra Barat.

 

Angka itu adalah hasil penangkapan selama tahun 2020. Angka sebelum itu tentu tidak kurang, sebagaimana nanti akan dikutip lagi. Menurut Kapolda Sumatra Barat Irjen Pol Toni Harmanto, tersangka yang berjumlah 1.242 itu, terdiri atas berbagai kategori.

 

Umur 15-18 tahun sebanyak 43 orang, umur 19-28 tahun 496 orang, umur 29-49 sejumlah 666 orang, dan umur di atas 50 tahun sebanyak 37 orang.

 

Direktur Reserse Narkoba Polda Sumatra Barat, Kombes Wahyu Sri Bintoro menambahkan, dari jumlah di atas sebanyak 1.161 laki-laki, 38 perempuan, dan 43 anak-anak.

 

Untuk latar belakang profesi tercatat ASN empat orang, anggota Polri tujuh orang, mahasiswa 45 orang, penganggur 120 orang, swasta 401 orang, wiraswasta 402 orang, buruh 145 orang, dan petani 89 orang. Adapun yang belum tertangkap mungkin jumlahnya cukup banyak juga.

 

Bahkan di desa-desa, anak muda tingkat SD-SMP yang mengisap lem bukan masalah baru. Ini adalah sebuah krisis mental-sosial yang berat.

 

Jika kita baca peta sebaran mereka yang terpapar itu, terlihat dengan jelas bahwa yang telah tertangkap itu hampir meliputi semua sektor masyarakat.

 

Artinya, dalam perspektif filosofi Minangkabau, ternyata taji ABS-SBK-AM-SM memang sudah tidak tajam lagi dalam menghadapi penyakit sosial ini.

 

Ironisnya, beberapa tokoh Minang, baik di ranah maupun yang di rantau, justru berpikir aneh: mengusung usul agar nama Provinsi Sumatra Barat diubah menjadi Provinsi DIM (Daerah Istimewa Minangkabau).

 

Seakan-akan, dengan perubahan itu segala masalah di ranah Minang akan mudah diselesaikan. Ini adalah sikap orang bingung, terpukau oleh kulit, isi diabaikan. Jika kita baca peta sebaran mereka yang terpapar itu, terlihat dengan jelas bahwa yang telah tertangkap itu hampir meliputi semua sektor masyarakat.

 

Artinya, dalam perspektif filosofi Minangkabau, ternyata taji ABS-SBK-AM-SM memang sudah tidak tajam lagi dalam menghadapi penyakit sosial ini. []

 

REPUBLIKA, 27 April 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar