Rabu, 05 Mei 2021

Khofifah: Nuzulul Quran Penyemangat Literasi Keumatan

Nuzulul Quran Penyemangat Literasi Keumatan

Oleh: Khofifah Indar Parawansa

 

NUZULUL Quran merupakan sejarah turunnya ayat Alquran kali pertama. Peristiwa tersebut diperingati setiap 17 Ramadan. Hasil dari ikhtiar Rasulullah Muhammad SAW berkhalwat di Gua Hira.

 

Menurut risalah, kala itu Malaikat Jibril menghampiri Rasulullah. Wujudnya membuat Rasulullah yang berusia 40 tahun ketika itu terkejut. Malaikat Jibril menyampaikan wahyu berupa ayat Alquran seraya mengucapkan Iqra’ yang artinya bacalah.

 

Rasulullah yang memang tidak bisa membaca pun terkejut. Malaikat Jibril kembali mengatakan Iqra’. Diulang sampai tiga kali. Dan selanjutnya diteruskan hingga lima ayat tersampaikan kepada Rasulullah. Cerita sejarah yang dipahami hampir semua umat Islam, tapi belum diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Iqra’ yang berarti bacalah. Sepenggal ayat yang memiliki makna mendalam. Lewat membaca, manusia paham segala hal. Lewat membaca pula, manusia bisa menuliskan sebuah naskah. Perintah itu yang jarang sekali diterapkan pada kehidupan sehari-hari.

 

Dulu ada ilmuwan muslim bernama Aljabbar. Dia menulis buku pertama yang membahas solusi sistematis dari linear dan notasi kuadrat. Dia juga berperan penting dalam memperkenalkan angka Arab yang kemudian diadopsi sebagai angka standar pada sistem penomoran posisi desimal di dunia Barat. Itu terjadi pada abad ke-12.

 

Aljabbar juga merevisi dan menyesuaikan geografi Ptolemaeus sebaik mengerjakan tulisan-tulisan tentang astronomi dan astrologi. Sayangnya, peran heroisme keilmuan Aljabbar redup. Sebab, literasi umat Islam masih lemah. Perlu dikuatkan.

 

Di Indonesia, peran Nahdlatul Ulama (NU) dalam mempertahankan kemerdekaan juga luar biasa. Kader NU yang merupakan kelompok santri turun ke lapangan bergerak melawan penjajah. Cerita itu tidak tertulis dengan apik karena literasi keumatan belum optimal. Hal tersebut akan berbeda jika umat Islam menguatkan tradisi membaca dan menulis. Mereka bisa menulis tentang sejarah perjuangan santri dalam melawan penjajah.

 

Nuzulul Quran kali ini adalah momentum bersama. Mengingatkan kita semua untuk bersama-sama menguatkan kemampuan literasi. Paling tidak, ada tiga tahapan yang perlu ditekankan bersama. Pertama, listening society, yakni mendengar. Ini juga bagian dari literasi. Menyerap semua informasi dari apa yang didengar.

 

Lalu menelaah melalui tahap berikutnya, yakni reading society. Era sekarang lebih dimudahkan. Literatur pustaka bisa diakses melalui internet. Siapa pun bisa mengakses dan membacanya dengan mudah. Tahap terakhir adalah writing society, yakni menulis sebuah karya.

 

Perlahan namun pasti. Diawali dengan mendengar kemudian membaca. Lalu menarik kesimpulan dan menuangkan dalam bentuk naskah baru. Dengan begitu, ada informasi baru yang merupakan hasil literasi keumatan masa kini. Tradisi itulah yang sebenarnya diperintahkan Allah melalui surah Al Alaq.

 

Perkembangan teknologi makin pesat. Dulu orang terbantukan dengan big data. Sekarang sudah mengarah ke artificial intelligence. Ke depan akan ada teknologi baru. Umat Islam harus mampu mengikutinya. Di saat semua orang berlari, umat Islam harus melakukan lompatan. Yakni melalui inovasi dan terobosan. Modalnya berasal dari kekuatan literasi setiap pribadi muslim.

 

Mari menjadikan Nuzulul Quran sebagai ajang perenungan bersama. Evaluasi diri tingkatkan literasi. Lalu tingkatkan kemampuan untuk menaklukkan dunia dengan menguasai ilmu pengetahuan. []

 

JAWA POS, 30 April 2021

Khofifah Indar Parawansa | Gubernur Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar