Etika Politik dalam Al-Qur'an (46)
Isu Mayoritas-Minoritas dalam Al-Qur'an
Oleh: Nasaruddin Umar
Al-Qur'an sejak awal mengingatkan umatnya untuk tidak menjadikan kedudukan mayoritas dan minoritas sebagai isu politik yang bisa melahirkan anarki kaum mayoritas dan tirani kaum minoritas. Al-Qur'an tidak pernah memperkenalkan konsep mayoritas (aktsariyyah) dan monoritas (aqaliyyah) dalam arti pemberian otoritas mutlak kepada kaum mayoritas atau pemberian hak-hak istimewa kepada kaum minoritas. Al-Qur'an memperkenalkan konsep al-musawa, yaitu persamaan kedudukan, hak dan kewajiban bagi segenap warga umat tanpa menekankan keberadaan mayoritas dan minoritas.
Memang ada sejumlah istilah yang digunakan dalam Al-Qur'an yang dapat diasosiasikan kepada eksistensi kelompok mayoritas dan minoritas, yaitu kata katsirah dan qalilah, seperti yang disebutkan dalam ayat: Kam min fiatin qalilah gulibat fiatin katsirah bi idzn Allah (Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar/Q.S. al-Baqarah/2:249). Ayat ini tidak jelas apakah yang dimaksud kelompok mayoritas (katsirah) dan minoritas (qalilah), apakah merujuk kepada mayoritas-minoritas secara kualitatif atau secara kuantitatif? Yang jelas ayat itu mengingatkan kita bahwa eksistensi kelompok mayoritas bukan jaminan untuk menang dan kelompok minoritas bukan kepastian untuk kalah. Sejarah kemanusiaan telah berulang kali membuktikan kebenaran ayat ini.
Al-Qur'an juga pernah menyoroti keberadaan kelompok mayoritas secara
kuantitatif dan secara kualitatif dan ada golongan minoritas secara kuantitatif
dan kualitatif, misalnya disebutkan dalam ayat: Dan ingatlah (hai para
muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi
(Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi
kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan
pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu
bersyukur. (Q.S. al-Anfal/8:26).
Al-Qur'an menegaskan tidak boleh melecehkan walau hanya satu orang (nyawa),
sebagaimana ditegaskan dalam ayat: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia,
... maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. (Q.S. al-Maidah/5:32). Al-Qur'an juga
sudah mengisyaratkan relasi antar golongan di dalam masyarakat, harus diambil
manfaatnya dengan cara menekankan aspek "pertemuan" (encounters),
bukannya menekankan aspek negatif (conflict), sebagaimana diisyaratkan di dalam
ayat: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
(Q.S. A-Hujurat/49:13).
Di dalam mengatasi problem mayoritas-minoritas ini tentu yang diperlukan bukan
jalan tunggal di dalam mencapai suatu tujuan, tetapi diperlukan jalan-jalan
alternative, sebagaimana ditegaskan di dalam ayat: Janganlah kamu
(bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu
gerbang yang berlain-lain. (Q.S. Yusuf/12:67). Yang penting bagi para komponen
masyarakat, baik golongan mayoritas maupun minoritas dimenita untuk menekankan
titik temu, (kalimah sawa'), sebagaimana disebutkan dalam ayat: Katakanlah:
"Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (common
flatform) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu. (Q.S. Ali
'Imran/3:64).
Golongan manapun, baik mayoritas maupun minoritas, diminta untuk berbaik sanka
antara satu sama lain, sebagaimana disebutkan dalam ayat: Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka
itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. (Q.S.
al-Hujurat/49:12). Jika rambu-rambu yang di tanam di dalam Al-Qur'an ini
diimplementasikan di dalam masyarakat sudah barang tentu akan lahir sebuah
masyarakat ideal. []
DETIK, 06 November 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar