Syarat Seorang Guru Menurut
KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan
Oleh: Siti Muyassarotul Hafidzoh
--Para guru perlu merefleksikan kembali peran
strategisnya dalam dunia pendidikan di Indonesia. Wajah pendidikan di Indonesia
masih belum lapang arahnya, sehingga semua komponen pendidikan harus saling
mendukung untuk menghasilkan kualitas peserta didik yang baik, bisa menjawab
problema masyarakat dan ikut serta dalam membangun peradaban bangsa.
Dari sekian elemen pendidikan, guru merupakan
ujung tombak paling utama dalam mendidik peserta didik. Kualitas siswa bisa
dilihat dari kualitas para guru yang mengajarnya. Karena guru selain memberikan
materi pelajaran, juga bertugas memberikan keteladanan siswa dalam menyerap
nilai pelajaran yang diajarkan. Keteladanan guru menjadi point paling besar,
karena meresapkan nilai pelajaran dalam kehidupan nyata.
Falsafah Jawa telah mengajarkan bahwa guru
adalah digugu dan ditiru. Digugu berarti guru bisa dipercaya kualifikasi
keilmuannya. Guru mampu menyampaikan materi sesuai dengan senyatanya, bukan
hasil rekayasanya yang tak akurat. Guru yang digugu mempunyai kapasitas
keilmuan yang cukup, hasil olah belajarnya yang tekun dan kemudian diajarkan
secara cerdik kepada peserta didik.
Sedangkan maksud ditiru adalah guru mampu
mengajarkan kehidupan seharinya sebagai manifestasi tata keilmuan yang
digelutinya. Apa yang diucapkan sesuai dengan dijalani sehari-hari. Peserta
didik bisa mengambil materi pelajaran bukan saja dari buku, tetapi juga dari
meniru sang guru yang lelaku hidupnya mencerminkan tingkat kualitas keilmuan
yang diresapi. Kesatuan antara ilmu dan tindakan ini menjadikan guru sebagai
guru yang digugu dan ditiru.
Etika dan Syarat Guru
Menjadi guru memang sekedar menjalankan
ritual mengajar. Guru adalah pemegang mahkota pengetahuan yang akan
disandangkan kepada murid-muridnya. Karena itu, guru mesti mempunyai etika yang
jauh melebihi muridnya.
Menurut KH Hasyim Asy’ari, ada dua puluh
etika yang harus dipenuhi guru dan calon guru.
Pertama, selalu berusaha mendekatkan diri
kepada Allah dalam keadaan apapun, bagaimanapun dan dimanapun.
Kedua, mempunyai rasa takut kepada Allah,
takut atau khouf dalam keadaan apapun baik dalam gerak, diam, perkataan maupun
dalam perbuatan.
Ketiga, mempunyai sikap tenang dalam segala
hal.
Keempat, berhati-hati atau wara dalam
perkataan,maupun dalam perbuatan.
Kelima, tawadhu dalam pengertian tidak
sombong, atau dapat juga diartikan rendah hati.
Keenam, khusyu dalam segala ibadahnya.
Ketujuh, selalu berpedoman kepada hukum Allah
dalam segala hal.
Kedelapan, tidak menggunakan ilmunya hanya
untuk tujuan duniawi semata.
Kesembilan, tidak rendah diri di hadapan
pemuja dunia.
Kesepuluh, zuhud, dalam segala hal.
Kesebelas, menghindarai pekerjaan yang
menjatuhkan martabatnya.
Keduabelas, menghindari tempat–tempat yang
dapat menimbulkan maksiat.
Ketigabelas, selalu menghidupkan syiar Islam.
Keempatbelas, menegakkan sunnah Rasul.
Kelimabelas, menjaga hal-hal yang sangat
dianjurkan.
Keenambelas, bergaul dengan sesama manusia
secara ramah.
Ketujuhbelas, menyucikan jiwa.
Kedelapanbelas, selalu berusaha mempertajam
ilmunya dan terbuka untuk umum, baik saran maupun kritik.
Kesembilan belas, selalu mengambil ilmu dari
orang lain tentang ilmu yang tidak diketahuinya.
Keduuapuluh, meluangkan waktu untuk menulis
atau mengarang buku.
Sedangkan KH Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa syarat
dan etika guru adalah: 1) Muslim; 2) Mempunyai kemampuan dan kecakapan yang
diperlukan; 3) Anggota/calon anggota/simpatisan organisasi (muhammadiyah atau
aisyiyah); 4) Loyal terhadap persyarikatan dan perguruan; 5) Berjanji untuk
memenuhi persyaratan khusus yang dimufakati bersama antara yang bersangkutan
dengan bagian pendidikan dan pengajaran.
Diantara kelima syarat tersebut, menurut KH
Ahmad Dahlan, syarat kemampuan menjadi perhatian yang istimewa. Syarat
kemampuan dirinci sebagai berikut:
Pertama, menguasai bahan; menguasai bahan
bidang studi dalam kurikulum sekolah dan menguasai bahan pendalaman/aplikasi
bidang studi;
Kedua, menguasai program belajar; a)
merumuskan tujuan instruksional, b) mengenal dan dapat menggunakan metode
mengajar, c) memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat, d)
melaksanakan program mengajar dan belajar, e) mengenal kemapuan anak didik, f)
merencakan dan melaksanakan pengajaran remedial;
Ketiga, mengelola kelas; a) mengatur tata
ruang kelas untuk pengajaran, b) menciptakan iklim belajar mengajar yang
serasi.
Sedangkan keeempat adalah menggunakan media
dan sumber; a) mengenal dan memilih serta menggunakan sumber, b)
menggunakan alat-alat bantu pelajaran yang sederhana, c) menggunakan dan
mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar, d) mengembangkan
laboratorium, e) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar.
Kelima, menguasai landasan-landasan
kependidikan.
Keenam, mengelola interaksi belajar mengajar.
Ketujuh, menilai prestasi siswa untuk
kependidikan dan pengajaran.
Kedelapan, menguasai fungsi dan program dan
bimbingan di sekolah; a) menguasai fungsi dan layanan dan bimbingan di sekolah,
b) menyelenggarakan program layanan dan bimbingan di sekolah.
Kesembilan, mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah; a) mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah,
b) menyelenggarakan administrasi sekolah.
Kesepuluh, memahami prinsip-prinsip dan
menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Cermin Masa Depan
Etika dan syarat seorang guru dari KH Hasyim
Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan tersebut merupakan petuah sangat bernilai bagi
problem guru dan endidikan di Indonesia sekarang ini. Sayang, pemikiran kedua
tokoh yang merupakan pendiri NU dan Muhammadiyah tersebut sudah banyak
dilalaikan, karena corak pendidikan kita sudah berkiblat dengan sistem sekuler.
Apa yang dipikirkan kedua tokoh tersebut bukanlah sekedar dalam kertas saja,
melainkan sudah dibuktikan.
Murid KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan banyak
sekali tersebar di berbagai pelosok desa sampai menjadi tokoh nasional.
Pemikiran dan bukti yang nyata serta sesuai dengan karakter kehidupan bangsa
kita ini wajib kembali disuarakan, sehingga bangsa ini bisa kembali
mengaktualisasikan warisan para pendahulunya yang sudah terbukti nyata, dari
pada tenggelam dalam bongkar pasang sistem pendidikan yang mengacu kepada
sistem sekuler yang tanpa ujung itu.
KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan adalah
sosok guru sejati dan cermin bagi masa depan bangsa ini. Guru yang demikian
yang tak lekang oleh zaman. Selalu dibutuhkan dan selalu hadir untuk
mengajarkan nilai hidup bagi jamannya. []
Siti Muyassarotul Hafidzoh, Guru Madin Masjid
Zahrotun Banguntapan Bantul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar