Bolehkan Menjual Daging
Qurban?
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahamtullah wabarakatuh.
Pak ustad, saya mau bertanya: Sebagaimana yang sering terjadi dalam kepanitiaan
qurban, menjelang siang hari waktu penyembelihan, mereka (panitia) menggunakan
sebagian daging untuk dimasak dan dimakan bersama-sama, atau ada yang menjual
sebagian daging qurban untuk membeli bumbu dalam rangka untuk makan siang
panitia.
Pertanyaan saya bolehkah hal itu
dilakukan?dan apa hukum memakan masakan panitia tersebut? Terima kasih.
(Bagya, Jakarta Pusat)
Jawaban:
Wa’alaikumsalam warahamatullah wabarakatuh.
Saudara penanya yang dimuliakan Allah SWT. Pada dasarnya ibadah qurban dianjurkan
kepada orang yang mampu melaksanaknnya untuk dibagikan kepada mereka yang
membutuhkan yakni para faqir dan orang-orang yang sengsara.
Hal ini sebagaimana disinyalir dalam firman
Allah swt dalam surat al-Hajj ayat 28:
فَكُلُوا
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
Artinya: maka makanlah sebagaian darinya
(hewan qurban) dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan oleh orang-orang
yang sengsara dan fakir.
Dari ayat ini kemudian para ulama terutama
madzhab Syafi’iyah membuat rambu-rambu bahwa seorang yang berqurban (selain
qurban nadzar) dianjurkan untuk memakan sebagian daging qurban yang telah
disembelih sekedarnya saja, dan yang lain dibagikan kepada yang membutuhkan.
Disamping itu orang yang berqurban tidak
diperkenankan untuk menjual daging maupun kulit hewan yang disembelihnya
meskipun untuk biaya penyembelihan (ongkos tukang jagal dan sebagainya).
Bapak Bagya yang kami hormati. Mengingat
panitia qurban yang dibentuk selama ini merupakan kepanjangan tangan dari pihak
yang berqurban (wakil), maka hukum yang sama juga diberlakukan kepadanya,
artinya daging qurban boleh dipergunakan untuk makan siang dan panitia tidak
diperbolehkan menjual daging sembelihan meskipun hanya untuk membeli bumbu.
Oleh karena itu, guna menyiasati masalah
seperti ini, banyak kepanitian yang membuat kebijakan untuk menerima hewan
qurban disertai biaya yang dibebankan kepada orang yang berqurban mulai dari
perawatan serta biaya-biaya operasinal lainnya. Hal ini guna menghindari
terjadinya penjualan daging qurban serta pembagian daging yang lebih meluas.
Inisiatif seperti ini tentu dibenarkan dalam
kacamata fiqih madzhab Syafi’i. Solusi yang lain adalah diantara panitia,
selain ada yang menjadi wakil, disiapkan pula panitia yang menyediakan dirinya
untuk menjadi mustahiq (orang yang berhak menerima) daging qurban agar ia
mempunyai keleluasaan untuk memanfaatkannya. Ia boleh memasaknya dan juga boleh
menjualnya.
Alternatif berikutnya adalah dengan mengikuti
madzhab Hanafi yang memperbolehkan penjualan daging qurban oleh pelakunya
(orang yang berqurban) sesuai dengan manfaat yang diperlukan baik dalam
penyelenggaraan penyembelihan maupun pembagiannya kepada masyarakat.
Rujukan yang kami gunakan adalah kitab
Kifayatul-Ahyar karya Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini:
وَاعْلَم
أَن مَوضِع الْأُضْحِية الِانْتِفَاع فَلَا يجوز بيعهَا بل وَلَا بيع جلدهَا وَلَا
يجوز جعله أُجْرَة للجزار وَإِن كَانَت تَطَوّعا ...وَعند أبي حنيفَة رَحمَه الله
أَنه يجوز بَيْعه وَيتَصَدَّق بِثمنِهِ
Artinya: “Dan ketahuilah bahwa fungsi hewan
qurban adalah untuk dimanfaatkan. Oleh karena itu tidak diperbolehkan
menjualnya, tidak diperbolehkan pula menjual kulitnya dan juga tidak boleh
menjadikan hasil penjualan untuk upah tukang jagal meskipun qurban sunnat
(bukan qurban nadzar) dst… Menurut Abi Hanifah, menjual daging qurban dan
menyedekahkan uang hasil penjualannya hukumnya boleh.”
Seperti telah disampaikan di atas, kami
menyarankan, panitia qurban menyiapkan biaya khusus yang dibebankan kepada
orang yang berqurban atau keluarganya untuk biaya perawatan serta biaya-biaya
operasinal lainnya. Itu pun jika diperlukan biaya, agar tidak perlu menjual
daging qurban. Wallahu a’lam. Demikian jawaban dari kami, mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Maftuhan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar