Syarat Jadi Anggota Liga Muslimin Indonesia
Ketika hubungan kelompok ulama dengan
intelektuil di Masyumi tidak harmonis sejak peran ulama dipinggirkan, sebagai
anggota Istimewa maka kalangan NU mengusulkan pada rapat Masyumi agar Masyumi
dibentuk sebagai badan federasi umat Islam (Djamaah Islamijah), seperti MIAI
dulu, sehingga masing-masing anggota bisa memiliki suara yang sama. Tetapi usul
itu ditolak kalangan intelektuil yang mendominasi seluruh kepemimpinan Masyumi.
Berbagai jalan diupayakan NU agar hubungan internal partai ini tetap harmonis, saling
menghormati agar tidak terjadi perpecahan.
Dengan ditolaknya usul itu akhirnya pada 1 Mei 1952 NU keluar dari Masyumi karena keberadaannya tidak dihargai, hanya digunakan sebagai pendulang suara. Ketika NU keluar dari Masyumi maka NU dituduh sebagai pemecah-belah ukhuwah Islamiyah. Karena selama ini Masyumi mengklaim sebagai perwakilan tunggal umat Islam, padahal di luar itu masih ada partai lain seperti PSII, Perti dan beberapa partai kecil lainnya, yang tidak mau gabung dengan Masyumi.
Walaupun keluar dari Masyumi semangat ukhuwah islamiyah (mempersatukan gerakan Islam) NU tidak pudar. NU mengajak organisasi Islam yang ada seperti PSII, Perti dan Masyumi bergabung dalam satu organisasi Islam yang merupakan federasi dari partai Islam yang ada. Gagasan NU itu diterima dengan baik oleh PSII dan Perti, sehingga terbentuklah Liga Muslimin Indonesia pada 30 Agustus 1952, Ketuanya KH Wahid Hasyim (NU), Wakil Ketua I Anwar Tjokroamoinoto (PSII), Wakil Ketua II, KH Siraadjuddin Abbas (Perti). Liga ini diurus secara lebih demokratis dan egaliter. Tidaak hanya maslah nasional yang menjadi perhatian organisasi ini, persoalan internasional terutama pembebasan negara-negara islam adari penjajahaan menjadi fokus utam Liga ini. Sebagai partai yang besar Masyumi menolak ajakan NU ini.
Tidak lama setelah Liga Muslimin ini terbentuk Kabinet Wilopo yang sama sekali tidak mengakomodir unsur NU itu jatuh tahun 1953. Sebagai gantinya dibentuk lahKabinet Ali Satroamidjojo (PNI)-Zainal Arifin (NU), yang lazim disingkat dengan Kabinet AA. Ini merupakan momentum penting bagi Liga ambil peran dalam panggung politik Nasional. Di tangan Kabinet AA inilah Konfrensi Asia-Afrika (KAA) yang bersejarah itu diselenggarakan pada bukan April 1955, yang dikenang dunia hingga saat ini dengan “Dasa Sila Bandung”nya. Saat itu Masyumi tidak ikut dalam kabinet, menjadi partai oposisi, karena itu Masyumi banyak mengkritik konfrensi yang bertujuan membebaskan Asia dan Afrika yang disingkat dengan KAA itu diplesetkan sebagai Konfrensi Apa-Apaan.
Situasi berbalik setelah Masyumi melakukan pemberontakan PRRI tahun 1958, partai itu distigma di mana-mana di Konstituante, di DPR di Kabinet, maupun di lingkungan birokrasi dicap sebagai gerombolan pemberontak. Tentu saja hal itu membuat gerak Masyumi menyempit, kesempatan ini digunakan sebaik-baiknya oleh kelompok kiri terutama PKI untuk memukul lawannya itu. Dalam kondisi seperti itu Masyumi mulai berpikir ulang untuk bergabung dengan kelompok Islam yang lain dalam Liga Muslimin Indonesia.
Dengan berdasarkan ukhuwah Islamiyah, NU menerima dengan terbuka bergabungnya Masyumi dalam Liga, dengan demikian persatuan Islam akan semakin kokoh. Tetapi kalangan NU dan anggota Liga yang lain tidak mau bersikap naïf, kecipratan darah pemberontakan. Karena itu NU membolehkan Masyumi masuk Liga Muslimin Indonesia dengan dua syarat yaitu; Pertama, memiliki ketegasan dalam menjalankan politik luar negeri untuk tidak mengeblok ke Barat atau ke Timur. Kedua, Bersikap tegas tidak membenarkan adanya kaum pemberontak PRRI dan Permesta.
Pada mulanya Masyumi keberatan untuk memenuhi persyaratan tersebut, tetapi melihat situasi politik yang demikian sulit kemudian menerima. Penerimaan Masyumi itu membuat lega perasaan seluruh anggota Liga, sebab dibayangkan akan terbangun kekutan perjuangan Islam Indonesia yang besar. Tetapi sayang tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1960 Masyumi dibubarkan, karena melakukan pemberontakan, sementara anggota Liga yang lain tidak bisa melakukan pembelaan, ketika keputusan itu sudah dijatuhkan berdasarkan SOB yang berlaku saat itu. []
(Abdul Mun’im DZ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar