Problematika Arah Kiblat
Judul Buku
: Kakbah dan Problematika Arah Kiblat
Penulis
: Arwin Juli
Rakhmadi Butar Butar
Penerbit
: Museum Astronomi
Islam, Yogyakarta
Cetakan
: 2013
Tebal
: 120 Halaman
Peresensi
: Ngato U Rohman, Generasi Muda
Himasakti (Himpunan Mahasiswa Santri Alumni Keluarga Tebuireng) Yogyakarta.
Kewajiban menghadap kiblat atau Kakbah ketika
sholat disepakati oleh jumhur ulama. Bahkan semua madzhab menegaskan
bahwa menghadap kiblat merupakan sarat sahnya sholat. Namun yang menjadi
pertanyaan apakah kewajiban menghadap kiblat itu hanya arahnya saja atau harus
sesuai menghadap persis ‘ain al-Ka’bah?
Jumhur ulama (kecuali Syafi’iah) sendiri berpendapat bahwa yang diwajibkan itu cukup dengan menghadap arah Kakbah saja. Berbeda halnya dengan pendapat Syafi’iah bahwa wajib baginya menghadap ‘ain al-Ka’bah. (Halaman 68)
Secara praktis, pendapat ini sulit untuk diterapkan dan memberatkan kaum muslimin yang berada jauh dari Kakbah. Namun, jika kita tarik pada konteks kekinian tentunya pendapat inilah yang sesuai secara logika dan ilmiah. Betapa tidak, melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi amatlah maju. Bahkan secara akurasi pun arah kiblat dapat diukur dengan menggunakan teknologi terkini seperti GPS, Kompas, Theodolit, dan lain sebagainya. Sementara itu, jika menggunakan pendapat jumhur yang menyatakan cukup dengan menghadap ke arah Kakbah saja konsekuensinya bisa saja ia tidak menghadap persis ke Kakbah. Padahal jika diukur akurasinya ternyata benar-benar kurang tepat. Bukankah dalam beribadah kita dituntut untuk bersungguh-sungguh, begitu juga dalam menentukan arah kiblat sekalipun?
Di Indonesia sendiri masalah arah kiblat juga menjadi hal yang masih diperdebatkan hingga mengundang pro dan kontra. Seperti yang telah disampaikan oleh Prof. Dr. Susiknan Azhari sebagai pengantar dalam buku ini, bahwa di tahun 2010 lalu salah satu TV swasta memberitakan sekitar 193.000 masjid yang ada di Indonesia ternyata banyak diantaranya arah kiblatnya tidak sesuai. Ditambah lagi terbitnya fatwa MUI no 3/2010 yang menyatakan “karena letak geografis Indonesia yang berada di bagian timur Ka’bah/Makkah maka kiblat umat Islam Indonesia menghadap ke arah barat”. (Halaman xi) Hal ini mengindikasikan bahwa pada kenyataannya masyarakat pada umumnya masih awam terhadap masalah arah kiblat.
Sementara itu, dalam menyoroti masalah arah kiblat setiap umat Muslim hendaknya memahami secara koprehensif. Tidak hanya terpaku pada pemahaman lama tanpa menghubungkan dengan realitas empiris. Mengingat masalah arah kiblat ini bersifat ijtihadi yang mungkin saja tidak terlepas dengan subjektifitas dari mujtahid itu sendiri. Bukankah Al-Qur’an juga memerintahkan kita menggunakan akal dan pikiran dalam memecahkan suatu permasalahan?
Namun penulis juga menyadari hal demikian tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu adanya gebrakan yang dilakukan oleh para cendekiawan muslim untuk merombak paradikma lama yang telah mengakar dalam sendi kehidupan masyarakat muslim.
Buku ini menjelaskan secara detail tentang Kakbah dan problematikanya. Mulai dari sejarah Ka’bah dan Makkah, Posisi geografis dan astronomis Ka’bah, Perpalingan dari Baitul Maqdis ke Baitullah, Hukum menghadap kiblat, Dalil-dalil kiblat, Tata cara dan hisab penentuan arah kiblat, hingga sampai pada penjelasan tentang instrumen-instrumen penentuan arah kiblat.
Hemat penulis, buku ini kiranya amatlah penting untuk dibaca bagi para kaum akademisi yang ingin mengetahui atau meneliti tentang esensi arah kiblat itu sendiri. Juga layak untuk dibaca oleh khalayak umum yang ingin mengetahui secara pasti bahwa masjid yang berada di dekat rumah arah kiblatnya sudah tepat atau belum, dengan mempelajari cara penentuan arah kiblat yang dijelaskan dalam buku ini. Selamat membaca! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar