Membaca Trend Globalisasi (11)
Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Memperkenalkan Dunia Astrolabe
Oleh: Nasaruddin Umar
Satu persatu temuan ilmuan Islam menggelobal. Satu lagi di antaranya ialah pengembangan dunia Astrolabe. Sesungguhnya Astrolabe hampir sama bidang kajiannya dengan astronomi. Hanya saja astrolabe lebih spesifik dan dapat dikatakan bagian dari astronomi dalam arti umum. Astrolabe adalah pengukuran secara spesifik dengan menggunakan system peralatan tertentu di dalam menyelesaikan problem yang berhubungan dengan waktu dan posisi matahari dan bintang. Dengan kecanggihan ilmu computer sekarang ini maka dunia astrolabe semakin canggih. Sekarang sudah dapat ditemukan berbagai program Astrolabe, termasuk yang paling canggih saat ini Astrolabe Planispheris.
Astrolabe yang paling pertama dibuat pada 1500 tahun lalu oleh ilmuan Islam. Keitika dunia Islam menguasai Andalusia (Spanyol) sekitar abad ke 12M, sudah ditemukan tidak kurang dari 800 Astrolabe dengan tingkat akurasi yang tinggi. Berbagai spesifik Astrolabe sudah digunakan di sejumlah laboratorium, bukan hanya untuk keperluan mengajar tetapi juga untuk kebutuhan praktis, misalnya untuk melihat dan menganalisis benda-benda langit guna keperluan penentuan waktu dan selanjutnya untuk kepentingan pertanian, pelayaran, dan penentuan musim. Astrolabe juga sering juga digunakan untuk kepentingan astrologi, yang dihubungkan dengan ramalan nasib seseorang. Karya-karya monumental ilmuan muslim di abad pertengahan ini diakui oleh para ilmuan fisika dunia Barat.
Banyak factor yang mendukung perkembangan dunia
Astrolabe, di antaranya ialah: 1) Kebutuhan ketepatan waktu sangat diperlukan
untuk pelaksanaan shalat lima waktu dan imsak, yaitu Shalat Subuh, Shalat
Dhuhur, Shalat Ashar, Shalat Isya, dan Imsak, batas waktu untuk memulai puasa,
baik puasa sunnat seperti Senik dan Kamis maupun puasa Ramadhan. 2) Kebutuhan
ketepatan arah kiblat, agar shalat yang seharusnya menghadap ke kiblat tidak
salah arah. Termasuk juga pada pembangunan masjid dan mushallah, sangat penting
penggunaan alat-alat ukur seperti Astrolabe ini. 3) Kebutuhan untuk penentuan
kepastian twrwujudnya hilal (wujud al-hilal) guna penentuan tanggal 1 Ramadhan
untuk menentukan puasa Ramadhan, tanggal 1 Syawal untuk penentuan hari raya
Idul Fitri, dan tanggal 1 Zulhijjah untuk penentuan Idul Adha pada tanggal 10
Zulhijjah. 4) Untuk keperluan nafigasi para saudagar dan muballig muslim yang
terkenal berani menembus ganasnya ombak laut dan panas teriknya padang pasir.
Kebutuhan-kebutuhan praktis seperti ini mendorong para ilmuan Islam untuk
senantiasa berkreasi.
Tokoh utama yang merintis Asrolabe ialah Mohammad
Al-Fazari yang pertama menemukan astrolube kemudian dijadikan jam matahari
untuk mengukur tinggi dan jarak bintang) dan Abu Sahl bin Naubakh, Ali bin Isa
yang dikenal sebagai Phoenix pada zamannya (Zaman Abbasiyah). Kedua tokoh ini
sesungguhnya bukan yang pertama merintis Astrolabe. Yang paling pertama di
dalam catatan sejarah Astroblabe ialah Hipparchus (w.180SM) ilmuan kelahiran
Nicaea Asia Kecil, sekarang di kota Iznik, Turki dan Apollonius (w.225SM),
seorang ilmuan Yunani, namun karya-karya Astrolabenya masih sangat sederhana
characteristics. Hipparchus did not invent the astrolabe, but he did refine the
projection theory.
Dunia Astrolabe selanjutnya berkembang pesat terutama
di masa pemerintahan kerajaan Umayah dan Kerajaan Abbasiyah, yang memberikan
apresiasi kepada tikoh-tokoh keilmuan. Di antara para raja ada yang menyiapkan
lahan di lingkungan istana kerajaan bagi para ilmuan untuk berkantor dan
membangun laboratoriumnya. Bahkan ada beberapa raja di antara mereka menimbang
buku-buku karya ilmuan dengan emas dan perak. Dengan demikian, warga masyarakat
yang menaruh minat besar terhadap dunia sains semakin bergairah. Bahkansejumlah
ilmuan diterima sebagai anak menantu yang pada akhirnya memiliki kekuasaan di
dalam kerajaan. Akhirnya dunia keilmuan betul-betul mendapatkan dukungan penuh
dari kerajaan dan para pemerintah dunia Islam, bahkan juga belakangan oleh
pemerintah negara-negara non muslim. []
DETIK, 17 Agustus 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar