Kamis, 03 Desember 2020

Nasaruddin Umar: Membaca Trend Globalisasi (11) Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Memperkenalkan Dunia Astrolabe

Membaca Trend Globalisasi (11)

Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Memperkenalkan Dunia Astrolabe

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Satu persatu temuan ilmuan Islam menggelobal. Satu lagi di antaranya ialah pengembangan dunia Astrolabe. Sesungguhnya Astrolabe hampir sama bidang kajiannya dengan astronomi. Hanya saja astrolabe lebih spesifik dan dapat dikatakan bagian dari astronomi dalam arti umum. Astrolabe adalah pengukuran secara spesifik dengan menggunakan system peralatan tertentu di dalam menyelesaikan problem yang berhubungan dengan waktu dan posisi matahari dan bintang. Dengan kecanggihan ilmu computer sekarang ini maka dunia astrolabe semakin canggih. Sekarang sudah dapat ditemukan berbagai program Astrolabe, termasuk yang paling canggih saat ini Astrolabe Planispheris.

 

Astrolabe yang paling pertama dibuat pada 1500 tahun lalu oleh ilmuan Islam. Keitika dunia Islam menguasai Andalusia (Spanyol) sekitar abad ke 12M, sudah ditemukan tidak kurang dari 800 Astrolabe dengan tingkat akurasi yang tinggi. Berbagai spesifik Astrolabe sudah digunakan di sejumlah laboratorium, bukan hanya untuk keperluan mengajar tetapi juga untuk kebutuhan praktis, misalnya untuk melihat dan menganalisis benda-benda langit guna keperluan penentuan waktu dan selanjutnya untuk kepentingan pertanian, pelayaran, dan penentuan musim. Astrolabe juga sering juga digunakan untuk kepentingan astrologi, yang dihubungkan dengan ramalan nasib seseorang. Karya-karya monumental ilmuan muslim di abad pertengahan ini diakui oleh para ilmuan fisika dunia Barat.


Banyak factor yang mendukung perkembangan dunia Astrolabe, di antaranya ialah: 1) Kebutuhan ketepatan waktu sangat diperlukan untuk pelaksanaan shalat lima waktu dan imsak, yaitu Shalat Subuh, Shalat Dhuhur, Shalat Ashar, Shalat Isya, dan Imsak, batas waktu untuk memulai puasa, baik puasa sunnat seperti Senik dan Kamis maupun puasa Ramadhan. 2) Kebutuhan ketepatan arah kiblat, agar shalat yang seharusnya menghadap ke kiblat tidak salah arah. Termasuk juga pada pembangunan masjid dan mushallah, sangat penting penggunaan alat-alat ukur seperti Astrolabe ini. 3) Kebutuhan untuk penentuan kepastian twrwujudnya hilal (wujud al-hilal) guna penentuan tanggal 1 Ramadhan untuk menentukan puasa Ramadhan, tanggal 1 Syawal untuk penentuan hari raya Idul Fitri, dan tanggal 1 Zulhijjah untuk penentuan Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijjah. 4) Untuk keperluan nafigasi para saudagar dan muballig muslim yang terkenal berani menembus ganasnya ombak laut dan panas teriknya padang pasir. Kebutuhan-kebutuhan praktis seperti ini mendorong para ilmuan Islam untuk senantiasa berkreasi.


Tokoh utama yang merintis Asrolabe ialah Mohammad Al-Fazari yang pertama menemukan astrolube kemudian dijadikan jam matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang) dan Abu Sahl bin Naubakh, Ali bin Isa yang dikenal sebagai Phoenix pada zamannya (Zaman Abbasiyah). Kedua tokoh ini sesungguhnya bukan yang pertama merintis Astrolabe. Yang paling pertama di dalam catatan sejarah Astroblabe ialah Hipparchus (w.180SM) ilmuan kelahiran Nicaea Asia Kecil, sekarang di kota Iznik, Turki dan Apollonius (w.225SM), seorang ilmuan Yunani, namun karya-karya Astrolabenya masih sangat sederhana characteristics. Hipparchus did not invent the astrolabe, but he did refine the projection theory.


Dunia Astrolabe selanjutnya berkembang pesat terutama di masa pemerintahan kerajaan Umayah dan Kerajaan Abbasiyah, yang memberikan apresiasi kepada tikoh-tokoh keilmuan. Di antara para raja ada yang menyiapkan lahan di lingkungan istana kerajaan bagi para ilmuan untuk berkantor dan membangun laboratoriumnya. Bahkan ada beberapa raja di antara mereka menimbang buku-buku karya ilmuan dengan emas dan perak. Dengan demikian, warga masyarakat yang menaruh minat besar terhadap dunia sains semakin bergairah. Bahkansejumlah ilmuan diterima sebagai anak menantu yang pada akhirnya memiliki kekuasaan di dalam kerajaan. Akhirnya dunia keilmuan betul-betul mendapatkan dukungan penuh dari kerajaan dan para pemerintah dunia Islam, bahkan juga belakangan oleh pemerintah negara-negara non muslim. []

 

DETIK, 17 Agustus 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar