Membaca Trend Globalisasi (14)
Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Pengembangan Observatorium
Oleh: Nasaruddin Umar
Dunia observatorium mencapai kemajuan yang luar biasa di bawah otoritas keilmuan muslim. Ketika Pasukan Hulagu Khan mengobarak-abrik kota ilmu pengetahuan Bagdad dan Persia, tampillah Nasiruddin Al-Thusi melobi jajaran pimpinan pasukan Hulagu agar karya-karya ilmu pengetahuan yang amat bermanfaat untuk kemanusiaan tidak dihancurkan. Nasiruddin bersedia membantu jika sekiranya Hulagu mau memanfaatkan jasanya sebagai ahli astronomi dan sekaligus astrologi. Ia juga menyampaikan kesediaannya untuk merawat sekaligus mengembangkan sejumlah laboratorium keilmuan yang sudah mengukir sejarah kemanusiaan. Akhirnya pasukan Hulagu menerima tawaran Nasiruddin. Pasukan Hulagu bahkan memberikan dorongan dan dana kepada Nasiruddin melakukan penelitian lebih intensif. Kesempatan yang ada ini tidak disia-siakan oleh Nasiruddin. Ia mendekati Hulagu agar mendirikan Observatorium dan lembaga sains di Malaga, Persia. Hulagu setuju dan Nasiruddin diminta sebagai direkturnya. Ia diberi kepercayaan untuk merekrut para ilmuan yang ahli dalam bidangnya. Ia berhasil membujuk Qutbuddin Syirazi (w.1311), Ibn Syathir , dan Muhiddin Al-Magribi. Nasiruddin berhasil menyelamatkan sekitar 40.000 buku sains karya para ilmuan muslim di dalam periode sebelumnya.
Observatorium Maragah ini terus berkembang di bawah kepemimpinan
Nasiruddin. Ia mengembangkan laboratorium canngi yang mengesankan penguasa dari
Mongol itu, hingga pada akhirnya cucu Hulagu Khan, Ulugh Beg masuk Islam.
Dengan dukungan penuh raja, maka Nasiruddin membangun sejumlah observatorium
canggih di berbagai kota. Nasiruddin bukan hanya mengembangkan Observatorium,
tetapi juga mengembangkan disiplin ilmu lain, seperti etika, teologi, dan
filsafat. Ia menghidupkan kembali filsafat, khususnya pemikiran Ibn Sina. Tidak
heran kalau Nasiruddin juga banyak menulis persoalan-persoalan kontemporer
keagamaan seperti ilmu fikih dan tasawuf. Ia juga akrab dengan karya-karya Imam
Gazali. Karyanya yang amat gemilang ialah Tajrid al I'tiqad (penyucian
keyakinan). Begitu dalam dan luasnya ilmu Nasiruddin sehingga ia dijuluki Ibn
Sina Kedua.
Sebagaimana ilmuan Islam di abad itu, Nasiruddin sulit mengukur keahlian
utamanya karena sama-sama ditekuninya. Ingat Ibnu Rusyd yang memiliki jam
praktek pagi sebagai dokter spesialis, siang sebagai fuqaha dan filosof, dan
malamnya sebagai ahli spiritual. Wawasan keilmuan yang begitu luas dan
komperhensif membuat pribadi mereka lebih utuh. Konsep astronomi Nasiruddin
berbeda dengan dasar-dasar astronomi yang pernah diletakkan di dalam era
kerajaan Romawi Kuno. Ia membantah karya astronom terkemuka, yaitu Ptolemeus,
yang menempatkan bumi sebagai pusat geometri bola-bola langit. Nasiruddin
menemukan pengajuan model planet baru yang non-Ptolemeus. Ia menggambarkan dua
bola, yang satu berputar di dalam dan yang lainnya di luar. Model planet baru
ini dikerjakan diselesaikan dan disempurnakan oleh asistennya bernama Qutbuddin
Syirazi,
Damaskus, dan Ibn Syathir. Karena temuannya inilah sehingga sejarawan AS, E.S.
Kennedy menyebut Nasiruddin sebagai Thusi Couple. Temuan Nasiruddin ini juga
diakui oleh fisikawan modern, Ajram (1992).
Kalangan ilmuan modern belum lama ini menemukan sebuah kemiripan dengan apa
yang telah dirintis oleh Nasiruddin dengan model yang telah ditemukan
Copernicus, seorang astronaut Eropa yang kemudian dianggap sebagai penemu teori
gerak planet yang lebih valid. Menurut S.H. Nasr, temuan Copernicus tidak bisa
dipisahkan dengan temuan Nasiruddin, karena karya-karya
Nasiruddin juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Eropa. Pernyataan
Nasr dalam hal ini merupakan bahasa lain dari Copernicus menjiplat karya
Nasiruddin. Banyak sekali karya ilmuan Islam dikembangkan oleh ilmuan Barat
tetapi samasekali tidak dikutip. Ini artinya ketidakjujuran ilmiah juga
mewarnai sebagian ilmuan barat.
Perkembangan dunia Observatorium saat ini memang sudah jauh lebih maju. Akan tetapi bukankah ilmu pengetahuan itu berakumulasi dari sesuatu yang telah ada sebelumnya? Dunia astronomi sampai kapan pun tidak akan menenggelamkan nama besar Nasiruddin Al-Thusi karena dialah yang dianggap pioner di dalam dunia observatorioum. []
DETIK, 20 Agustus 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar