Rabu, 16 Desember 2020

(Hikmah of the Day) Kiai Ghazalie Masroeri dan Kehati-hatiannya soal Najis dan Harta Syubhat

Kebanyakan orang mengenal KH Achmad Ghazaie Masroeri sebagai pakar atau ahli ilmu falak. Anggapan ini tentu tidak salah, tapi ada keahlian lain yang juga beliau tekuni, yakni fiqih. Kiai Ghazalie termasuk orang yang wara' (sangat hati-hati dalam menjalankan syariat). Hal ini sering tampak pada kahati-hatian beliau dalam hal kesucian tempat, pakaian, dan lain-lain.


Awal saya mengabdikan diri di PBNU, khususnya di Lembaga Falakiyah, pernah dalam obrolan santai di kantor LF PBNU, beliau menanyakan perihal kondisi tidur saya.


Saya memang tidur dan tinggal di kantor LF PBNU sejak awal mengabdi pada tahun 2014 sampai 2019. Alhamdulillah, sekarang sudah mampu untuk mengontrak rumah walaupun bareng teman-teman.


Kembali kepertanyaan beliau. Saya jawab saat itu, "Saya tidur di kantor mengunakan alas, Yai."

 

"Alas apa?" Kiai Ghazalie bertanya lagi.


"Kadang sarung, selimut, bahkan pernah juga menggunakan eks banner bahkan sempat gonta-ganti (maklum banner sering tidak terpakai setelah acara di NU)."


"Oh gitu. Harus pakai alas karena tempat ini tidak suci," ujar beliau.


Perlu diletahui, hampir seluruh kantor di PBNU menggunakan alas karpet. Para pengunjung wajib melepas alas kaki saat hendak masuk. Meski demikian, rupanya di mata Kiai Ghazalie itu belum cukup menjamin kesuciannya. Mungkin karena bayaknya orang keluar masuk, dan belum tentu semua bebas dari najis.


Saya hanya jawab, "Inggih, Yai."


"Kamu ini kok kaya orang Jawa," kelakar beliau yang tahu saya berasal dari Kalimantan Tengah. 

 

"Inggih. Bahasa di Kalimantan, jawab 'iya' juga pakai 'inggih', Yai."


Kami pun tertawa bersama.


Meskipun, sejujurnya, tak selalu saya tidur dengan alas. Karena kecapekan dan lupa, kadang saya tidur begitu saja di atas karpet kantor yang secara kasat mata memang terlihat bersih. Hehe...


Satu lagi tentang sikap hati-hati Kiai Ghazalie adalah saat di kamar mandi. Setiap ke toilet, pertama kali yang beliau tanyakan adalah: "Toiletnya kering enggak? Hati-hati jangan sampai kena celana saya!" 

 

Untuk berjaga-jaga, beliau selalu membawa sarung. Bahkan jika beliau diundang pemerintah yang mengharuskan tidur di hotel, hampir dipastikan beliau selalu menyiapkan dua pasang sandal yang dibawa dari rumah: satu pasang di taruh di kamar mandi, satu lagi untuk di luar kamar mandi menuju ke tempat shalat atau ke kasur. Kebiasaan ini juga tak terkecuali untuk acara-acara besar NU yang ia hadiri.


Kehati-hatian soal kesucian juga berlaku di rumah Kiai Ghazalie. Setiap kali saya ke rumah beliau, dan mau ke kamar mandi selalu diingatkan untuk menggunakan sandal dan pintunya ditutup agar cipratan air tidak meluas ke area luar kamar mandi.


Kiai Ghazalie termasuk orang yang harus dibantu kursi saat menunaikan shalat. Selain menyandang disabilitas netra, fisik beliau yang sepuh juga tak kuat berdiri lama. Yang menarik, meski pakai kursi, beliau selalu meminta sajadah sebagai alas. Saat sedang di kantor LF PBNU, beliau selalu menunaikan shalat di dalam kantor.


Kehati-hatian Kiai Ghazalie tak sebatas soal najis, tapi juga harta haram, bahkan syubhat. Beliau tidak berkenan menerima apa pun dari orang lain, jika itu tidak jelas asalnya. Pernah ada cerita seseorang memberikan bantuan kepada beliau berupa uang (untuk biaya sehari-hari beliau). Diantarlah uang tersebut melalui salah satu pegawai di PBNU yg kebetulan dekat dengan rumah Kiai Ghazalie. Setelah sampai di rumah, saat uang mau diserahkan, beliau bertanya, "Apa ini?" Jawab si pengantar, "Titipan dari si fulan, Yai."


"Dari mana? Untuk apa dan siapa itu?"


 "Saya tidak tahu, Yai, hanya disuruh mengantarkan saja ke Yai."


Karena si pengantar uang tak bisa menjelaskan muasal uang, Kiai Ghazalie pun meminta agar uang tersebut dikembalikan ke pemilik.


Kita ketahui bersama, kesucian merupakan pangkal atau dasar segala ibadah. Sering kali banyak orang teledor soal kesucian padahal ini merupakan perkara yang sangat penting. Dalam kitab-kitab fiqih, bab suci atau thaharah adalah bab pertama yang dipelajari.


Dalam hal ilmu fiqih, Kiai Ghazalie banyak dipengaruhi oleh paman beliau sendiri, yaitu KH Rodli Sholeh. Kiai Rodli pernah mengemban amanah sebagai wakil Rais Aam masa kepemimpinan Rais Aam KH Ahmad Shiddiq. Waktu itu Kiai Ghazalie sendiri menjadi katib, sedangkan katib aam-nya KH. Hamid Wijaya. Menurut penuturan Yai Ghazalie, begitu saya memanggilnya, Kiai Rodli Sholeh adalah ahli fiqihnya PBNU pada masa itu, karena setiap harinya beliau tidak lepas dari muthalaah (membaca) kitab. []

 

Khairur Raji, Staf Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar