Selasa, 15 Desember 2020

Nasaruddin Umar: Membaca Trend Globalisasi (17) Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Pendirian Rumah Sakit Modern

Membaca Trend Globalisasi (17)

Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Pendirian Rumah Sakit Modern

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Rumahsakit sudah dikenak semenjak zaman dahulu kala. Akan tetapi pendirian rumah sakit modern dirintis oleh para ilmuan Islam di abad pertengahan. Di antara tokohnya ialah Al-Razi (864-930M). Kisahnya agak lucu, ketuka ia diminta raja Daulah bin Buwaihi untuk mendirikan rumah sakit di Bagdad, maka ia meminta dipotongkan seekor kambing, lalu dagingnya ditebar dan digantung ke berbagai tempat di Bagdad. Empat hari kemudian dikontrol daging tersebut lalu ditentukan di mana daging paling awet dan paling lambat membusuk di situlah dibangun rumah sakit. Rumahsakit yang diberi nama Adhudi ini dibangun dengan anggaran yang amat mahal ketika itu. Rumahsakit itu bukan hanya dilengkapi dengan kamar-kamar pemeriksaan dan ruang rawat-inap pasien tetapi juga dilengkapi dengan tidak kurang 24 dokter, perpustakaan yang menyimpanbuku-buku kedokteran yang lengkap, apotek, gudang, dan dapur, serta kantin. Rumahsakit ini dianggap yang paling pertama memenuhi standard rumah sakit modern dan sekaligus rumah sakit pendidikan pertama dalamsejarah rumah sakit. Sudah ada beberapa sakit yang pernah hadir sebelumnya tetapi dengan standard peralatan masih sangat terbatas.

 

Di antara karya-karya Al-Razi yang masyhur ialah Kitab al Asrar (semacam pengantar ilmu kimia), Liber Experimentorum, Ar-Razi membahas pembagian zat kedalam hewan, tumbuhan dan mineral, yang menjadi cikal bakal kimia organik dan kimia non-organik. Sirr al-Asrar (lmu tentang obat-obatan yang gersumber pada tumbuhan, hewan, dan galian, serta simbolnya dan jenis terbaik bagi setiap satu untuk digunakan dalam rawatan. Juga memuat Ilmu dan peralatan yang penting bagi kimia serta apotek dan ilmu dan teknik pemrosesan kimiawi dengan menggunakan bahan dan zat lain, seprti air raksa, belerang (sulfur), arsenik, serta logam-logam lain seperti emas, perak, tembaga, timbal, besi, dll. Di sini kelihatan selain ia seorang dokter yang amat piawai terhadap berbagai macam penyakit, ia juga ahli pembangunan rumah sakit sekaligus ahli manajemen rumah sakit, dan sekaligus ahli kimia dan obat-obatan lainnya.


Rumahsakit yang dibangun Al-Razi sangat fro-pasien. Ia juga memiliki kemampuan manajerial yang baik, karena biaya pembangunan rumah sakit dan peralatannya diambilkan dari dana wakaf dan dana-dana sosial ummat lainnya, yang ketika itu dana abadi umat memang sangat besar. Para pasien tidak perlu dibebani dengan biaya pengobatan dan perawatan yang mahal. Rumahsakit ini juga tercatat paling pertama menggunakan system kebersihan dan kedisiplinan yang tinggi, sehingga dokter diupayakan tidak melakukan malpraktek.


Selain rumahsakit Adhudi, ada sejumlah rumah sakit yang canggih diukur dari zamannya, seperti rumah sakit Al-Nuri di Damaskus, yang menjadi pusat pemerintahan Dinasti Umayyah saat itu. Rumahsakit ini bukan hanya menyediakan obat dan perawatan gratis tetapi juga makanan layak dan control pasca rawat inap. Juga tersedia persediaan obat-obatan dan makanan yang layak. Prestasi rumah sakit ini, selain berfungsi sebagai tempat merawat orang-orang yang sakit, juga berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan, tempat bagi para dokter atau calon dokter muslim mengembangkan ilmu-ilmu kedokteran. Rumahsakit ini sudah menerapkan rekam medis (medical record) dan sekaligus rumah sakit pertama dalam sejarah yang menggunakan rekam medis. Rumah sakit ini juga sulh dilengkapi dengan ruang inap khusus untuk pasien penyakit gila dengan pelayanan khusus. Para sarjana Barat modern merasa berutang budi pada rumah sakit ini karena rumah sakit inilah yang pertama menyelenggarakan konsep terpadu antara rumah sakit, rumahsakit pendidikan, dan sekolah kedokteran. Selain rumahsakit tersebut masih ada rumahsakit Marrakesh, yang didirikan oleh Amirul mukminin Manshur Abu Yusuf, raja Muwahhidin di Maghrib (Marocco) yang juga memiliki berbagai keistimewaan yang seolah memanjakan para pasien.
[]

 

DETIK, 23 Agustus 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar