Rabu, 23 Desember 2020

(Ngaji of the Day) Akad Musaqah dan Jenis Tanamannya menurut Mazhab Syafi‘i

Sebagaimana diketahui bahwa akad musaqah merupakan akad bagi hasil perawatan dan pengelolaan tanaman anggur dan kurma, dengan ketentuan bagi hasil berupa hasil perkebunan. Sebagian hasil menjadi milik dari pengelola dan sebagian lagi milik pemilik tanah dan kebun.


Para ulama bersepakat akan kebolehan akad ini pada tanaman anggur dan kuma. Tetapi mereka berselisih pendapat mengenai berlakunya untuk jenis tanaman selain kedua tanaman yang manshush (tertuang dalam teks) tersebut. Kali ini kita menghadirkan pendapat dari kalangan lain, yaitu Mazhab Syafi‘i.


Mazhab Syafi’i pada dasarnya menyatakan bahwa bahwa akad musaqah hanya khusus berlaku untuk kurma dan anggur. Adapun untuk selainnya, qaul yang paling kuat dari mazhab ini menyatakan hukum ketidakbolehnnya.


Namun, ada satu dialektika yang penting kita perhatikan dari pendapat Al-Mawardi, ketika ia mengajukan sebuah tesis tentang pohon dari jenis pohon buah-buahan. Al-Mawardi dalam hal ini mengambil manhaj pemikiran bahwa maksud dari kurma dan anggur di sini yang menjadi titik penekanannya adalah kategori buah-buahan.

 

Al-Mawardi mengajukan tiga tesis mengenai jenis pohon yang diambil buah-buahannya, yaitu:


1. Mazhab Syafi‘i tidak menampik akan kebolehan akad musaqah dengan obyek akad berupa kurma dan anggur.


2. Mazhab Syafi‘i juga tidak menampik akan batalnya akad musaqah pada jenis tanaman yang tidak bisa disirami, seperti semangka, mentimun, bawang dan sejenisnya yang tidak memiliki pokok yang bersifat tetap dan hanya bisa dipetik sekali dalam setiap penanamannya.


Adapun bila tanaman itu berupa jenis yang bisa diproduksi berkali-kali, tidak hanya sekali dalam satu tahun, namun dari jenis selain kurma dan anggur, pendapat yang ashah menyatakan hukum ketidakbolehannya.


Berangkat dari pendapat ini, maka bisa ditarik simpulan bahwa ada qaul pembanding yang juga berstatus shahih dalam mazhab ini dan menyatakan bahwa akad musaqah juga boleh diterapkan pada tanaman selain anggur dan kurma.


3. Jika buah-buahan masuk kategori tanaman tingkat tinggi (pohon), dan bukan sekadar tanaman tingkat rendah (perdu), maka dalam hal ini, mazhab Syafi‘i memiliki dua pendapat.

 

Pertama, menurut qaul qadim, hukumnya boleh mengambil akad musaqah dari jenis pohon buah seperti ini dengan alasan pohon buah adalah semakna dengan pengertian kurma, yaitu sama-sama diambil buahnya.


Kedua, menurut qaul jadid. Qaul ini mengadopsi pendapat Abu Yusuf yang merupakan salah satu ulama Mazhab Hanafi. Dalam qaul jadid disebutkan bahwa meski buah-buahan itu berasal dari jenis pepohonan, hukum melakukan akad musaqah untuk kategori jenis tanaman buah ini adalah tidak boleh. Kebolehan akad musaqah hanya berlaku atas pohon anggur dan kurma, dan lainnya tidak.


Ada dua alasan yang disampaikan dalam qaul jadid mazhab ini terkait kekhususan akad musaqah pada anggur dan kurma saja, antara lain sebagai berikut:


1. Zakat berlaku atas dua jenis tanaman ini, yakni dengan ketentuan pengambilan persentase-nya.

 

2. Tanaman buah yang lain sulit  diambil bagian persentasenya sebagaimana dipraktikkan dalam zakat.


Namun, ada pengecualian untuk kebun yang memiliki dua komposisi tanaman (tumpang sari), yaitu terdiri atas kurma dan pohon buah lainnya di tempat yang sama. Jika zakat itu hanya diambil dari persentase kurma, maka jumlahnya terlalu sedikit/kecil.


Oleh karena itu, dalam hal ini kedua hasil tanaman tumpang sari tersebut dapat diambil ketentuan akad musaqah, disebabkan alasan satu pengelolaan dan sedikitnya persentase kurma. Jadi, hukum musaqah tanaman sandingan dari tanaman kurma adalah mengikut pada tanaman utama, yaitu kurma.


Walhasil, sebagai simpulan dari akad musaqah menurut mazhab Syafi‘i adalah:


1. Qaul ashah menyatakan akad ini hanya berlaku untuk kurma dan anggur (qaul jadid). Adapun untuk tanaman produktif lainnya tidak berlaku ketentuan musaqah, kecuali berdasar qaul awal, yaitu qaul qadim.


2. Mazhab ini bersepakat bahwa akad musaqah hanya berlaku untuk kategori tanaman pohon dan bersifat menahun (baik qaul qadim maupun qaul jadid). Sedangkan untuk jenis tanaman sekali petik langsung habis, dan tanaman umur pendek, akad musaqah tidak berlaku.


3. Tanaman usia pendek bisa diberlakukan dalam ketentuan bagian dari akad musaqah, dengan syarat bila tanaman tersebut menjadi tanaman pendamping dari tanaman utamanya yang terdiri atas kurma dan anggur.


Untuk keterangan lebih lengkap, kita dapat merujuk pada Al-Hawi juz IX, halaman 169 dan Raudlatut Thalibin, juz V, halaman 150-151. Wallahu a’lam bis shawab. []


Muhammad Syamsudin, Peneiti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar