Bagaimana Memahami Makna Ihsan? (2)
Kata ihsân atau hasan di dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan
kata “baik”. Di dalam bahasa Arab ada banyak kata yang sering kali bila
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka akan diartikan dengan arti yang
sama. Padahal di dalam bahasa aslinya sejatinya masing-masing kata itu memiliki
makna sendiri yang spesifik sehingga berbeda dengan makna kata yang lain yang
sama arti ketika diterjemahkan.
Di antara kata yang demikian itu adalah kata khair, ma’rûf, hasan atau ihsân, shâlih dan birr. Umumnya kata-kata itu diterjemahkan dan dipahami dalam bahasa Indonesia dalam arti “baik”. Padahal masing-masing di dalam bahasa Arabnya memiliki spesifikasi makna yang berbeda. “Baik”-nya kata khair tidak sama dengan “baik”-nya kata ma’rûf, juga tidak sama dengan “baik”-nya ihsân dan sebagainya.
Banyak para ulama yang mengungkapkan makna “baik” yang terkandung di dalam kata
ihsân dengan mengambil kalimat dari Nabi Isa ‘alaihis salâm yang menyatakan:
ليس الإحسان أن تحسن إلى من أحسن إليك ذلك مكافأة، إنما الإحسان أن تحسن إلى من أساء إليك
Artinya: “Ihsan bukanlah engkau berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepadamu, itu namanya berbalasan. Hanya dikatakan ihsan bila engkau berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu.” (Syekh Nawawi Banten, Tafsîr Marâh Labîd, Beirut: Darul Fikr, juz I, hal.)
Ungkapan tentang ihsan sebagaimana disebut di atas dapat dipahami dengan penggambaran sebagai berikut:
Ketika tetangga Anda memberikan semangkok opor ayam lalu keesokan harinya Anda membalas dengan juga memberinya semangkok opor ayam, maka apa yang Anda lakukan itu adalah perbuatan baik namun tidak pada makna ihsan. Kebaikan yang Anda lakukan itu hanyalah kebaikan sepadan untuk membalas kebaikan yang Anda terima. Namun bila Anda membalas pemberian itu dengan opor ayam seekor utuh maka itulah yang disebut kebaikan dalam makna ihsan.
Contoh yang lain, ketika seorang teman sedang sakit Anda dengan senang hati membesuknya dengan membawa buah tangan yang disenangi teman itu. Namun ketika Anda sakit sang teman tidak membesuk Anda meski ia tahu keadaan Anda. Ketika kemudian sang teman sakit lagi Anda tetap membesuk dengan membawa buah tangan kegemarannya. Dan satu saat Anda kembali sakit sang teman tak juga membesuk Anda meski ia tahu Anda sedang sakit. Ketika untuk yang ketiga kalinya teman Anda sakit lagi dan Anda mengetahui itu, akankah Anda tetap dengan senang hati membesuknya seraya membawa buah tangan kesukaannya?
Bila Anda tak lagi membesuknya karena kebaikan Anda selama ini tak pernah dibalas, maka kebaikan membesuk yang selama ini Anda lakukan kepada sang teman bukanlah kebaikan dalam makna ihsan. Namun bila Anda tetap berkenan membesuknya sebagaimana sebelumnya, maka Anda telah melakukan sebuah kebaikan dalam makna ihsan.
Di dalam A-Qur’an surat Ali Imron ayat 134 ada tiga golongan orang yang disebut Allah sebagai orang yang berbuat ihsan (muhsin). Pertama, orang-orang yang selalu berinfak baik dalam keadaan senang maupun susah, ketika kaya atau miskin, dan baik diberikan kepada orang yang ia sukai maupun yang tak ia sukai.
Kedua, orang yang mampu menahan amarahnya meskipun ia memiliki kesempatan dan kemampuan untuk melampiaskannya kepada orang yang membuatnya emosi.
Ketiga, orang yang mudah memaafkan kesalahan orang lain, menghapus kesalahannya sehingga tak lagi dibicarakan dengan siapapun, serta tanpa menyimpan dendam kepada yang berbuat salah itu. Ketiga golongan tersebut disebut Allah sebagai orang-orang yang berlaku ihsan. Mereka yang suka berinfak disebut berlaku ihsan karena memberi manfaat bagi orang lain, meski dirinya sendiri sedang membutuhkan, atau bahkan meski yang diberi orang yang tak ia sukai. Mereka yang menahan amarahnya disebut berlaku ihsan karena semestinya ia mampu untuk membalas kejahatan yang ia terima, namun ia lebih memilih meredam kemarahannya sehingga orang yang berbuat jelek kepadanya tak menerima kejelekannya dalam bentuk amarah. Mereka yang memaafkan orang yang berbuat salah disebut berlaku ihsan karena pemaafannya telah menghindar orang yang bersalah dari tuntutan di hari kiamat kelak.
Kepada orang-orang yang demikian, kepada orang-orang yang berlaku ihsan dengan melakukan kebaikan lebih dari yang semestinya, Allah dengan tegas menyatakan rasa cintanya. Wallâhu yuhibbul muhsinîn. Wallâhu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar