Pemimpin Pemaaf
Oleh: KH. Ahmad Mustofa Bisri
Ka’b Ibn Zuhair penyair Arab kenamaan adalah penyair dari keluarga
penyair. Ayahnya, Zuhair; kakeknya, Abu Sulma; kedua bibinya Khansa dan Sulma;
saudaranya, Bujair; kedua sepupunya Tamadhir dan Shakhr; keponakannya, ‘Uqbah
Ibn Bujair; dan cucunya, ‘Awwam Ibn ‘Uqbah; kesemuanya adalah penyair terkenal
di zaman Jahiliyah.
Ketika Nabi Muhammad SAW mendakwahkan keesaan Tuhan dan dimusuhi
oleh kaumnya yang bertuhan banyak, Ka’b adalah salah seorang di antara sekian
banyak penyair yang gigih melawan Nabi dengan syair-syairnya. Rasulullah SAW
dan kaum muslimin menjadi bulan-bulanan puisi-puisi hijaa-nya.
Pada saat kaum muslimin menaklukkan Mekkah pada tahun 8 Hijriyah,
Ka’b termasuk salah satu musuh kaum muslimin yang melarikan diri. Sampai
saudaranya, Bujair, menyarankan kepadanya agar ia menemui Rasulullah SAW.
Bujair meyakinkannya bahwa siapa yang datang kepada Rasulullah dan mengaku
salah, pasti akan diampuni.
Begitu Ka’b datang menghadap Rasulullah SAW beberapa orang Ansor
langsung berdiri ingin menghajarnya. Tapi seperti biasa, Rasulullah SAW dengan
sareh mencegah mereka dan mendengarkan penyair itu menyatakan penyesalannya.
Melihat ketulusan Ka’b dalam penyesalan dan tobatnya, Rasulullah SAW pun
mengampuninya. Bahkan ketika Ka’b membacakan puisinya Banaat Su’aad, Rasullah
SAW menghadiahinya burdah, semacam mantel bulu.
Sebagai pemimpin, Nabi Muhammad SAW memang dikurniai sifat
penyayang dan pemaaf. Tuhannya memang merahmatinya untuk menjadi demikian.
Dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah berfirman kepada utusannya itu: “Fabimaa
rahmatin minaLlaahi linta lahum…” (Q. 3: 159) “Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah, kamu lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau kasar dan
berhati kaku, tentulah mereka akan lari menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka tentang urusan (kalian). Kemudian bila kamu sudah membulatkan
tekad, bertawakkallah kepada Allah. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal.”
Berapa banyak tokoh-tokoh kafir Mekkah yang sebelumnya begitu
sengit memusuhi Rasulullah SAW, ketika beliau dan kaum muslimin menaklukkan
Mekkah, diampuni oleh Rasulullah SAW.
Dulu waktu kejam-kejamnya orang Arab menyakiti Rasulullah SAW dan
malaikat meminta beliau berdoa bagi kehancuran mereka, Rasulullah SAW malah
berdoa penuh kasih sayang, “Ya Allah berilah kaumku petunjuk; mereka tidak
mengerti.”
Secara lahiriah, seandainya sikap Rasulullah SAW tidak penyayang
dan pemaaf, pastilah Abu Sufyan Ibn Harb pemimpin orang-orang kafir Mekkah;
istrinya Hindun yang pernah mengunyah-ngunyah jantung sayyidina Hamzah; Khalid
Ibn Walid; ‘Amr Ibn ‘Ash; ‘Ikrimah Ibn Abi Jahal; dan banyak lagi tokoh-tokoh
kafir lainnya yang semula memusuhi Raasulullah, tidak akan menjadi
muslim-muslim yang baik dan pahlawan-pahlawan Islam.
Dalam hadis-hadis sahih, banyak kita dapati kisah-kisah yang
menunjukkan betapa Nabi Muhammad SAW dalam kesehariannya; baik dalam keluarga
maupun dalam pergaulan kemasyarakatannya, sangat menonjol sifat-sifat
kemanusiaannya. Beliau lemah-lembut kepada siapa saja, penyayang, pemaaf, dan
murah hati kepada sesama. Beliau tidak menyukai kekasaran dan kekerasan.
Sebagi gambaran, pernah datang orang-orang Yahudi dan mengatakan
“Assaam ‘alaikum” (Semoga kematian bagimu). Rasulullah SAW pun menjawab:
“Wa’alaikum;” sementara sayyidatina ‘Aisyah r.a. isteri beliau yang mendengar
ucapan Yahudi itu menjawab, “’Alaikumus saam wal la’nah!” (Semoga kematian dan
laknat bagi kamu!”)
Rasulullah SAW pun menegur isterinya, “Tenanglah, ‘Aisyah; jangan
kasar begitu!” Istrinya masih menjawab, “Apa Rasulullah tidak mendengar ucapan
mereka?” Dengan lembut Rasulullah SAW bersabda, “Aku mendengar, dan aku sudah
membalasnya dengan mengatakan ‘Wa’alikum’ (Dan juga kamu).” []
Sumber: Facebook Ahmad Mustofa Bisri
NU ONLINE, 06 Februari 2016
Ahmad Mustofa Bisri | Anggota Mustasyar PBNU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar