Senin, 22 Februari 2016

(Buku of the Day) Sejarah Baitullah



Ka’bah dalam Lintasan Sejarah


Judul Buku        : Sejarah Baitullah
Penulis             : Fathi Fawzi Abdul Mu’thi
Penerbit            : Zaman
Tahun terbit       : 2015
Tebal                : 250 halaman
ISBN                 : 978-602-1687-57-4
Peresensi          : Nursodik El Hadee, pengelola rumah baca pesantren mahasiswa Al Firdaus UIN Walisongo Semarang

Berbagai narasi dan kisah tentang Ka’bah begitu banyak disebut dalam kitab-kitab klasik. Salah satunya, kitab karya Fathi Fawzi Abdul Mu’thi yang berjudul The Ka’bah. Kitab atau buku yang bertutur tentang sejarah Ka’bah dan Masjidil Haram sejak zaman Nabi Ibrahim AS hingga sekarang. Rangkaian peristiwa historis selama empat puluh abad disajikan lengkap dengan gaya tutur naratif, menampilkan dialog-dialog yang kaya di antara pelaku sejarah membuat informasi lebih berwarna untuk mengerti kondisi Ka’bah dari masa ke masa. 

Dalam dinamika sejarah, Ka’bah adalah pusat ibadah seluruh umat Islam dunia. Ka’bah mulai tercatat dalam tinta pembangunan kembali pada era Nabi Ibrahim AS. Sebelumnya Ka’bah runtuh saat terjadi banjir bandang pada era Nabi Nuh AS. Yang tersisa hanya gundukan tanah kemerahan di tengah lembah Makkah. Lembah gersang yang hanya ditumbuhi rerumputan berduri dan akasia itu menjadi sejarah dunia umat manusia. Ketika Ibrahim dan istrinya Hajar serta putranya Ismail diperintahkan untuk hijrah dari Kan’an menuju lembah gersang itu, kondisi geografis tidak mendukung untuk bertempat tinggal disana. Namun atas perintah Allah, Hajar dan Ismail yang masih bayi menetap di kesunyian lembah gersang itu. Hajar menghabiskan hari-hari dalam kesunyian dan kegelapan malam yang menajamkan duka dan kepedihan hatinya. Berbagai rasa yang terus bergejolak dalam jiwanya membuatnya harus tetap bertahan menjaga bayinya. Hingga suatu ketika suara tangisan keras bayinya terdengar, rasa lapar dan dahaga menyelimuti bayinya. Hajar segera mencarikan air untuk bayinya. Ia berlari menuju bukit Shofa ke bukit Marwah disertai harapan dan doa agar ditemukan air. Namun tak ada sesuatu apapun yang ditemukannya. (hal 17- 18) 

Sebuah keajaiban pun datang, Ia terkejut melihat bayinya Ismail menghentakkan kakinya dan memancarkan air yang penuh keberkahan dan kebaikan itu, hingga kini selama ribuan tahun, keberkahan air itu terus mengalir tidak pernah habis, air tersebut menjadi salah satu pesona bagi para jamaah haji yang dikenal dengan air Zamzam. Keberkahan air Zamzam membawa lembah yang tadinya sunyi gersang itu kini mulai dipadati berbagai aktivitas manusia. 

Kisah selanjutnya, Ibrahim pun datang menemui Hajar dan Ismail dengan penuh rasa kerinduan. Perintah Allah pun kembali mengilhami lewat mimpi Ibrahim untuk menyembelih anaknya. Berkat ketundukan dan kepatuhan yang telah Ibrahim tunjukkan, Allah kemudian menurunkan tebusan berupa seekor domba besar yang turun dari puncak bukit. 

Di tengah lembah Makkah terdapat gundukan tanah kemerahan yang berdekatan dengan mata air Zamzam. Dengan kekuasaanNya, Allah memerintahkan Ibrahim dan Ismail untuk membangun rumah-Nya. Konon sebentuk awan putih persegi berdiam tepat di atas lokasi sehingga Nabi Ibrahim dapat membuat pola bangun Ka’bah berdasarkan bentuk dan bayangan awan tersebut.

Dengan dibantu Ismail, pasangan bapak-anak itu mulai mendirikan Ka’bah dengan berbentuk persegi. Bahan pembangunan Ka’bah didatangkan dari lima gunung, yakni gunung Thursina (gunung Sinai), Thurzita, Libnan, Judi, dan gunung Nur. Proses akhir pembangunan Ka’bah yakni peletakan batu yang disebut Hajar Aswad di pojok tenggara Ka’bah. Setelah pendirian Ka’bah selesai, kemudian Allah memerintahkan seluruh manusia untuk mendatangi rumah-Nya. Hingga kini peristiwa tersebut dilaksanakan dalam proses Haji. (hal 39)

Berbagai peristiwa semenjak Nabi Ibrahim, Hajar, dan Ismail terus berlangsung akan membentuk sejarah yang terus dituliskan dari zaman ke zaman. Peristiwa-peristiwa itu merupakan interaksi antara manusia dan ketentuan Allah. Pengalaman selalu menagajarkan bahwa manusia tak bisa berbuat apa-apa dan tidak punya daya kekuatan untuk menahan laju takdirnya. Karena itulah setiap manusia hanya bisa menerima dan menyadari kebijaksanaan Tuhan.

Selebihnya, dalam buku ini, sejarah mencatat berbagai peristiwa sepanjang kehidupan manusia. Keberadaan Ka’bah telah menjadi peristiwa besar sejak empat puluh abad lalu yang hingga kini tetap menjadi kiblat semua umat Islam di seluruh penjuru dunia. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar