KHOTBAH JUM'AT
Menyikapi Harta secara Tepat
Khotbah I
اَلْحَمْدُ
ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِى خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي
اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ شَيْئٍ إِعْتِبَارًا لِّلْمُتَّقِيْنَ وَجَعَلَ
فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةً وَّسُرُوْرًا. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ
اِلاَّ اللهُ وَحـْدَهُ لاَشـَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَاَفْضلِ
اْلاَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَاِبه اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ،
فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ
اِلاَّوَاَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ
الْكَرِيْمِ: بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ
وَأَبْقَى
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Sebagian orang beranggapan bahwa tasawuf yang
menganjurkan seseorang untuk bersikap zuhud sebagai sumber dari kemunduran
Islam, terutama secara ekonomi. Tudingan ini tak hanya keluar dari orang-orang
di luar Islam tapi juga para pemikir terpandang muslim masa kini. Zuhud
dimaknai sebagai sikap menjauh dari dunia, terasing dari keramaian,
terbelakang, dan tak selaras dengan gaya hidup modern. Benarkah demikian?
Dalam Surat al-Qashash ayat 77, Allah
subhânahu wata‘âlâ berfirman:
وَابْتَغِ
فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Qashash: 77)
Ayat di atas dengan jelas menegaskan bahwa
Islam memerintahkan seseorang untuk mencurahkan segala pikiran dan tenaga demi
kesuksesan kehidupan akhirat. Namun di sisi lain juga melarang seseorang untuk
mengabaikan sama sekali urusan dunia, termasuk mencari harta. Perhatian
terhadap perkara dunia dan akhirat ini menunjukkan proporsionalitas Islam. Ia
tak menekan pemeluknya hanya mempedulikan akhirat sehingga kehidupan duniawi
mereka terpuruk, juga tak menganjurkan mereka melulu terfokus pada dunia yang
fana sehingga kehilangan tujuan hakiki sebagai seorang hamba.
Penilaian bahwa zuhud adalah sumber
kemiskinan dan keterbelakangan sesungguhnya terletak pada cara memaknai istilah
zuhud itu sendiri. Zuhud dalam pengertian yang sebenarnya adalah bukan anjuran
untuk lepas dari aktivitas duniawi karena zuhud memang berurusan dengan hati.
Zuhud juga bukan berarti meninggalkan pekerjaan dan usaha mencari harta, karena
zuhud lebih fokus pada bagaimana sikap batin kita terhadap harta.
Dalam kitab Raudlatuz Zâhidîn disebutkan,
suatu kali Rabi’ah ibn ‘Abdirrahman ditanya,
يا
أبا عثمان مَا وَأْسُ الزَّهَادَةِ؟ قال : جَمْعُ اْلأَشْياَءِ مِنْ
حَلِّهَا وَوَضَعَهَا فِي حَقِّهَا
“Wahai Abu Utsman (panggilan lain dari
Rabi’ah), apa pokok dari zuhud itu?” Beliau menjawab, “Menumpuk sesuatu dari
tempatnya lalu meletakkannya di tempat seharusnya.”
Islam adalah agama fitrah. Artinya, segenap
ketentuannya tak akan mengingkari sifat alami manusia. Islam memahami karakter
dasar manusia yang membutuhkan harta, karenanya dihalalkan bagi mereka bekerja
dan mencari harta. Islam tidak melarang seorang hamba untuk menjadi orang kaya
asalkan diraih dengan cara benar. Rasulullah sendiri adalah saudagar yang
sukses. Para sahabat di zaman beliau juga tak sedikit yang berlimpah harta.
Dengan harta, umat Islam justru lebih mudah untuk bersedekah kepada saudaranya.
Dengan kekayaan, umat Islam juga cenderung lebih gampang mengatasi permasalahan
dunianya.
Kenyataan tersebut menjadi bukti bahwa
mengumpulkan harta bukan perkara najis dalam Islam. Yang menjadi penekanan
adalah, bagaimana harta itu disikapi? Di manakah kekayaan itu diletakkan,
sebatas “di telapak tangan” atau sampai di lubuk hati?
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Itulah yang dimaksud dengan جَمْعُ اْلأَشْياَءِ مِنْ حَلِّهَا وَوَضَعَهَا فِي حَقِّهَا. Silakan bekerja keras menumpuk harta
sebanyak-banyaknya untuk tujuan yang halal, tapi mesti diingat bahwa hati bukan
tempat semestinya bagi harta. Islam melarang hubbud dunya (mencintai dunia),
dan mendorong manusia untuk memprioritaskan akhirat. Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wasallam bersabda:
مَا
الدُّنْيَا في الآخِرَةِ إِلّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحدُكُمْ أُصْبُعَهُ في
الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ
“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding akhirat
melainkan seperti jari salah seorang dari kalian yang dicelup di lautan,
perhatikan seberapa banyak air yang menempel dijari.” (HR. Muslim)
Dengan demikian, zuhud tidak identik dengan
menjauhi harta tapi menjauh dari rasa cinta terhadap kekayaan dunia (hubbud
dunya). Dengan pengertian ini, zuhud tak berhubungan langsung dengan kaya atau
miskinnya seseorang. Orang miskin bisa lebih zuhud dari orang kaya, tapi
sebaliknya orang miskin juga bisa lebih serakah dari orang kaya. Tergantung
mana yang lebih diperbudak oleh harta. Untuk cinta dunia, seseorang tak mesti
menjadi kaya raya terlebih dahulu. Karena zuhud memang berurusan dengan hati,
bukan secara langsung dengan alam bendawi.
Ciri orang yang tidak diperbudak oleh harta
adalah:
أَنْ
لَا تَفْرَحَ بِالْمَوْجُوْدِ وَلَا يَحْزَنَ عَلَى اْلمَفْقُوْدِ وَلَا
يُسْغِلُهُ طَلَبُهُ وَالتَّمَتُّعُ بِهَا عَمَّا هُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ
“Tidak (terlalu) senang dengan sesuatu yang
ada, juga tak (terlalu) sedih dengan sesuatu yang hilang. Tidak sibuk memburu
dan bersenang-senang dengannya melebihi sesuatu yang lebih baik baginya di sisi
Allah.”
Mengapa seseorang dilarang gandrung terhadap
harta? Karena hakikat harta sesungguhnya adalah sarana (washîlah), bukan
tujuan (ghâyah). Sebagai kendaraan ia hanya berhak mengantarkan, bukan
masuk ke dalam. Mengantarkan ke mana? Kepada usaha mendekatkan diri kepada
Allah, muara dari segala tujuan dan kebahagiaan.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ
ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى
بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ
وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ
عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ
وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Alif Budi Luhur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar