Sudah Kubilang, KPK Berani
Oleh: Moh Mahfud MD
Banyak orang yang kaget, tapi senang dan salut sekaligus. Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sekarang dipimpin lima komisioner dan diketuai
Agus Raharjo ini ternyata berani melakukan langkah-langkah tegas menindak
koruptor.
Mereka juga berani unjuk kekuatan dengan gagah melawan keinginan
yang berpusat di DPR untuk merevisi UU KPK. Kaget karena ketika DPR memilih
kelima komisioner tersebut banyak yang pesimistis menganggap mereka hanya ayam
sayur yang bisa diarah-arahkan politisi. Ada juga yang menganggap mereka hanya
orang-orang titipan yang diberi misi untuk melemahkan KPK.
Ternyata kekhawatiran itu tak beralasan. KPK kini berani
menunjukkan dirinya sebagai lembaga yang berani memerangi korupsi secara
ofensif. Hari-hari ini KPK menjadi pusat perhatian karena pimpinannya berani
menyatakan penolakan terhadap rencana revisi UU KPK yang dinilai oleh banyak
kalangan sebagai upaya untuk melemahkan KPK.
Mereka menyatakan dengan tegas menolak rencana revisi itu karena
90% isinya berupa pelemahan terhadap KPK. Dulu banyak yang khawatir, para
komisioner KPK pilihan DPR dari alternatif-alternatif yang disodorkan oleh
sembilan Srikandi Pansel, (jangan-jangan) hanya hadir untuk melemahkan, bahkan
membunuh, KPK.
Pasalnya, selain track record mereka belum jelas dalam belantara
penegakan hukum, terlihat juga dari proses seleksi bahwa motivasi dan kapasitas
mereka agak diragukan. Di forum seleksi saat masih menjadi calon komisioner,
secara samar-samar mereka mengatakan setuju atas pengurangan kewenangan KPK
melalui perubahan UU KPK. Pada waktu itu upaya merevisi UU KPK memang sedang
sangat gencar berembus, terutama di DPR.
Rupanya para calon komisioner yang kemudian terpilih menjadi
komisioner ini pada saat itu melihat arah angin bahwa jika menolak rencana
revisi bisa terlempar sebagai calon pimpinan. Itulah sebabnya mereka (mungkin
berpura-pura) menyatakan tidak ada persoalan kalau UU KPK akan direvisi, tidak
masalah kalau kewenangan eksklusif KPK dipangkas, tidak masalah kalau
disebutkan bahwa tugas KPK itu hanya duduk manis mengerjakan soal-soal administratif
pendataan untuk mencegah korupsi.
Pokoknya, demi kebaikan, asal bisa lolos dulu, mereka iyakan dulu
apa pun yang dikatakan para penyeleksinya di DPR. Toh nanti bisa melakukan
tindakan-tindakan nyata yang berbeda. ”Dipolitiki itu harus balik memolitiki,”
begitulah kira-kira analisis populernya. Benar, tak lama setelah disahkan oleh
sidang paripurna DPR, mereka mulai menunjukkan taringnya.
Para komisioner itu langsung bersuara bahwa kewenangan KPK untuk
melakukan penyadapan harus dipertahankan. Tak lama setelah dilantik mereka juga
langsung menangkap tangan anggota DPR Dewi Yasin Limpo dalam sangkaan
”penukangan” rencana proyek besar.
Langkah itu kemudian disusul dengan penetapan Choel Mallarangeng
sebagai tersangka untuk kasusnya yang sudah agak lama mengendap di KPK. Selain
itu terpidana korupsi Nazaruddin digiring lagi ke pengadilan tipikor dalam
kasus korupsi lain yang telah lama menjadikannya sebagai tersangka.
Itu pun masih dibarengi dengan penangkaptanganan anggota DPR
Damayanti yang sangat menghebohkan itu. Yang lebih menghebohkan, mereka
mengirim penyidik KPK untuk menggeledah ruangan anggota DPR yang ternyata
berani membentak balik pimpinan DPR yang membentak-bentaknya karena membawa
Brimob.
Orang boleh saja mengatakan bahwa yang dilakukan para komisioner
baru itu bukanlah produk pekerjaan mereka sendiri, melainkan sudah dimatangkan
oleh pimpinan KPK sebelumnya dan mereka tinggal melanjutkan untuk
mengeksekusinya. Memang, tak mungkinlah kalau hanya dalam hitungan hari
menjabat mereka sudah bisa memutuskan hal-hal yang berani seperti itu.
Tapi, harus diyakini, seandainya para komisioner baru itu tak
punya nyali atau mereka merasa terikat dengan todongan misi dadakan saat fit
and proper test di DPR, tentulah mereka takkan melakukan tindakan-tindakan yang
bagus itu. Kalau tak punya nyali tentu mereka takkan membiarkan keberlanjutan
penangkapan, penersangkaan, penerdakwaan, dan penggeledahan yang menghebohkan
itu.
Nyatanya mereka lakukan itu dengan gagah dan mereka
mempertahankannya di depan publik. Sekarang ini banyak aktivis prodemokrasi dan
antikorupsi yang semula ragu, bahkan pesimistis, mulai percaya dan memberi
dukungan penguatan terhadap pimpinan baru KPK ini. Agus Raharjo dan kawan-kawan
baru ini mulai bisa diacungi jempol sebagai apresiasi.
Sebenarnya sejak awal saya memang melihat adanya harapan akan
keberanian pimpinan KPK yang semula dianggap lemah ini. Saya kemukakan bahwa
KPK akan tetap berani karena dua alasan. Pertama, mereka pasti mempunyai hati
nurani sehingga tidak mungkin melakukan langkah-langkah yang bertentangan
dengan akal sehat publik.
Kedua, sistem di KPK sudah berjalan cukup mantap sehingga siapa
pun yang memimpin akan didorong secara kuat untuk melakukan langkah- langkah
yang tegas. Berdasar pengalaman-pengalaman yang lalu pun, saat ada komisioner
baru KPK, selalu muncul pesimisme bahwa KPK akan lemah, tetapi yang terjadi
kemudian adalah sebaliknya.
Saat Taufikurrahman Ruki dkk mengalahkan Marsillam Simanjuntak,
saat Antasasri Azhar terpilih, saat Abraham Samad mengalahkan Bambang Wijoyanto
selalu muncul rasa pesimistis bahwa KPK takkan efektif. Tapi begitu mereka
resmi memimpin, langkah-langkahnya selalu menggembirakan rakyat.
Mengapa? Karena mereka punya hati nurani dan sistem di KPK dengan
segala kewenangan eksklusifnya sudah mantap. Sudah saya bilang, KPK akan berani
karena pimpinannya pasti punya hati nurani. []
KORAN SINDO, 06 Februari 2016
Moh Mahfud MD ; Guru Besar Hukum Konstitusi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar