Rabu, 17 Februari 2016

(Ngaji of the Day) Apakah Sakit Akut Gugurkan Kewajiban Haji?



Apakah Sakit Akut Gugurkan Kewajiban Haji?

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Salam hormat dari saya, semoga pak kiai selalu dalam lindungan Allah swt. Pada rubrik sebelumnya pak kiai menjawab soal umrah yang tidak bisa menggugurkan kewajiban haji. Di situ dijelaskan hukum umrah. Jujur saya baru tahu kalau ternyata umrah itu ada yang menyatakan wajib. Orang-orang melakukan umrah sebagai alternatif karena lamanya daftar tunggu calon jamaah haji.

Namun saya melihat jawaban yang diberikan pak kiai masih terasa kurang lengkap. Bagaimana jika ada seseorang yang mendaftar haji dan keberangkatannya lima belas tahun kemudian. Tetapi sebelum lima belas tahun ia mengalami sakit akut yang membuat ia tidak bisa menempuh perjalanan jauh atau meninggal dunia. Padahal ia termasuk orang yang sudah mampu. Apakah kewajiban hajinya gugur? Atas penjelasan pak kiai, saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum wr. wb.

Zamroni – Bekasi Utara

Jawaban:

Assalamu’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Pertama-tama kami ucapkan terima kasih atas masukan yang sangat berharga. Pertanyaan yang diajukan kepada kami sangat jelas memiliki keterkaitan dengan pertanyaan sebelumnya mengenai umrah. Ada kesamaan problem yaitu mengenai daftar tunggu calon jamaah haji yang sangat lama.

Kewajiban menunaikan ibadah haji sebagai salah satu rukun Islam itu dibebankan kepada orang mukallaf yang telah mampu untuk melaksanakannya sebagaimana difirmankan Allah swt dalam Al-Quran.

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ البَيْتِ مَنِ استَطاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

“(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” (QS Ali Imran [3]: 97)

Kemampuan untuk melaksankan ibadah haji (istitha’tul hajj) menjadi hal tak bisa ditawar lagi sehingga orang yang tidak memiliki istitha’ah tidak diwajibkan melaksanakan ibadah haji. Pertanyaannya apakah yang dimaksud dengan istitha’ah?

Rasulullah saw menafsirkan istitha’ah dengan bekal dan kendaraan, tetapi bukan dalam pengertian yang sempit. Demikian dikemukan oleh  Imaduddin bin Muhammad ath-Thabari atau lebih dikenal dengan nama al-Kiya al-Harasi seorang pakar fikih dari madzhab syafi’i dan murid dari Imamul Haramain al-Juwaini.

اَلْاِسْتِطَاعَةُ وَرَدَتْ مُطْلَقَةً، وَفَسَّرَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالزَّادِ وَالرَّاحِلَةِ لَا عَلَى مَعْنَى أَنَّ الْاِسْتِطَاعَةَ مَقْصُورَةٌ عَلَيْهَا فَإِنَّ الْمَرِيضَ، وَالْخَائِفَ، وَالشَّيْخَ الَّذِي لَا يَثْبُتُ عَلَى الرَّاحِلَة وَالزَّمِنَ وَكُلَّ مَنْ تَعَذَّرَ عَلَيْهِ الْوُصَولُ فَهُوَ غَيْرُ مَسْتَطِيعِ لِلسَّبِيلِ إِلَى الْحَجِّ وَإِنْ كَانَ وَاجِداً لِلزَّادِ وَالرَّاحِلَةِ

“Istitha’ah merupakan hal yang mutlak dan Rasulullah saw menafsirkannya dengan bekal dan kendaraan, tetapi bukan dalam pengertian yang sempit. Karenanya, orang yang sakit, orang yang takut (melakukan perjalanan), orang tua yang tidak tidak mampu (berlama-lama) di atas kendaraan, orang yang tertimpa musibah dan setiap orang yang mengalami kesulitan untuk bisa sampai (ke Baitullah, pent) maka mereka bukan termasuk orang yang mampu mengadakan perjalanan untuk menjalankan ibadah haji meskipun memilik bekal dan ada alat transportasinya”. (Lihat, Al-Kiya al-Harasi, Ahkamul Qur’an, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt, juz, II, h. 294)

Apa yang dikemukakan oleh al-Kiya al-Harasi dalam pandangan kami sangat menarik karena ia mencoba memahami lebih dalam mengenai tafsiran Rasulullah saw tentang makna istitha’ah. Jadi makna mampu bukan hanya bekal dan kendaraan (az-zad wa ar-rahilah), tetapi juga menyangkut kesehatan fisik dan pelbagai halangan yang menyebabkan seseorang tidak bisa menunaikan ibadah haji.

Apa yang dikemukakan oleh al-Kiya al-Harasi ditarik ke dalam konteks pertanyaan di atas memiliki konsekuensi bahwa jika ada orang yang mendaftar haji kemudian harus menunggu sampai waktu yang lama, tetapi kemudian dalam masa penantiannya ia mengalami sakit akut yang menyebabkan tidak bisa menempuh perjalanan ke tanah Haram, atau meninggal dunia sebelum waktu berangkat haji, kewajiban hajinya otomatis gugur meski ia memiliki bekal yang cukup dan alat transportasi. Sebab, dalam konteks ini ia tidak masuk kategori orang yang memiliki istitha’ah untuk melaksanakan ibadah haji.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Semoga orang-orang yang sedang menunggu giliran untuk berangkat haji diberi kesabaran dan diberi kesehatan sehingga pada waktunya nanti bisa menjalankan ibadah haji dengan sempurna agar mendapatkan haji yang mabrur. Kami selalu terbuka untuk menerika saran serta kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb

Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar