HAM Boleh Dilanggar
Oleh: Moh Mahfud MD
Bolehkah hak asasi manusia (HAM) itu dilanggar atau dikurangi?
Jawabannya, ”Boleh”. HAM boleh dilanggar asal berdasar hukum. Ini penting
dikemukakan karena terkadang kita bertemu dan berdebat dengan orang yang agak
genit, sok memperjuangkan HAM secara membabi buta.
Setiap ada yang melakukan tindakan atau penilaian minor terhadap
perilaku orang langsung dituding anti-HAM. Bahkan ada aktivis yang mempunyai
kecenderungan, kalau ada tindakan hukum terhadap orang oleh aparat, langsung
dituding melanggar HAM. Padahal, HAM memang boleh dilanggar. Lho, kok? Mari
kita runut dulu masalahnya.
Semua orang yang pernah belajar di sekolah tahu bahwa HAM adalah
hak yang melekat pada manusia yang diberikan oleh Tuhan, bukan diberikan oleh
negara atau siapa pun. Sebab itu, setiap orang harus menghormati HAM orang
lain. Negara harus melindungi dan menjamin agar HAM dinikmati oleh setiap
orang.
Ide adanya konstitusi sebagai instrumen paling penting dalam hidup
bernegara didasarkan pada paham bahwa HAM harus dihormati oleh semua orang dan
harus dilindungi oleh negara. Konstitusi selalu memuat, minimal, dua hal.
Pertama, pengakuan dan perlindungan terhadap HAM. Kedua, ada pemerintahan yang
tugas dan kewenangannya dibatasi demi tegaknya perlindungan terhadap HAM.
Berdasar itu, konstitusionalisme diartikan sebagai paham bahwa
negara harus mempunyai konstitusi yang memberi jaminan perlindungan terhadap
HAM disertai dengan pembentukan lembaga-lembaga negara yang kekuasaan
masing-masing dibatasi agar perlindungan atas HAM tersebut tak terlanggar.
Tetapi, dengan begitu, bukan berarti, HAM itu tidak boleh dikurangi.
HAM boleh dilanggar berdasar UU kalau itu untuk melindungi HAM
orang lain. Demi perlindungan HAM misalnya, jika ada orang bernama Fulan
merampok, HAM si Fulan boleh dilanggar dan dirampas. Fulan itu boleh dikurung
dan dirampas kebebasannya berdasar UU misalnya ditahan, diborgol, dipenjarakan,
dirampas hartanya, bahkan bisa dijatuhi hukuman mati.
Itu semua adalah perampasan HAM yang diperbolehkan. Penembak yang
mengeksekusi terpidana mati tidak bisa dikatakan melanggar HAM karena menembak
itu ditugaskan oleh undang-undang. Adanya hukum pidana yang dituangkan dalam
ratusan atau ribuan pasal undang-undang justru merupakan dasar pembolehan untuk
mengurangi atau merampas HAM terhadap orang yang melanggar undang-undang.
Jadi, HAM bisa dibatasi, bahkan dirampas, demi perlindungan HAM
bagi semua orang. Ketentuan bahwa HAM bisa dibatasi atau dilanggar itu sesuai
ketentuan yang berlaku universal, berlaku kapan saja dan di mana pun. Di negara
mana pun di dunia ini ada UU yang berisi pemberian izin kepada negara untuk
melakukan tindakan melanggar HAM atas orang yang melanggar UU atau HAM orang
lain.
Kalau ada konsep HAM yang harus diterima secara universal, yang
berlaku universal adalah hukum HAM bahwa HAM boleh dibatasi, bahkan dirampas,
berdasar UU. Selain itu, yang universal dari HAM itu sebenarnya adalah
partikularnya yakni ada pembatasan atau pengurangan HAM berdasar situasi dan
kondisi sosial masing-masing negara.
Ada perbuatan-perbuatan tertentu yang mungkin dianggap HAM yang
mutlak harus dilindungi di negara-negara tertentu, tetapi dibatasi atau
dilarang di negara-negara lain. Itulah yang disebut partikularisme dalam
pemahaman dan pemberlakuan HAM. Faktanya, berbagai negara di dunia tidak selalu
sama dalam memberlakukan masalah HAM tertentu ke dalam hukumnya.
Masalah perkawinan sejenis misalnya, ada negara-negara yang
memperbolehkan dan mewadahinya di dalam hukum, tetapi jauh lebih banyak negara
yang tidak membolehkan. Dari lebih 200 negara di dunia ini, hanya 22 negara
yang memperbolehkan perkawinan sejenis. Partikularisme yang seperti itu bukan
tidak berdasar.
Di dunia internasional ada dokumen yang bisa disebut sebagai dokumen
deklarasi tentang tanggung jawab manusia. Deklarasi ini dikeluarkan oleh
International Conference on Human Rights Policy (ICHRP) yang melibatkan
tokoh-tokoh Barat dan Timur, termasuk 24 mantan kepala negara dan pemerintahan
seperti Jimmy Carter (AS), Helmut Schmidt (Jerman), Lee Kuan Yew (Singapura),
dan Malcolm Frazer (Austria).
Deklarasi yang dikeluarkan ICHRP ini menegaskan bahwa perlindungan
HAM di dunia Barat dan dunia Timur itu berbeda. Di Barat menekankan pada
kebebasan individu, di Timur lebih menekankan pada tanggung jawab dan
komunitas. Di dunia Timur, HAM bisa dibatasi demi tanggung jawab dalam hidup
bersama sebagai penyeimbang atas kebebasan individu.
Tegasnya, sebagai konsep dan fakta materi HAM yang harus
dilindungi tidaklah universal, melainkan partikular, bergantung situasi dan
kondisi masyarakat di negara masing-masing.
Undang-undang dasar yang berlaku di Indonesia, UUD NRI 1945, dalam
Pasal 28J ayat (2) menegaskan bahwa HAM itu bisa dibatasi (dikurangi) berdasar
UU demi ”... pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.
Tegasnya, konstitusi kita menganut paham, ”hak dan kebebasan
manusia dihormati dan dilindungi, tetapi bisa dibatasi, bahkan dirampas, dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum”. Tidak
ada HAM yang mutlak dan universal kecuali keuniversalan itu harus diartikan
bahwa secara universal HAM itu tidaklah universal, melainkan partikular dan
bisa dikurangi atau dilarang. []
KORAN SINDO, 30 Januari 2016
Moh Mahfud MD ; Guru Besar Hukum Konstitusi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar