Jumat, 19 Februari 2016

(Khotbah of the Day) Tabayyun sebagai Ajaran Islam



KHOTBAH JUMAT
Tabayyun sebagai Ajaran Islam

Khotbah I

الْحَمْدُ للهِ القَوِيِّ الْمَتِينِ ، سُبْحَانَهُ تَعَالَى الَّذِى خَلَقَ الإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ، وَ هَدَاهُ لِلْمَنْهَجِ القَوِيمِ ، وَ سَنَّ شَرَائِعَ فِيهَا القُوَّةُ وَالتَّمكِينُ ، بِحِكْمَتِهِ نُؤْمِنُ ، وَبِقُدْرَتِهِ نُوقِنُ ، عَلَيْهِ نَتَوَكَّلُ وَ إِيَّاهُ نَستَعِينُ ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ مِنَ الْحَمْدِ وَ الثَّنَاءِ عَلَيْهِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيَّدَنَا وَ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُولُهُ ، لَمْ يَزَلْ مُتَوَكِّلاً عَلَى رَبِّهِ ، وَاثِقًا بِوَعدِهِ ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّم ، وَعَلَى كُلِّ مَنْ اقْتَدَى بِسُنَّتِهِ إِلَى يَومِ الدِّينِ

اَمَّا بَعْدُ : فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَ طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ : يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَ قُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَ مَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَ رَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا .


Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmatNya yang dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita dapat beribadah mengabdi kepadaNya setiap waktu demi menggapai ridla-Nya.

Dalam kesempatan yang mulia ini, marilah kita terus menerus berusaha meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT; takwa dalam arti yang sebenar-benarnya. Semoga Allah SWT menempatkan kita semua pada derajat yang Dia ridhoi, di dunia dan di akherat. Amin ya rabbal 'alamin.

Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Di beberapa pekan terakhir ini, media massa memberitakan adanya kejadian-kejadian yang mengguncang keutuhan dan keamanan masyarakat negara Indonesia. Ada yang bersifat politis, pada aspek keamanan, sosial, perkembangan perekonomian, sampai situasi kerukunan beragama pun mengalami goncangan. Berbagai kalangan pun memberikan tanggapan atas perkembangan situasi yang semakin kompleks. Pemberian tanggapan pun berbeda-beda seiring perbedaan sumber dan pola berpikir yang menyampaikan. Perbedaan ini memunculkan solusi-solusi alternatif yang juga berbeda-beda. Dari perbedaan solusi ini, penerimaan oleh pendengar atau masyarakat pun menjadi berbeda-beda. Dan perbedaan penerimaan ini melahirkan aksi atau sikap yang berbeda-beda pula. Aksi dan penyikapan yang berbeda-beda ini pun melahirkan perubahan-perubahan sikap dan akibat yang juga berbeda-beda.

Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Terkhusus pada aspek keagamaan, perbedaan penyikapan dari informasi yang diterima juga melahirkan aneka ragam sikap dan aksi. Meskipun sama sumbernya, yakni Al-Qur’an dan al-Hadits, akan tetapi tetap memunculkan perbedaan-perbedaan sikap yang beragam. Dari sikap toleran sampai dengan sikap yang keras tanpa toleransi. Penerimaan masyarakat pun menjadi berbeda-beda, sebagai akibat penyikapan yang berbeda-beda terhadap suatu informasi. Tidak jarang  memunculkan konflik yang tentu saja merugikan beberapa pihak. Dan tentu saja konflik ini mengganggu stabilitas keamanan dan kerukunan di dalam lingkungan kemasyarakat.

Tradisi tabayyun merupakan tradisi ajaran Islam yang dapat menjadi solusi dari zaman ke zaman. Terutama bagi informasi-informasi yang berpotensial memunculkan konflik dalam masyarakat. Metode tabayyun merupakan proses klarifikasi sekaligus analisis atas informasi dan situasi serta problem yang dialami umat. Harapannya akan mendapatkan hasil kesimpulan yang lebih bijak, arif dan lebih tepat sesuai keadaan masyarakat sekitarnya.

Allah SWT memberikan pelajaran bagi kita semua dalam firmanNya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ


“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”(QS. Al-Hujurat: 6)

Pada ayat lain Allah SWT berfirman :

وَ لاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ , إِنَّ السَّمْعَ وَ الْبَصَرَ وَ الْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا


“Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya. (QS al-Isrâ’ [17]: 36).

Ayat tersebut, mengandung makna yang selaras dan saling melengkapi dengan ayat yang telah tersebutkan sebelumnya. Ayat pertama menyebutkan keharusan bertabayyun terhadap adanya suatu berita atau informasi ataupun datangnya suatu pemahaman dan cara berpikir keberagamaan yang baru. Sedangkan pada ayat kedua disiratkan tidak diperkenankannya mengikuti sesuatu yang belum diketahui secara jelas. Menyiratkan pula adanya proses tindak lanjut terhadap sesuatu yang belum diketahui, agar dapat diketahui secara benar dan jelas. Aktivitas pendengaran, aktivitas penglihatan dan aktivitas hati akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.

Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Keyakinan kita terhadap suatu ilmu dan pemahaman atau cara berpikir, belum tentu mengandung kebenaran yang dikehendaki oleh syariat Islam. Bukankah kita mengetahui adanya istilah yaqin, ‘ainul yaqin dan haqqul yaqin? Kita dapat bertanya kepada diri kita, apakah kapasitas keilmuan kita telah memposisikan kita pada derajat haqqul yaqin? Sehingga pemahaman yang kita peroleh pasti selaras dengan maksud Rusululloh SAW dan kehendak Allah SWT? Apakah kualitas diri kita telah menjadikan diri kita berada pada posisi yang benar-benar 100 persen aman dari ancaman siksa Allah saat mengungkapkan kesimpulan kajian pikiran kita tentang ma’na suatu ayat al Qur’an? Pemahaman dan pemaknaan kita terhadap suatu hadits, dengan melihat kekuatan ilmu dan akal kita, apakah telah haqqul yaqin sesuai dengan makna yang kekehendaki oleh Rosululloh SAW? Ketika kita menyimpulkan makna suatu hadits misalnya, baik melalui pengamatan redaksi bahasa Arabnya atau terhadap terjemahannya, apakah keilmuan kita telah cukup?

Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Memaknai sebuah redaksi ayat Al-Qur’an dan teks al-Hadits merupakan hal yang sama sekali tidak sepele. Makna yang dikehendaki Allah SWT dan Rasulullah SAW tidak hanya dapat dilihat dan dipahami dengan satu buah atau dua buah teks saja. Satu ayat atau hadits selalu terhubung dengan ayat dan hadits yang lain.  Diperlukan bekal banyak ilmu antara lain ilmu nahwu dan sharaf, isytiqaqil alfadh, balaghah, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu qiro’aat, ilmu qashashil qur’an, tafasirish shahabah, ilmu asbab nuzulil ayat dan asbab wurudil hadits, ilmu musthalahil hadits, rijalul hadits, darajatul hadits, muqaranatu mutunil hadits, ilmu fiqih, dan masih banyak ilmu lainnya. Dan syarat penguasaan kesemua ilmu di atas telah disepakati keharusannya oleh mayoritas ulama dan ahli hadits untuk dapat merumuskan makna dan maksud suatu teks ayat atau teks hadits yang sedekat-dekatnya dengan maksud Allah SWT..

Lalu bagaimana dengan seseorang yang memaknai teks ayat atau hadits tanpa menguasai ilmu-ilmu tersebut di atas? Apa ada hak bagi seseorang tersebut memaksakan makna dan maksud suatu teks ayat atau hadits, padahal ia tahu tidak mencukupi syarat keilmuannya? Tidakkah ia justru terjerumus dan termasuk dalam golongan orang-orang yang berdusta atas nama Rasulullah SAW, disebabkan ia menyampaikan makna teks yang tidak sesuai dengan maksud Rasulullah sendiri? Na’udzu billah min dzalik. Jika demikian, maka ia terancam dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :

مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ - الحديث


"Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka silahkan ia pilih tempat kembalinya di dalam neraka“.

Menafsirkan ayat atau memaknai hadits tanpa bekal ilmu-ilmu yang diperlukan dapat dikatakan sebagai penafsiran dan pemaknaan ayat secara paksa. Metode paksa inilah yang melahirkan kesimpulan-kesimpulan pernyataan yang tidak bijak. Penafsiran dan pemaknaan ini melahirkan pemahaman-pemahaman yang tidak toleran di tengah-tengah masyarakat, bahkan cenderung ekstrem dan keras. Suatu pemahaman –bahkan tidak jarang telah menjadi suatu keyakinan—yang justru secara sadar atau tidak sadar, menghilangkan misi rahmatan lil ‘alamiin yang diusung Baginda Nabi Besar Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT. Satu misi yang memiliki rasa toleransi kuat terhadap keberagaman umat dan perbedaan tradisinya.

Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Jika mau jujur, pemahaman dan keyakinan yang ekstrem ini telah banyak dirasakan akibat buruknya, baik oleh masyarakat setempat ataupun bahkan bagi kelompok yang mendakwahkannya. Masyarakat menjadi resah sebab tradisi yang selama ini menyatukan keberagaman mereka, justru dikecam. Masyarakat menjadi resah sebab kearifan lokal yang selama ini menjadi sarana apik syiar Islam, justru dihilangkan. Sedangkan efek negatif bagi yang mendakwahkan pemahaman ekstrem inipun, disadari atau tidak, menjadi terisolir dari lingkungan di mana ia tinggal. Seakan-akan keberadaan mereka seperti tidak adanya mereka, wujuduhum ka ‘adamihim. Akibat lain dari munculnya pemahaman agama ekstrem ini adalah pengutamaan ritual syari’at lahiriyah akan tetapi mengesampingkan hubungan hati yang baik antara sesama saudara muslim. Hubungan silaturrahmi dan jalinan persaudaraan menjadi tipis, meski ibadah syari’at tampak intens. Efek lainnya adalah  Akibat lain bahkan dapat menciptakan teror-teror meresahkan bagi masyarakat di sekitarnya, tanpa merasa bersalah sedikitpun. Inikah suasana masyarakat islami yang diharapkan Rasulullah SAW?

Masyarakat tentu masih ingat dan dapat membedakan suasana masjid tempo dulu yang sarat dengan tradisi lokal berjiwa Islami, dengan suasana masjid masa kini yang telah berkurang tradisi islaminya. Ramadhan zaman dahulu dengan Ramadhan zaman sekarang, lebaran di masa kecil kita dengan lebaran di masa kita sekarang ini. Dan contoh-contoh lainnya.

Misi rahmatan lil ‘alamin diharapkan menjadi jiwa bagi setiap kearifan dan tradisi lokal yang telah ada. Tradisi masyarakat apapun dan dari manapun jika terjiwai nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam tentu akan menghasilkan keadaan masyarakat yang damai dan selamat dari perpecahan. Tradisi lokal yang tidak mutlak hilang menjadikan masyarakat setempat merasa dihormati eksistensinya. Mereka merasa dihargai ketika tradisi mereka tidak dihilangkan dari mereka. Dan dengan jiwa nilai islami, maka tradisi tersebut menjadi lebih mulia. Bukankah diutusnya Rasulullah SAW untuk menyempurnakan akhlak (makarimal akhlaq)? Termasuk di dalam makaarimal akhlaq adalah kearifan lokal atau tradisi kemasyarakatan yang dinilai mulia di sisi Islam. Lalu Islam menutup kekurangannya, membimbing, menyempurnakan kemuliaan tersebut. Sesuatu yang menyempurnakan tentu saja lebih sempurna dari yang disempurnakan. Maka, tradisi bagaikan tubuh yang dihormati dan dimuliakan keberadaannya oleh Islam. Dan jika tubuh yang dimuliakan tersebut terjiwai dengan jiwa ajaran dan nilai-nilai Islami, maka kemuliaan tubuh tersebut akan semakin terpancar dengan kokohnya.

Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Pemikiran dan pemahaman beragama yang keras, telah merebak dan menyusup ke dalam sendi-sendi masyarakat bangsa ini. Baik di lingkungan kemasyarakatan, di lingkungan lembaga pendidikan kampus ataupun sekolah, TPA-TPA dan bahkan menyusup ke dalam masjid-masjid sekitarnya yang dibangun dan dibesarkan dengan pondasi tradisi lokal berjiwa Islam. Pemerintah dan beberapa organisasi lembaga keagamaan telah melakukan upaya-upaya antisipatif atas keberadaan mereka yang radikal. Bahkan anjuran agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kelompok pola pikir dan pemahaman radikal ini dilakukan tidak cukup sekali ataupun dua kali.

Mengakhiri khotbah Jum’at ini, marilah kita tingkatkan kewaspadaan kita, di mana kita berada dan di mana kita berperan dan beraktivitas. Semoga Allah SWT menghindarkan terputusnya ukhuwwah islamiyyah dari hati kita. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing upaya tabayyun kita sehingga umat Islam secara keseluruhan, dengan berbagai corak dan golongannya, mendapat ridhoNya dan selamat di dunia sampai akherat. Dan kiranya Allah SWT menerima semua amal dan ibadah kita. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khotbah II

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ. وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ. و الحمد لله رب العالمين . اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ . رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْن وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن


Ahmad Fauzan, Wakil Sekretaris MWCNU Pringsewu Lampung

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar