Saat Rasulullah
Dicekik dan Dilempari Kotoran Binatang
Rasulullah bukan
sosok pemarah. Banyak yang mencoba mengejek, menyakiti dan melukai, tapi
Rasulullah tidak menanggapi dengan api amarah. Rasulullah kadang malah membalas
dengan kasih berlebih. Begitu pun ketika si Badui kurang ajar itu mengasarinya.
Rasulullah tengah berjalan bersama Anas bin Malik, ketika tiba-tiba Arab Badui
itu menarik selendang Najran di kalungan lehernya.
Begitu kerasnya
tarikan si Badui, Nabi pun tercekik. Anas, seperti tercatat dalam Shahih al-Bukhari, sempat
melihat bekas guratan di leher Nabi.
“Hai Muhammad, beri
aku sebagian harta yang kau miliki!” teriak si Badui, masih dengan posisi
selendang mencekik Rasul.
Apakah Nabi marah
dengan sikap si Badui yang mirip preman Tanah Abang ini: berbuat kasar untuk
minta ‘jatah’? Hati Nabi terlalu sejuk untuk sekadar diampiri letikan rasa
gusar.
Tidak, Nabi justru
tersenyum, dan bilang ke Anas, “Berikanlah sesuatu.”
Itu masih belum
seberapa. Nabi bahkan pernah ‘dihadiahi’ kotoran hewan, pada punggung, di saat
Nabi sedang sujud dalam shalat. Abdullah bin Mas’ud jadi saksi, yang kemudian
direkam pula dalam Shahih
al-Bukhari.
Ibnu Mas’ud melihat
Nabi tengah bersembahyang di dekat Ka’bah, dan pada saat yang sama Abu Jahl dan
gerombolannya duduk-duduk tak jauh dari situ.
“Siapa mau membawa
kotoran-kotoran kambing, yang disembelih kemarin, untuk ditaruh di atas
punggung Muhammad, begitu dia sujud?”
Abu Jahl berseru pada
punakawannya. Satu dari mereka, yang tak lain adalah Utbah bin Rabi’ah, Syaibah
bin Rabi’ah, al-Walid bin Utbah, Umayyah bin Khalaf, serta Uqbah bin Abi
Mu’ith, itu bergerak mengambil kotoran. Mereka tunggu hingga Nabi sampai pada sujud.
Dan benar, sampai
ketika Nabi sujud, ditaruhlah kotoran itu di antara dua bahu Nabi. Abu Jahl,
punggawa Quraisy yang selalu berupaya menghancurkan Nabi itu, dan gerombolannya
menyaksikan dengan tawa keras. Nabi tetap dalam sujud hingga Fatimah az-Zahra
membersihkan sembari meneteskan air mata. Tapi Nabi bukan sosok pemarah, bukan
pendendam.
Nabi tidak
memerintahkan Sahabat-Sahabat untuk membalas balik perlakuan Abu Jahl Cs.
Beliau hanya berdoa, “Allahumma
alaika bi Quraisy, alaika bi Quraisy, alaika bi Quraisy.” Ya Allah,
binasakan mereka, bangsa Quraisy yang pongah itu.
Ya, nabi yang pemarah
cuma ada di kepala mereka. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib yang
bermuka sangar hanyalah gambar yang lalu lalang di dalam pikiran mereka
sendiri. Tapi, siapa sebenarnya yang berperan membangun gambar itu di otak
mereka? Bukankah kita? Kita sendiri, ya, kita. Sadar tak sadar, kita diam-diam
telah, sedang, dan masih saja berniat melukis Rasulullah dengan sketsa raut
wajah garang.
Kita tahu, dan
percaya seutuhnya. []
Sumber: Majalah
Syir’ah edisi 52, ditulis oleh Mutjaba’ Hamdi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar