Inilah Tindakan Kekerasan
Suami dalam Rumah Tangga
Nusyuz" lazimnya
dipahami sebagai bentuk praktik kedurhakaan istri terhadap suami. Padahal
sebenarnya nusyuz bisa dilakukan masing-masing pihak. Karenanya kalangan
laki-laki perlu mempelajari kembali bentuk-bentuk nusyuz, kekerasan, dan penanganannya
agar tidak mengundang murka Allah, keretakan rumah tangga, dan bisa mengarah
pada kriminal.
Berikut ini adalah keterangan Imam An-Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftiyin terkait nusyuz yang dilakukan para suami.
الحال الثاني أن يتعدى الرجل فينظر. إن منعها حقا كنفقة أو قسم، ألزمه الحاكم توفية حقها. ولو كان يسيء خلقه ويؤذيها ويضربها بلا سبب ففي التتمة أن الحاكم ينهاه. فإن عاد، عزره.
Bentuk nusyuz (durhaka) kedua ialah di mana pelakunya adalah suami. Nusyuz yang dilakukan suami harus dianalisa terlebih dahulu. Kalau suami tidak menunaikan kewajibannya terhadap istri seperti nafkah atau pembagian giliran (bagi yang poligami), pemerintah dalam hal ini pengadilan berhak menekan suami untuk menunaikan kewajibannya.
Kalau suami berperangai buruk terhadap istri, menyakiti istri, dan memukulnya tanpa sebab, pemerintah wajib menghentikan tindakan aniaya suami tersebut sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tatimmah. Kalau suami mengulangi tindakan aniayanya, pemerintah wajib menjatuhkan sanksi untuknya.
Sebagaimana pernah disinggung bahwa memukul istri yang dimaksud adalah pukulan yang tidak melukai, pukulan yang tidak menyakitkan, pukulan bukan pada anggota vital tubuh istri, dan pukulan bukan di wajah di mana keindahan wanita berpusat di sini.
Pemukulan juga dianjurkan tidak memakai
tangan atau pecut apalagi benda tumpul atau benda tajam lainnya. Imam An-Nawawi
mengajurkan pemukulan dilakukan dengan menggunakan sapu tangan sebagaimana
disebutkan di kitab Al-Majmu'
fi Syarhil Muhazzab.
Keterangan Imam An-Nawawi di atas mengisyaratkan bahwa pasangan muda-mudi yang akan melanjutkan ke jenjang perkawinan perlu mempelajari hukum positif atau UU yang berlaku di Indonesia terutama yang mengatur kehidupan berumah tangga. Hal ini dimaksudkan agar setiap pasangan dapat menghindarkan diri dari tindakan aniaya satu sama lain.
Salah-salah sikap, seorang suami bisa masuk
penjara atas pemukulan, kekerasan, atau bentuk aniaya lainnya terhadap istri
dengan dakwaan pasal kekerasan dalam rumah tangga. Demikian sebaliknya.
Calon-calon suami juga perlu mempelajari sikap keseharian Rasulullah SAW dalam berumah tangga, sikap terhadap istri, anak, cucu, bahkan tetangga. Pelajaran itu diharapkan berlanjut pada keteladanan mereka kepada Rasulullah SAW. Wallahu A’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar